Home / Romansa / Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam / Bab 5. Putri Kecilku yang Malang

Share

Bab 5. Putri Kecilku yang Malang

Author: Te Anastasia
last update Last Updated: 2025-04-09 12:42:16

Jam menunjukkan pukul sebelas malam saat Giselle menyelesaikan pekerjaannya.

Pekerjaan yang sungguh tak terkira, Giselle hanya bisa beristirahat di jam makan siang saja. Gerald tak mengizinkan ia pergi sebelum pekerjaannya benar-benar selesai.

Malam ini hujan turun cukup deras di kota Luinz. Kilat dan petir juga menyambar berkali-kali.

Giselle berjalan terburu-buru, ia sangat panik karena meninggalkan Elodie sendirian di rumah sakit.

"Ya Tuhan, semoga dia tidak takut. Aku harus segera sampai ke rumah sakit sesegera mungkin," gumam Giselle di sela langkahnya yang tergesa-gesa.

Di belakangnya, ada Gerald yang berjalan ditemani ajudannya, tampak memperhatikan wanita itu.

Ekspresi dingin Gerald berubah sinis saat ia melihat Giselle yang berjalan terburu-buru.

"Kenapa dia sangat terburu-buru?" gumam Gerald dengan kedua mata memicing tajam.

"Entahlah, Tuan. Mungkin karena pulang terlalu malam, atau ... ada seseorang yang dia tinggalkan sendirian di rumah, mungkin," jawab Sergio.

"Seseorang?" Gerald bergumam pelan.

Namun, laki-laki itu segera menepis pemikirannya. Ia tidak peduli.

Gerald meraih payung berwarna hitam di samping pintu kantor dan berjalan ke arah mobil.

Di sana, ia melihat Giselle yang berlari menembus hujan, seolah tidak peduli kalau air hujan itu bisa membuatnya sakit dan demam esok hari. Wanita itu berlari di bawah kilatan petir dan hujan angin yang deras malam ini.

'Bukankah dia takut dengan cahaya kilat dan suara petir?' batin Gerald terheran-heran.

Namun, ia berusaha mengabaikannya. Apapun yang dilakukan Giselle bukan urusannya.

Mobil yang ditumpangi Gerald lewat di samping Giselle yang tengah berlari menerjang hujan.

"Tuan," panggil Sergio pelan, laki-laki itu melirik Giselle dari kaca spion mobil.

"Biarkan saja," jawab Gerald. "Dia pantas mendapatkan kehidupan seperti ini, setelah apa yang dia lakukan padaku."

Gerald tak ingin berbelas kasih pada wanita yang telah mengkhianatinya.

Jangankan peduli, rasa iba pun tidak akan pernah Gerald berikan pada wanita itu!

**

Tepat tengah malam Giselle akhirnya sampai di rumah sakit. Tubuhnya basah kuyup karena menerjang hujan, tetapi ia tidak terlalu memusingkan masalah itu karena ia menyimpan pakaian ganti di dalam tasnya.

Setelah mengganti pakaian, Giselle berjalan dengan tubuh kedinginan menuju kamar inap Elodie.

Suara petir di langit masih menyambar-nyambar, membuat Giselle merasa cemas.

Wanita itu terkejut saat melihat Elodie duduk menangis memeluk boneka beruang kecil kesayangannya.

"Sayang..." Giselle langsung memeluk tubuh Elodie dengan erat dan menenangkannya.

"Mama! Elodie takut suara itu, Mama!" Elodie terisak menangis meremas punggung Giselle dengan tangan mungilnya. Tangis anak itu semakin mengeras.

Giselle mendekap erat tubuh Elodie. Ia menutupi tubuh mungil putrinya dengan selimut dan memeluknya dengan hangat.

"Sayang, Mama sudah ada di sini, Nak. Elodie tidak perlu takut lagi, Sayang." Giselle mengecupi pucuk kepala Elodie dengan penuh rasa khawatir yang hebat di dadanya.

Anak itu menenggelamkan wajahnya di pelukan Giselle. Jemarinya masih mencengkeram erat.

Giselle menggendong Elodie, memeluknya seperti bayi dan menepuk-nepuk punggung kecil putrinya.

Andai saja ia tidak pulang selarut ini, pasti Elodie tidak akan ketakutan. Giselle tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

Elodie yang seolah menyadari Mamanya tengah menangis, mengangkat wajahnya dan mengerjapkan kedua mata beriris hitam miliknya, menatap sang Mama dengan sayu.

"Mama menangis?" lirih anak berusia tiga tahun itu dengan satu tangan terulur menyentuh pipi Giselle.

"Tidak, Mama tidak menangis. Mama hanya kepikiran dengan Elodie," jawab Giselle. "Maafkan Mama ya, Sayang."

"Elodie kangen Mama," lirih Elodie, anak itu mengecupi pipi Giselle dan memeluk lehernya, menyandarkan kepala di pundak Giselle.

Hanya bersama Elodie, Giselle merasa nyaman dan tenang seperti ini.

