Home / Romansa / Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam / Bab 7. Terperangkap Bersamamu

Share

Bab 7. Terperangkap Bersamamu

Author: Te Anastasia
last update Last Updated: 2025-04-14 18:59:15

"Halo ... Nyonya Giselle. Apakah Nyonya sedang sibuk saat ini? Elodie terus rewel, sejak tadi mencari Nyonya."

Suara seorang suster di balik panggilan itu membuat Giselle panik dan langsung beranjak dari duduknya cepat.

Wanita cantik berambut panjang bergelombang itu menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima sore.

"Saya masih berada di kantor, sus," jawab Giselle gusar.

"Bisakah Nyonya datang? Kami sudah berusaha untuk menenangkan Elodie, tetapi dia terus mencari Mamanya," jelas suster itu.

Giselle mengusap wajahnya yang sangat cemas. "Tolong berikan ponselnya pada Elodie sebentar saja, suster."

"Baik, Nyonya. Tunggu sebentar."

Giselle mendengar suara rengekan tangis anak kecil di balik panggilan itu.

"Mamaaa," panggil Elodie dengan suara bergetar.

"Sayang. Ini Mama, Nak. Elodie jangan menangis ya, Mama sebentar lagi akan pulang," ucap Giselle dengan lembut.

"Mama pulang, Ma…!" Tangis Elodie terdengar di sana.

Kedua mata Giselle terpejam, kepiluan memenuhi dadanya mendengar isak tangis buah hatinya.

"Tunggu sebentar ya, Sayang."

Sementara di balik pintu ruangan yang sedikit terbuka, Gerald berdiri di sana setelah ia kembali dari ruangan sekretarisnya.

Langkah Gerald terhenti saat ia mendengar Giselle memanggil seseorang dengan sebutan Sayang di telepon. Ia meminta seseorang yang dia panggil Sayang itu untuk menunggunya.

Tanpa sadar Gerald meremas kuat gagang pintu yang ia pegang saat ini.

Giselle tersentak saat pintu ruangan itu mendadak terbuka lebar. Menyadari keberadaan Gerald di sana, ia segera menutup panggilannya dengan suster yang bertugas menjaga Elodie.

Gerald masih berdiri menutup pintu, dan Giselle berjalan lebih dulu mendekatinya.

"Pak Gerald, saya ingin mengatakan sesuatu," ujar Giselle dipenuhi rasa ragu di dalam hatinya.

Dengan ekspresi dingin dan datar, Gerald menatapnya. "Katakan."

"Hari ini saya ingin meminta izin pulang lebih awal," ungkap Giselle. "Ada hal yang harus saya lakukan."

"Hal apa sampai kau mengutamakannya dibandingkan pekerjaanmu?" Gerald menatapnya sekilas lalu berlalu begitu saja. Namun, Giselle segera menghadang langkahnya.

Wanita cantik dengan balutan blazer abu-abu itu menatapnya penuh permohonan.

"I-ini sangat penting, Pak. Hanya hari ini saja, saya berjanji besok saya akan bekerja full time lagi."

Iris mata hitam milik Gerald menelisik raut wajah gelisah milik Giselle. Sepenting apa hal itu sampai Giselle begitu bersikeras meminta izinnya?

"Kali ini saja, Pak. Saya mohon."

Gerald masih memandangnya dengan tatapan dingin dan tajam. Tak tersirat kelembutan di balik tatapan mata laki-laki itu selain kebencian yang sudah mendarah daging.

"Memohonlah padaku dengan benar, Giselle," ucap Gerald terdengar seperti perintah yang kejam.

Bibir Giselle terkatup rapat menatapnya tak percaya. Seperti dihantam batu keras hatinya kini saat Gerald dengan wajah arogannya meminta Giselle untuk memohon padanya.

Kepala wanita itu tertunduk pelan. Demi Elodie, apapun akan Giselle lakukan. Tetapi kini bibirnya terasa gemetar, lidahnya kelu untuk sekadar menata kata-kata.

