Share

Bab 5

Author: Susan Satya
Fendra bereaksi sejenak, lalu segera menjawab, "Nyonya Kamari sudah keluar, katanya ada janji dengan seseorang."

Dhaksa refleks bertanya, "Dyah?"

Fendra menggeleng. "Kali ini dengan Nona Laksmi. Sepertinya Nyonya Kamari benar-benar tidak ingin berhubungan lagi dengan Keluarga Wasya. Kemarin dia bahkan sudah berpesan pada penjaga gerbang, mulai sekarang jangan pernah izinkan Nona Dyah menginjakkan kaki ke kediaman kerajaan, walau hanya setapak."

Gerakan Dhaksa yang semula sedang memijat lehernya, langsung terhenti.

Dulu mereka berdua adalah saudari yang begitu akrab, benarkah sekarang hubungan itu sudah benar-benar berakhir?

Hanya karena dia curiga Dyah dan dirinya ada hubungan?

"Yakin itu perkataan langsung dari mulut Nyonya Kamari?"

Fendra diam-diam mengangguk.

Kamari memang sudah keluar sejak pagi, karena ada urusan penting yang harus dilakukan.

Dia membuat janji dengan Laksmi.

Anak panah sudah melesat cukup jauh, kini saatnya menambahkan bara api.

Kabar angin yang sebelumnya tersebar tidak memiliki bukti kuat, membuat nama buruk itu tetap melekat pada Laksmi.

Bagi seorang gadis yang belum menikah, hal itu benar-benar merusak nama baik.

Meskipun Keluarga Mandalapati tidak menampakkan apa-apa di permukaan, mereka pasti menyimpan kebencian di balik layar.

Kamari pun mengirim hadiah besar ke Kediaman Adipati Rakai, lalu mengundang Laksmi untuk bertemu.

Tempatnya, dipilih di rumah makan paling megah di ibu kota.

Begitu tirai ruang khusus itu diangkat, ruangan menjadi terang dan terbuka dari segala sisi.

Orang-orang yang berlalu-lalang di jalan bisa dengan jelas melihat siapa yang duduk di dalam. Tokoh utama dari semua gosip yang sedang mengguncang ibu kota.

Kamari mengangkat cangkir teh, berdiri, lalu memberi salam dengan penuh hormat.

"Nona Laksmi, terima kasih sudah bersedia datang."

Laksmi berdiri dan menerima cangkir itu, raut wajahnya tampak sedikit kaku.

"Harusnya aku yang berterima kasih padamu..."

Kamari tidak terkejut.

"Apakah orang yang menaruh racun sudah ditemukan?"

Mengingat ucapan Kamari sebelumnya, Laksmi langsung memerintahkan penyelidikan setelah kembali.

Benar saja, mereka menemukan serbuk racun halus di kue kesukaannya.

Bukan racun yang langsung mematikan, tetapi bila dimakan terus-menerus selama sembilan hari, akan menyebabkan gagal jantung dan berujung pada kematian.

Laksmi mengangguk, teringat kembali dan merasa merinding.

"Seorang pelayan dapur langsung bunuh diri di tempat, sehingga tidak ada lagi petunjuk. Aku tidak pernah menyinggung siapa pun. Sungguh tidak tahu siapa yang membenciku sampai sebegitu rupa!"

Menggali ingatan dari kehidupan sebelumnya, Kamari dengan sengaja menuntun arah pikirannya.

"Tidak selalu karena kaMu menyinggung orang. Bisa jadi karena kamu menghalangi jalan mereka."

Laksmi tampak bingung. "Tapi keluarga kami selalu rukun. ketiga kakakku memperlakukanku dengan baik, ayahku hanya menikahi ibuku tanpa selir, jadi tidak ada perebutan kasih sayang. Aku sungguh tidak bisa memikirkan siapa yang terhalang olehku. Jangan-jangan..."

Tiba-tiba sebuah pikiran melintas di kepalanya, membuat Laksmi terkejut sampai menarik napas dingin.

Tubuhnya sedikit condong ke depan, suaranya menurun.

"Jangan-jangan ini karena Kaisar sudah menetapkan aku sebagai calon istri Pangeran Pertama?"

Kamari bergumam dalam hati, ‘tidak bodoh juga’.

Di kehidupan sebelumnya, setelah Laksmi meninggal, posisi sebagai istri Pangeran Pertama jatuh ke tangan putri kedua Keluarga Wasya, Naura Wasya.

Ketika Pangeran Pertama akhirnya naik takhta, Keluarga Wasya ikut terangkat tinggi dan sempat berjaya tanpa tanding.

Bahkan, bukti kejahatan Keluarga Pradikta kala itu, sebenarnya adalah rekayasa Keluarga Wasya.

Kamari menampilkan ekspresi pura-pura terkejut.

"Kalau memang begitu, bisa diselidiki keluarga mana yang memiliki putri seusia dan belum menikah, lalu sering berhubungan dekat dengan kediaman Pangeran Pertama."