"Mama, buah anggur buat Elodie mana?" tanya anak itu menatap tas milik Giselle yang kini berada di lantai.

Giselle terkesiap mendengar pertanyaan putrinya. Ia lupa, Elodie meminta buah anggur padanya pagi tadi.

"Sayang, Mama pulang terlalu malam hari ini. Jadi toko buahnya sudah tutup. Bagaimana kalau besok pagi Mama belikan buah anggurnya?" tawar Giselle. "Elodie tidak marah, kan?"

Anak itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Elodie justru mendusel di pipi Giselle dengan sangat manja.

"Iya, Mama, besok pagi saja," jawab anak itu.

Elodie menunjuk ke arah ranjangnya. "Elodie mau bobo dipeluk Mama," pinta anak itu.

"Baiklah, Sayangku, sekarang Elodie bobo. Mama akan bobo di sini memeluk Elodie," ujar Giselle membaringkan si kecil di atas ranjang.

Ia ikut berbaring di samping si kecil. Elodie memeluknya dengan erat dan mendusal dalam pelukan Giselle.

“Mama, Papa di mana?”

Pertanyaan yang tak disangka itu membuat Giselle terdiam. Ia menatap Elodie yang kini sudah terlelap dengan nyenyak, seolah ucapannya barusan hanyalah racauan saja.

Namun, pertanyaan itu membekas di benak Giselle.

Sejak Elodie bayi hingga kini, ia tidak pernah bertanya tentang ayahnya. Yang ada di hidupnya hanyalah Giselle. Dialah yang ada di semua peran yang Elodie butuhkan, termasuk sosok ayah.

Tapi untuk pertama kalinya, Elodie bertanya tentang sang ayah.

Dengan lembut Giselle mengelus pucuk kepala Elodie dan mengecupi kening putri kecilnya. Ia memandangi wajah si kecil yang lebih dominan mirip Gerald.

Giselle tersenyum pedih. Ia tahu, Elodie adalah anak yang kuat. Elodie tidak pernah mengeluh sama sekali meskipun dia sakit keras.

"Maafkan Mama yang tidak bisa mempertemukan Elodie dengan Papa.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Marlina
lanjut mbak
goodnovel comment avatar
Te Anastasia
updatenya mulai Senin ya kak
goodnovel comment avatar
lusiana kho
kok gak bisa 3 bab dlm sehari?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 420. S2. AKHIR KISAH PENUH KEBAHAGIAAN

    Suasana rumah yang biasanya terasa sangat sunyi, kini terasa kembali hidup dengan suara tangisan bayi kembar Aileen dan Aleea. Bahkan Giselle tidak merasa kesepian lagi karena ia telah ditemani oleh dia cucu kembarnya yang menggemaskan. "Ya ampun, Aleea ... kau mengingatkan Oma pada bayinya Mamamu dulu, Sayang," bisik Giselle mengusap bayi perempuan dalam gendongannya. Giselle mengelus lembut kening bayi itu. Sedangkan Aileen berada bersama Elodie dan Kai di ruang keluarga di depan sana. "Mama, apa Opa dan Oma tidak jadi dijemput oleh Papa? Katanya Oma dan Opa ingin melihat si kembar?" tanya Elodie pada Mamanya. Giselle menoleh. "Iya, Sayang. Mungkin nanti malam Opa dan Oma akan ke sini bersama sopir pribadinya," jawab Chloe. "Syukurlah..." Elodie menyerahkan bayi laki-lakinya pada Kai. "Sayang, tolong gendong Aileen sebentar." "Mana," pinta Kai.Laki-laki itu menggendong putranya. Kai begitu bahagia, setiap malam ia selalu berjaga menjaga anak-anaknya. Kai meminta Elodie untu

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 419. S2. Kebahagiaan yang Adil

    "Ya ampun, Kak Amara ... lihatlah, cucu perempuan kita sangat mirip dengan Elodie, ya!" Giselle terkekeh gemas menatap bayi mungil dalam gendongan Amara saat ini. Kedua wanita itu sangat heboh sendiri. "Iya, Giselle. Bahkan Aileen juga tidak ada mirip-miripnya dengan Kai!" seru Amara sambil tertawa kesenangan. "Lucunya, cucu Oma, ya ampun!" Satu bayi lagi ada dalam gendongan Elodie saat ini. Dua bayi itu hanya minum susu formula saja. Tetapi bayi-bayi itu sangat sehat dan tangisannya juga sangat keras. Elodie tersenyum mendengar obrolan Mama dan Mama mertuanya pagi ini. Setelah lima hari dirawat di rumah sakit, pagi ini Elodie sudah ada di rumah orang tuanya. Semua keluarga sangat bahagia menyambut kelahiran cucu mereka. Apalagi Giselle dan Gerald. Gerald bahkan tidak menyentuh pekerjaannya sama sekali selama dua hari karena terlalu senangnya dengan kelahiran dua cucunya. "Papa, mau menggendong Aileen?" tawar Elodie saat memperhatikan Gerald yang tampak serius menatap Elodie men

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 418. S2. Kebahagiaan Kai yang Tak Terbatas