"Kau memohon untuk pulang cepat karena kau ingin menemui seorang pria, bukan?" tanya Gerald maju satu langkah mendekati Giselle.

Sontak Giselle mengangkat wajahnya cepat. Ia menggelengkan kepalanya menyangkal pertanyaan Gerald.

Gerald memicingkan matanya dengan rahang mengetat saat tidak sepatah kata pun terucap di bibir wanita ini.

"Katakan, Giselle ... pria mana yang ingin kau temui malam ini? Dibayar berapa kau untuk menemaninya sampai kau berani meremehkanku?!" desak Gerald dengan terus melangkah, menyudutkan Giselle hingga wanita itu kini tersudut di meja kerja Gerald.

Sungguh, perkataan Gerald membuat dada Giselle teramat nyeri.

Sehina itukah dirinya di mata mantan suaminya ini? Bisa-bisanya Gerald menganggap Giselle menjual diri pada banyak pria!

Tidak. Giselle bukan wanita seperti itu!

Giselle lantas menatap Gerald dengan berani. Ia kembali menggelengkan kepalanya kukuh dan tersenyum tipis.

"Pak Gerald tidak perlu tahu siapa yang akan saya temui, karena itu semua privasi saya," balas Giselle dengan iris birunya yang bergetar. Namun, keteguhan dalam suaranya membuat Gerald mengetatkan rahang.

"Bukan urusan Pak Gerald untuk tahu semua tentang saya saat ini. Karena kita ... kita berdua adalah masa lalu yang sudah bubar, Pak Gerald."

Gerald menangkap kata-kata itu begitu angkuh. Kekesalan di hati Gerald semakin tak tertahan. Beraninya wanita ini!

"Masa lalu," ucap Gerald lirih, bibirnya menyeringai licik. Alih-alih menjauh, ia justru semakin dekat dan mengunci pergerakan Giselle di meja itu. "Persetan dengan masa lalu, Giselle!"

Kedua bola mata Giselle melebar sempurna. "Pak Gerald—aah—"

Tubuh Giselle bagai tersengat listrik saat tiba-tiba Gerald menangkup kedua pipinya dan menciumnya dengan paksa dan menuntut.

Kedua tangan Giselle berusaha mendorong Gerald, namun laki-laki itu justru semakin memperdalam ciumannya seolah menyalurkan kemarahannya pada Giselle, hingga membuat wanita itu tak bisa berkutik dalam kendalinya.

Gerald terus menciumnya, tak melewatkan sedetik pun untuk sekadar mengambil jeda.

Ia baru melepas tautan bibir mereka saat Giselle mulai tersengal. Kening Gerald masih menyentuh kening Giselle, kedua matanya menatap lekat wanita dengan mata terpejam erat dan tubuh bergetar hebat.

Gerald menarik pelan tengkuk leher Giselle sampai wanita itu menatapnya dengan tatapan takut.

"Dengar ... semua hutangmu padaku, hanya bisa kau lunasi dengan tidur denganku!" ujar Gerald dingin. “Aku ingin melakukannya malam ini juga.”

Giselle hendak membantah. Namun belum sempat mengeluarkan suara, Gerald kembali mendekatkan bibirnya di hadapan bibir Giselle.

"Dan ingat, jangan harap kau bisa pergi sesuka hatimu, Giselle Marjorie!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Henny Jho
kok kembali ke bab awal ya..padahal sudah baca sampai bab 20an apa 30an gitu..mna buka bab nya berbayar pula
goodnovel comment avatar
Dapurku
SDH baca sampe bab 52 tp kenapa kembali ke bab 8??...gimn caranya bisa lanjut ke bab 53?? Krn hrs buka iklan LG .........
goodnovel comment avatar
Mirza Zahira
aq suka penasaran terus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 331. S2. Tak Ada Laki-laki Seperti Kai