Kamari tidak berani berbicara terlalu jelas, takut jika terlalu banyak bicara Laksmi malah mengira dirinya sedang memancing untuk dijadikan alat balas dendam.

Laksmi mengangguk, lalu menatap Kamari.

"Nyonya Kamari, bolehkah aku tahu bagaimana kamu mengetahui ada orang yang ingin mencelakaiku?"

Kamari sudah menyiapkan jawabannya.

"Karena kemarin aku melihat Nona Laksmi tampak lesu. Kulitmu juga pucat kekuningan. Itu tidak seperti gejala sakit biasa, tapi lebih mirip keracunan. Tidak disangka tebakanku benar."

Laksmi tampak heran. "Nyonya Kamari mengerti ilmu pengobatan?"

Kamari bersandar santai ke kursi, lalu tersenyum tenang.

"Dulu aku pernah ikut Ayah dan Ibu ke perbatasan. Di sana aku berkenalan dengan seorang tabib keliling. Dari dia aku belajar sedikit. Aku bukan hanya bisa melihat kalau Nona Laksmi keracunan, tapi juga bisa mengobati tubuhmu yang lemah. Jika kamu percaya padaku, boleh dicoba."

Sebelum dia menyeberang ke dunia ini, Kamari adalah doktor termuda dalam bidang pengobatan tradisional di seluruh negeri.

Masalah seperti ini, baginya hanyalah perkara kecil.

Tubuh lemah telah menyiksa Laksmi selama bertahun-tahun, membuatnya menderita.

Setelah kejadian kemarin, rasa percaya terhadap Kamari pun bertambah.

Keduanya kemudian berbincang dengan akrab, Laksmi mencatat baik-baik setiap hal yang disampaikan Kamari.

Saat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba terdengar kegaduhan dari luar pintu.

Sekelompok pemabuk yang saling merangkul dan berpegangan, berisik sambil saling tarik-menarik, lalu berdesakan masuk lewat pintu.

Begitu melihat empat perempuan di dalam ruangan, sorot mata mereka langsung berubah liar.

"Lihat! Itu dia istri Panglima Perang yang tak berguna! Kalau bukan karena dia ikut campur, aku sekarang pasti sudah jadi jenderal! Hari ini biar kalian tahu, siapa pun yang berani menyinggungku, hanya akan berakhir dengan penderitaan!"

Selain Laksmi yang masih bisa menahan diri, Sari dan pelayan muda dari Keluarga Mandalapati langsung pucat pasi ketakutan.

Kamari pelan-pelan menggeliatkan pergelangan tangannya.

Arsen telah lama mengidamkan Kamari, bukan hanya sehari dua hari.

Sekarang, kebencian lama dan dendam baru berpadu, membuatnya ingin segera menaklukkan dia, menyiksanya dengan kejam.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 100

    "Kamu sanggup menghabiskannya?"Kamari mencari meja kosong dan duduk."Masih ada kamu. Melihat perjuanganmu kemarin, jadi ini hadiah dariku."Dhaksa terdiam.Setelah bertahun-tahun menikah, ini pertama kalinya mereka keluar bersama, juga pertama kalinya makan di tempat seperti ini.Dhaksa tidak mengeluarkan uang, hanya menunggu untuk makan.Melihat Kamari begitu akrab memberi instruksi ke pemilik kedai, lebih banyak sup, kurang garam, satu mangkuk jangan diberi daun bawang.Dhaksa yang tidak makan daun bawang merasa diperhatikan, muncul rasa seperti dipelihara dari sikap Kamari.Setelah instruksi selesai, begitu mereka duduk berhadapan, Kamari mulai menyuruhnya lagi."Waktu lewat tadi, di persimpangan ada yang jual roti, belikan satu untukku."Dhaksa duduk diam."Dua mangkuk untukmu, aku cukup satu mangkuk."Kamari menggeleng. "Awalnya memang tidak berniat memberi dua mangkuk. Aku sendiri belum cukup kenyang."Dhaksa kembali menatap tubuh kecilnya, mengangkat alis."Kamu sudah capek be

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 99

    Seseorang segera mengenali mereka.Ini adalah istri Panglima Perang yang tadi malam di depan umum menghamburkan lima ratus tahil untuk memanggil pria penghibur.Bersama Panglima Perang yang kabarnya tidak bisa.Kini melihat keduanya turun dari kapal bersama-sama, bahkan masih berpegangan tangan.Panglima Perang jelas bukan datang untuk menangkap perselingkuhan.Orang-orang yang berdiri dekat memperhatikan lebih teliti.Astaga, di leher keduanya ada bekas merah memalukan yang sama.Ini pria penghibur yang dipanggil istri Panglima Perang? Jangan-jangan… itu Panglima Perang sendiri?Di belakang kapal, sebuah jendela kamar terbuka sedikit.Laksmi menatap punggung keduanya turun dari kapal, mendapat kabar pertama secara langsung."Kak Rangga… Kak Rangga, Panglima Perang sebenarnya bisa atau tidak?"Rangga menundukkan kepala, sibuk memainkan benda baru yang baru saja dikirim Dhaksa.Sebuah belati besi misterius yang bisa menembus besi seperti tanah liat.Bahan pembuatnya sangat langka. Di du