    Elodie masih belum sadar pasca operasi. Ia masih terbaring di atas ranjang rumah sakit di dalam ruangan VVIP dan ditemani oleh Gadis cantik itu, kini telah dipanggil Mama. Kai duduk di sebuah kursi tunggal dan terdiam menatapi wajah Elodie sembari menggenggam telapak tangan kanan Elodie. "Sayang, ayo cepat bangun ... anak kita sudah menunggu," bisik Kai, laki-laki itu mengecup punggung tangan Elodie dengan lembut. "Kau akan dipanggil Mama, Elodie." Mengatakan hal itu, tak terasa air mata Kai menetes. Laki-laki itu segera menyekanya dan ia tersenyum tipis. Antara rasa bahagia dan cemasnya. Biasanya, kepada pada pasiennya, Kai akan meminta keluarga pasien untuk bersabar menunggu pasien yang sakit bangun. Tetapi, saat ini Kai berada di posisi itu. Ternyata benar ... sulit sekali untuk merasakan yang namanya sabar bila harus merasakan perasaan secemas ini. "Aileen dan Aleea sudah menunggumu, Sayang," bisik Kai, lagi-lagi ia mengecup punggung tangan Elodie. Pukul enam sore, adalah wa

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 417. S2. Hari Kelahiran Aleea dan Aileen

    Hari yang dinanti-nantikan oleh Elodie dan Kai telah tiba. Hari ini menjadi hari kelahiran bayinya. Elodie masih merasa was-was untuk menjalani operasi caesar beberapa jam lagi. Meskipun ini bukan tanggalnya, tetapi sejak beberapa jam yang lalu Elodie merasakan perutnya sangat sakit tidak seperti biasanya. Di dalam sebuah kamar rawat inap, Elodie berbaring di sana ditemani oleh Kai. Sedangkan Giselle dan Gerald berada di luar bersama Martin dan Amara. Elodie memejamkan kedua matanya dan menggenggam erat telapak tangan Kai. "Sayang," panggil Kai pelan. "Hm?" Elodie menyahutinya pelan. "Aku sedang berdoa," jawab gadis itu membuka matanya dan menatap Kai. "Aku tiba-tiba merasa sedikit takut. Tapi perutku juga sangat sakit." Elodie merintih pelan, gadis itu semakin erat dan kuat meremas tangan Kai. "Sabar ya, Sayang..." Kai mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Elodie. "Heem." Elodie mengangguk pelan. Tak lama kemudian, dua orang dokter rekan Kai masuk ke dalam ruangan itu. "B

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 416. S2. Sudah Tidak Sabar

    "Jadwal operasi Caesar Elodie akan dilaksanakan tanggal sepuluh, Ma, Pa." Kai mengatakan hal itu pada Giselle dan Gerald. Setelah dua orang itu menunggu kepulangan Elodie dan Kai dari rumah sakit. Wajah Gerald terlihat sangat khawatir saat mendengar hal itu. Begitu juga Giselle yang kini merangkul Elodie. "Tanggal sepuluh, itu kan kurang beberapa hari lagi, Kai. Kenapa baru bilang sekarang?" Giselle menatap menantunya itu. "Dokter Renata yang memajukan tanggalnya, Ma," jawab Kai. "Apa kau ikut menangani Elodie nanti, Kai?" tanya Gerald sambil menaikkan kedua alisnya. Kai terkekeh dan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Tidak, Pa. Bukan aku. Aku tidak tega kalau menangani istriku sendiri." Kai menggeleng. "Lebih baik kita menunggu di luar sana, aku memilih menunggu bersama Mama dan Papa daripada aku harus menemani Elodie di dalam. Aku tidak tega." Orang tua Elodie tertawa mendengarnya. Gerald menepuk-nepuk punggung menantinya tersebut. "Kau ini, besar badanmu saja! G

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 415. S2. Tak Sabar Menunggu Anak Kita

    Hari demi hari silih berganti. Tak terasa kandungan Elodie sudah memasuki usia sembilan bulan. Bersama suami dan kedua orang tuanya, yang selalu menemaninya, Elodie tidak merasa kesepian sama sekali. Selama hari-hari yang telah ia lalui, Elodie juga mengikuti perkembangan kondisi Rafael—temannya sekaligus orang yang pernah Elodie benci itu. Rafael yang kini sakit keras dan kondisinya yang sudah parah. Elodie duduk diam di sebuah sofa di balkon lantai dua, ia bergeming menatap ke arah pemandangan bunga yang bermekaran di musim semi tahun ini. "Sayang, aku mencarimu ke mana-mana..." Suara Kai terdengar. Elodie menoleh dan gadis itu tersenyum manis. Kai menyerahkan segelas susu pada Elodie. "Ini susunya." "Heem, terima kasih," ucap Elodie sambil menerima segelas susu yang Kai berikan padanya. Kai duduk di samping Elodie, laki-laki itu mengulurkan tangannya mengusap perut Elodie yang kini sudah besar. Kai mengecup perut Elodie dengan lembut. "Kurang beberapa hari lagi, kita akan b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status