    Kai mengajak Elodie dan membawa gadis itu ke rumah kedua orang tuanya. Kedatangan Elodie dan Kai membuat Amara dan Martin begitu senang pagi ini. Tampak Amara yang tersenyum manis saat melihat Elodie yang begitu manis. "Begini dong, Elodie sesekali main di rumah Mama. Masa dulu waktu masih kecil sering menginap di sini, sudah besar malah jarang ke rumah Mama," ujar Amara dengan bibir cemberut. "Elodie sibuk sekolah, Ma. Setelah lulus nanti, pasti waktu yang Elodie miliki lebih banyak," jawab gadis itu. "Iya, Sayang. Ayo ikut Mama ke belakang," ajak Amara merangkulnya. Sedangkan Kai bersama Papanya, mereka mengikuti Amara dan Elodie."Itu, kenapa Elodie tidak sekolah?" tanya Martin. "Jam kosong, Pa. Dia baru selesai ujian di sekolahnya," sahut Kai. "Jadi aku mengajaknya ke sini. Om Gerald dan Tante Giselle ada di Krasterberg. Mereka akan satu Minggu di sana." "Bagus! Elodie tinggal sama Mama dan Papa saja di sini!" seru Amara. Kai merotasikan kedua matanya. "Om Gerald menitipka

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 330 S2. Tiada Seseorang yang Sepertimu

    Elodie merasa pegal pada pundaknya, gadis itu beringsut untuk meringkuk. Namun ia merasakan napas yang hangat menyentuh kulit lehernya. Sontak, Elodie langsung terbangun cepat dan membuka kedua matanya lebar-lebar. Gadis itu menoleh ke belakang dan mendapati Kai yang tertidur dengan posisi duduk di sampingnya. Elodie kaget bukan main. 'Astaga! Kenapa Kak Kai ada di belakangku? Apa yang terjadi? Apakah aku ... mengigau?' Elodie terdiam dan ia memperhatikan satu lengan Kai yang menggenggam tangan Elodie dan memeluknya. Elodie terdiam. Gadis itu menatap ke arah jendela apartemen. Dari balik gorden putih itu, terlihat jelas bila hari sudah pagi. Elodie kembali menoleh ke belakang pada Kai yang masih tertidur. "Kak..." Ragu-ragu ia membangunkan Kai. "Kakak tidak ke rumah sakit?" tanyanya. Kai membuka kedua matanya. Ia mengusap wajahnya pelan dan menatap Elodie yang duduk menatapnya dengan wajah pias. Senyuman tipis terukir di bibir Kai. Laki-laki itu menarik lengan Elodie h

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 329. S2. Tidurlah, Aku Akan Memelukmu

    Setelah makan malam bersama, Kai mengajak Elodie kembali pulang bersamanya. Gadis itu terlihat mengantuk, hingga Kai memintanya untuk segera beristirahat. Elodie baru saja mengganti pakaiannya dengan piyama hangat berwarna putih. Gadis itu baru saja keluar dari dalam kamar ganti dan ia melihat Kai mengambil sebuah bantal dan selimut di lemari. "Kakak mau ke mana?" tanyanya dengan wajah bingung. "Aku akan tidur di kamar sebelah. Kalau kau butuh apa-apa nanti malam, panggil Kakak saja." Elodie mengangguk. Ia berjalan mendekati ranjang. Kai yang hendak menutup pintu kamar, laki-laki itu memperhatikan Elodie. "Susunya diminum dulu, ingat ... jangan meminum obat tidurnya lagi." "Iya, Kak," jawab Elodie lirih. Pintu kamar pun kembali tertutup. Elodie naik ke atas ranjang. Gadis itu meraih ponsel miliknya dan ia terdiam saat melihat banyak pesan masuk di dalam ponselnya dari grup kelas dan juga pesan-pesan dari teman-teman, sekaligus Rafael yang mengirimkan lebih dari dua puluh

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 328. S2. Menjadi yang Sehangat Mungkin