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 98

    Kamari menopang dagu, menatap siluet di sudut ruangan, matanya tersenyum penuh arti."Tapi, aku suka. Siapa suruh kamu tampan. Orang tampan bisa dimaafkan segalanya. Malam panjang ini, bagaimana kalau kamu mainkan sebuah pertunjukan untuk membuatku senang?"Uang sebanyak itu sayang kalau terbuang, menampilkan dua pertunjukan juga tidak masalah.Setelah Kamari berbicara, dia merasakan aura dari arah lawan menjadi lebih dingin.Orang di seberang tetap tidak berkata apa-apa.Dia menghela napas tipis, aroma familier ambergris perlahan menyebar di udara.Hati Kamari langsung terasa sesak. Bahkan orang yang lambat sekalipun pasti bisa merasakan ada yang tak beres."Siapa kamu?"Udara tiba-tiba hening, suasana seolah membeku."Nyonya Kamari ingin melihat pertunjukan apa, biar aku menampilkannya untukmu,"Suara yang familier tiba-tiba terdengar, membuat hati Kamari serasa naik ke tenggorokan.Tiba-tiba, cahaya melintas di depan mata, sebuah wajah hitam yang familier muncul di pandangan.Dia ti

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 97

    Kamari menjawab dengan samar, sementara wajah Laksmi penuh dengan semangat seperti baru saja mendapatkan gosip paling segar."Berarti kamu terlalu bernafsu, dong."Ucapan Laksmi selalu mengejutkan dan tak pernah biasa.Kamari tidak menduganya sama sekali, sampai rahangnya hampir jatuh.Seorang gadis yang bahkan belum menikah, kenapa bisa tahu sejauh ini?Laksmi mengira dirinya benar, lalu mulai dengan wajah serius memberi nasihat."Kakak iparku yang kedua pernah bilang, wanita tidak boleh mengorbankan diri demi pria. Coba lihat yang nomor 37, pendek dan hitam, lebih baik yang nomor 38, tinggi dan gagah. Bagaimana kalau kita tukar saja, dijamin kamu tidak akan sia-sia datang hari ini."Kamari…Dia menduga, seluruh Keluarga Mandalapati pasti berasal dari dunia lain.Kalau tidak, kenapa pemikiran mereka begitu maju?Laksmi benar-benar total dalam menjalankan rencananya. Jauh-jauh hari dia sudah menyewa sebuah kapal pesiar mewah di parit kota.Kapal itu panjangnya belasan meter, dua lantai

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 96

    Dia ternyata juga ikut serta, jangan-jangan Panglima Perang tidak bisa!Kamari sedang berpuas diri dengan kepintaran kecilnya, tiba-tiba merasa punggungnya dingin, seolah ada seseorang yang sedang menatapnya.Namun, di tempat yang penuh sesak ini, dia tidak menaruh perhatian, hanya mengira itu hembusan angin dingin.Tidak jauh dari sana, di lantai atas sebuah paviliun restoran yang tertutup tirai.Orang-orang yang menonton ramai berdiskusi."Panglima Perang terlihat gagah perkasa, tidak seperti orang yang tidak bisa.""Ah, itu karena kamu tidak mengerti. Urusan pria tidak ada hubungannya dengan penampilan, itu bisa jadi penyakit dalam, mungkin juga akibat luka di medan perang.""Pantas saja temperamen Nyonya Kamari kurang bagus, pasti karena urusan ranjang tidak terpenuhi. Itu salah Panglima Perang.""Benar sekali, wanita yang puas biasanya lembut bagai air. Kalau terus menahan diri siapa yang bisa tetap bahagia?""Kalau memang akibat luka di medan perang, kita tidak boleh mendiskrimin

  • Nyonya, Sang Panglima Perang Menyesal   Bab 95

    Tak heran orang-orang senang mengambil jalan pintas, karena godaan jalan pintas tak ada yang bisa menandingi.Sedang mengagumi itu, tiba-tiba terdengar seseorang berteriak."Laksmi, putri sah Kediaman Adipati Rakai, taruhan nomor 38, seratus emas."Kamari terkejut, pupil matanya seakan bergetar, lalu dengan cepat menoleh ke arah suara.Di lantai dua restoran di samping, Laksmi dengan anggun bersandar pada pagar, menatap ke bawah.Dia mengenakan pakaian merah yang sengaja menonjolkan pesonanya, berkilau di bawah cahaya yang bergoyang dari lampu Fendra, sangat memikat mata.Tiba-tiba, ketegangan bukan hanya mencapai titik mendidih, tetapi seluruh situasi seolah siap meledak.Sebagian besar orang di tempat itu hanyalah penonton. Ada beberapa pemuda bangsawan dengan selera aneh, ada juga wanita kaya dari keluarga terpandang.Meskipun masyarakat Kerajaan Paramarta cukup terbuka, seorang gadis dari keluarga terhormat tetap harus memikirkan reputasinya saat menikah.Paling-paling mereka datan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status