"Nara, ada apa?" tanya Nenek Asia padaku.Aku mengulas senyum tipis."Tidak ada apa- apa, Nek." "Nara, kamu jadi pengasuh ya," tebak Mouren."Benar," jawabku apa adanya."Haha, wanita tidak berpendidikan seperti kamu, pastilah cuma bisa bekerja rendahan seperti ini," cibir Mouren, membuat kedua bola mata Nenek Asia membola."Mouren, sudah cukup! Ayo kita pergi."Sebelum Abimanyu berhasil membuat langkah pergi, Nenek Asia bersuara."Tunggu! Siapa kalian? Berani sekali menghina cucuku," bentak Nenek Asia.Mouren terkejut, mendengar ucapan Nenek, begitu juga dengan Abimanyu."Hei, sejak kapan kak Nara ini punya Nenek? Ibu saja dia tak punya, apalagi Nenek." Mouren berkata sambil tertawa lebar."Sejak dia bertemu dengan saya! Kamu siapa? Jadi merasa berhak berkata seperti itu pada cucuku?""Saya? Saya Mouren, saudara tiri wanita tidak berpendidikan ini," sahut Mouren dengan angkuhnya."Oh, jadi kamu berpendidikan?" tanya Nenek Asia. Nampak Abimanyu menghela napas berkali- kali, terlihat
Bab14"Berjanjilah, bahwa Nenek tidak akan menyinggung Monalisa."Senyum sumringah yang semula terbit di wajah cantik Nenek Asia pun memudar seketika."Aku mencintainya, Nek. Kuharap, Nenek mengerti itu," lanjut pak Angkasa.Malang sekali nasib percintaan lelaki di dekatku ini. Nasib kami seakan sama.Nampak Nenek Asia menarik napas berat."Baiklah, untuk hubungan percintaan kamu, Nenek tidak akan ikut campur. Asalkan, kamu jangan meminta Nenek, untuk bersikap manis kepadanya.""Tidak masalah, aku hanya meminta Nenek, untuk tidak menyinggungnya," jawab pak Angkasa."Kamu, tolong jaga Nenek, aku ingin menemui dokter," lanjut lelaki itu, yang kini mengarahkan perintahnya kepadaku.Aku mengangguk patuh. Nenek pun hanya diam, ketika pak Angkasa pergi.Aku duduk kembali, mendekati brankar Nenek."Nek, boleh Nara bertanya?""Hhhmm, apa?" "Kenapa Nenek tidak menyukai wanita yang bersama dengan pak Angkasa? Nara lihat, dia sangat cantik dan nyaris sempurna ...."Terlihat Nenek Asia menarik n
Bab15Aku pun menurut saja, sesuai permintaan Nenek Asia sebelum pergi. Ia ingin aku dan pak Angkasa, bisa akur."Apa tujuan kamu?" tanya pak Angkasa, ketika mobil telah melaju, meninggalkan parkiran Bandara."Tujuan apa?" tanyaku balik."Tujuan kamu, mendekati Nenek saya? Bahkan, kamu nampak dia istimewakan. Jika tujuan kamu adalah uang, sebutkan nominalnya!!""Astagfirullah. Saya memang bekerja dengan Nenek, demi mendapatkan uang. Tapi saya tidak menerima pemberian uang secara cuma- cuma! Saya tidak serendah itu," jawabku kesal. Enak saja, mentang- mentang punya uang, dia bisa merendahkanku seperti ini."Bukankah itu lebih mudah, kamu dapat uang, tanpa harus melakukan apapun. Yang penting, kamu pergi dari kehidupan kami.""Ingat, Bapak ada perjanjian hitam di atas putih, bersama Nenek Asia," ujarku mengingatkan.Lelaki itu terdiam."Saya bisa saja pergi, sesuai permintaan Bapak, tanpa harus diberi uang. Tapi apakah seperti ini, sikap seorang lelaki di keluarga Tantaka?""Shittt ...