    "Ekhemm ... sedang memasak apa?" Elodie tersentak saat mendengar suara bariton berat di belakangnya. Tanpa sadar, gadis itu meraih pisau di hadapannya dan mencekalnya erat sambil membalikkan badannya dengan wajah tegang. Setakut itukah? Kai sontak mengangkat kedua tangannya dan ia tersenyum tipis. "Oops ... hampir saja!" ucap Kai lirih diikuti tawanya. Elodie yang kaget saat tahu itu adalah Kai. Gadis itu cepat meletakkan pisau di tangannya. Ia menelan ludah saat Kai berjalan mendekat. Ia berdiri di hadapan Elodie dan menatap makanan yang tertata di meja makan. "Apa kau punya telepati denganku? Tahu saja kalau aku sedang lapar," ujar Kai langsung meraih piring dan sendok di yang sudah Elodie siapkan. Gadis itu tersenyum tipis, perasaannya berubah menjadi senang. Ia menatap Kai yang kini duduk di hadapannya menatap masakan-masakan sederhana yang Elodie buat. Namun, entah seperti apa rasanya. "Emm ... aku tidak bisa memasak yang enak," cicit gadis itu. "Tapi, tadi aku s

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 327. S2. Obat yang Sesungguhnya Elodie Butuhkan, Adalah Kai

    Elodie membuka kedua matanya perlahan, gadis itu tersentak saat menyadari ia tidak berada di kamar miliknya. Gadis cantik itu langsung bangun dan ia memegangi keningnya. Kepalanya terasa sangat pusing tiba-tiba. "Sudah bangun?" Suara bariton itu membuat Elodie menoleh. Tampak Kai baru saja masuk ke dalam kamarnya, laki-laki itu kini memakai kemeja berwarna biru langit dan celana bahan hitam. "Aku tidur berapa lama?" tanya Elodie lirih. "Sejak pukul delapan, sampai pukul satu," jawab Kai tersenyum. "Oh ... maaf," cicit Elodie sambil mengusap pipinya. "Tidak apa-apa. Kau pasti setiap malam susah tidur, kan?" Kai mendekatinya dan mengusap pucuk kepala Elodie. Gadis itu terdiam dengan kepala tertunduk. Elodie mencekal lengan Kai saat laki-laki itu hendak pergi. Kai menatapnya dengan hangat dan dalam. "Kakak mau ke rumah sakit?" tanyanya. "Heem. Hari ini aku shift siang sampai nanti jam delapan malam. Kenapa, hm?" Kai kini duduk di tepi ranjang di samping Elodie. Gadis itu mengg

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 326. S2. Gadisku Sayang, Gadisku yang Malang

    Kai mengajak Elodie pulang ke apartemennya. Sepanjang perjalanan, gadis itu diam dan menangis tidak merespon apapun yang Kai tanyakan padanya. Sesampainya di apartemen milik Kai, Elodie duduk di sofa dengan kepala tertunduk. Jemarinya tangannya meremas rok sekolahnya hingga kukunya tampak memutih. Kai menghela napas dan menekuk kedua lututnya di hadapan Elodie dan mengelus lembut pipi Elodie yang basah. "Sudah, jangan menangis," ucap Kai dengan sangat lembut. Elodie menahan untuk tidak menangis, namun tidak bisa. Gadis itu menatap Kai dengan penuh kelukaan sebelum Kai mendekat dan mendekap Elodie dengan erat. Rasa sedih dan pedih yang Elodie rasakan saat ini, seolah terserap oleh Kai. Bagaimana rasa takut dan cemas yang setiap hari menghantuinya kini seperti ikut dirasakan oleh Kai. "Kenapa kau tidak mengatakan hal ini pada Mama dan Papamu, hm?" Kai bertanya dengan sangat lembut, ia menarik Elodie dari pelukannya. Jemari tangannya mengusap pipi Elodie. "Hal seperti ini, jangan d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status