Bab16Aku terkejut luar biasa, ketika guyuran air membasahi wajahku. Aku terbatuk, dan bergegas membuka mata.Kupindai dengan jelas, wajah yang kini menatap tajam ke arahku. "Mama Lida," lirihku. Wanita itu tersenyum menyeringai, mentertawakan keadaanku yang kini tidak berdaya, dengan tangan yang terikat."Apa yang Mama lakukan?" pekikku, menatapnya dengan kesal.Lagi- lagi wanita itu terkekeh.Pandanganku menyapu sekeliling, aku berada di dalam gudang yang lembab dan bau, persis bangunan tua yang tak terawat sama sekali.Dibelakangku ada beberapa orang, yang berdiri tegak, orang- orang yang tadi mencegatku di jalan dan mereka juga yang membawaku kemari, rupanya mereka orang- orang suruhan Mama Lida."Kudengar beberapa hari yang lalu, kamu menyinggung Mouren?" Aku mengernyit. Aku bahkan tidak banyak bersuara, tapi Mama Lida menuduhku yang menyinggung anak perempuannya itu."Kamu rupanya terlalu sombong! Oh iya, usia kamu sudah cukup matang sekarang, sudah saatnya kamu menandatangani
Bab17Di perusahaan, lelaki itu terdiam, sembari memandangi laptop yang ada di hadapannya.Seseorang mengetuk pintu, dan memasuki ruang kerja Angkasa. "Bagaimana? Kamu sudah menemukan keberadaannya?" tanya Angkasa, kepada asistennya yang kini berdiri di hadapannya."Dari rekaman cctv terakhir, Nona Nara di bawa mobil sedan hitam dengan nopol KH.**** ke arah hutan lebat yang ada di pinggiran kota.""Kerahkan anak buahmu! Cari dia sampai ketemu!!" titah Angkasa, kepada asistennya itu."Baik, Pak." Asisten Angkasa yang bernama Willi itu pun undur diri, setelah mendapatkan perintah dari atasannya.Angkasa terdiam, memikirkan semua perbuatannya kepada wanita malang itu. Entah kenapa, dia merasa bersalah sekali, atas kejadian yang tidak dia sengaja tempo hari.Angkasa juga sudah meminta seseorang yang dia percaya, untuk menggali informasi tentang Nara Kamila lebih detail lagi, untuk memastikan asal- usul wanita itu, yang sebelumnya tidak ingin dia ketahui sama sekali.Wanita itu pergi sete
Bab18Wili membawa Nara ke apartemen Angkasa, dan di sana sudah ada dokter yang merupakan teman baik Angkasa menunggu mereka."Bagaimana keadaannya?" tanya Angkasa pada Nency, wanita yang berprofesi sebagai dokter keluarga Angkasa, sekaligus teman baiknya itu."Dehidrasi, dan sepertinya dia cukup syok dengan keadaan. Selebihnya tidak ada yang serius," jelas Nency."Kau yakin?""Kau meragukanku tuan Angkasa?" Nency tersenyum, melihat wajah khawatir lelaki itu."Ah tidak, terimakasih, Nency."Wanita itu pun akhirnya undur diri dari apartemen Angkasa, setelah memberikan resep obat, juga vitamin, yang harus mereka tebus ke Apotek.Wili menceritakan semua yang terjadi di lokasi. Tangan Angkasa mengepal kuat, ketika mendengar semua penjelasan dari Wili.Melihat wajah lebam Nara, Angkasa merasa kasihan. Kehidupan yang wanita malang ini jalani, nampaknya begitu berat."Cari tahu perusahaan itu lebih dalam lagi," perintah Angkasa."Baik, Pak." Usai mendapat perintah, Wili pun undur diri dari h
Bab19"Ayah, sudah ada kabar belum, mengenai keberadaan Nara saat ini?" tanya Mama Lida, ketika mereka berdua duduk di kursi makan. Mama Lida menyuguhkan kopi hitam kepada suaminya itu."Belum, tumben kamu nanyain tentang Nara," ujar sang suami penasaran.Mama Lida tersenyum tipis."Ayah jangan lupa, rumah dan beberapa aset yang kita miliki, itu masih atas nama Nara Kamila. Sewaktu- waktu, pengacara mendiang sang Ibu Nara, akan menghubungi kita dan menjelaskan tentang hak waris itu. Dan sesuai isi wasiatnya, Nara akan mendapatkan semua aset itu, ketika usianya telah mencapai 25 tahun. Dan kini usia Nara, sudah mendekati itu ...."Baskoro terdiam, mendengar penjelasan Mama Lida."Memangnya Ayah mau, warisan aset itu, jatuh ke tangan Nara? Enak dong nanti suaminya, tinggal menikmati semua itu. Sedangkan kita sebagai pengelolanya selama ini, akan dapat apa?"Mama Lida mencuci otak Baskoro. Wanita itu selalu pandai dalam berbicara, hingga membuat Baskoro begitu yakin, dengan segala ucapa
Bab20Angkasa mendekati Nara. Namun wanita itu bereaksi cepat, memundurkan dirinya."Yang terjadi itu murni ketidaksengajaan! Saya tidak berniat buruk sama sekali. Sebagai laki- laki, saya bukan seorang yang pengecut, lari dari tanggung jawab. Saya tahu, kamu dalam masalah ini adalah korban. Dari itu, terimalah ini, sebagai bentuk tanggung jawab saya," ucap Angkasa, sambil menyodorkan sebuah cek kepada Nara."Seorang yang tidak memiliki keluarga, tidak memiliki apapun dalam hidup, itu jelas sangat membantu kamu," lanjutnya, membuat hati Nara semakin terasa sakit."Setidaknya milikilah hati yang baik. Anda pikir dengan uang, keperawanan saya akan kembali? Jika keluarga saya adalah penyakit di hidup saya, maka anda adalah racun!!"Angkasa terdiam."Belasan hingga puluhan tahun saya menjaga diri dengan baik, berharap layaknya wanita lainnya, memberikan semua itu hanya kepada suaminya. Tapi karena kegilaan dan kecerobohan anda! Saya kehilangan mahkota kebanggan saya. Hanya itu yang saya p