Share

Sakit

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2024-10-09 21:41:51

“Suri, saya harus jujur padamu. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kamu memiliki tumor di dalam hidungmu. Tumor ini cukup berbahaya, dan harus segera diangkat melalui pembedahan,” ucap Dokter Adrian setelah Suri duduk di hadapannya.

“Jika dibiarkan terlalu lama, tumor ini dapat berubah menjadi ganas dan bisa mengancam nyawamu.”

Deg!

Suri merasa napasnya tercekat.

Selama ini ia sudah terbiasa dengan penderitaan fisik dan emosional, tetapi kabar ini membuat semua masalah lain tampak kecil.

“Kita perlu segera menjadwalkan operasi, Suri,” kata dokter Adrian. “Apakah kamu perlu membicarakan ini dengan suamimu?”

Mendengar pertanyaan itu, Suri merasa hatinya semakin berat.

Apa Romeo peduli? Selama ini, dalam rumah tangganya ia berdiri sendirian. Keberadaan Romeo di sisinya lebih seperti bayangan daripada kenyataan. Terlebih, Diva sudah kembali.

Tidak ada tempat untuknya.

“Tidak, Dok. Saya tidak perlu izin dari siapapun,” jawab Suri berusaha tegar.

Dokter Adrian memandang Suri dengan tatapan heran. “Apakah kamu yakin? Ini keputusan besar, dan kamu tidak perlu menanggungnya sendirian.”

“Saya yakin, Dok. Saya akan menjalani operasi itu.”

Dokter Adrian tampak terkesan dengan keberanian yang ditunjukkan Suri. “Baiklah. Saya akan menjadwalkan operasi dalam dua hari ke depan. Saya akan memastikan kamu mendapatkan perawatan terbaik.”

Suri mengangguk pelan sebelum meninggalkan ruangan itu. 

Dua hari lagi.

Dalam dua hari, hidupnya bisa berubah—atau mungkin akan berakhir.

Dalam perjalanan pulang, Suri duduk terdiam di kursi belakang taksi.

Jalanan terasa panjang dan sepi, persis seperti hidupnya sekarang.

Tangis yang dia tahan, akhirnya luruh juga.

Mengapa hidupnya menjadi seperti ini?

Pikirannya dipenuhi kecemasan tentang tumor di hidungnya yang harus segera dioperasi sembari memandang keluar jendela.

Mencari jawaban atas semua pertanyaan yang terus bergema di kepalanya.

Drrrt!

Tiba-tiba, ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Suri lantas mengerutkan kening melihat pesan dari pengirim yang nomornya tak dikenal. 

Hanya saja, rasa penasaran membuatnya membuka pesan yang ternyata membuat matanya terbelalak.

Di layar terpampang foto-foto Romeo yang tertidur di samping Diva, di atas ranjang yang tidak ia kenali—mungkin di apartemen wanita itu? 

Romeo tertidur lelap, sementara Diva terlihat mengenakan baju tidur yang tipis dan nyaris terbuka. 

Sungguh, pemandangan itu seperti mimpi buruk yang tak bisa ia hindari.

Hatinya bahkan seperti dihantam palu berkali-kali. Bahkan, air mata mengalir lebih deras dari mata Suri.

Lelucon macam apa ini?

Saat ia sedang menghadapi ancaman tumor dan harus segera menjalani operasi, suaminya justru asyik meniduri wanita lain?

‘Sudah cukup. Aku harus berhenti berharap pada sesuatu yang tidak akan pernah jadi milikku,’ gumam Suri sembari menyeka air matanya. 

Setelah perjalanan yang terasa panjang, akhirnya taksi berhenti di depan mansion. Suri menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum melangkahkan kakinya. Namun, begitu ia masuk, suasana di dalam mansion berubah mencekam.

"Kenapa tidak ada kudapan untuk tea time kami? Apa kamu lupa tugasmu di keluarga ini? Keluyuran tidak jelas dan meninggalkan tanggung jawab!" bentak sang mertua tanpa basa-basi.

Aira, yang selalu siap mendukung ibunya, ikut menimpali. "Kamu memang istri yang tidak berguna. Mengurus itu saja, tidak becus.”

Rasa dingin seketika menjalari tulang punggung Suri.

Setelah menerima kabar buruk tentang kesehatannya, ia tak mampu lagi menahan kemarahan yang selama ini terpendam.

Padahal, mereka jelas tahu dirinya izin pergi ke rumah sakit!

"Dengar," kata Suri dengan nada suara yang lebih tegas dari biasanya. "Mulai sekarang, aku tidakakan memasak untuk kalian. Kalian bisa menyuruh pelayan, atau buat sendiri."

Seketika suasana di ruang tamu hening.

Mertua dan adik iparnya itu terkejut dengan keberanian Suri.

Biasanya, wanita ini akan menunduk, meminta maaf, dan patuh pada semua permintaan mereka. Mengapa sekarang Suri berani membangkang perintah mereka?

"Apa?" Ibu mertuanya membelalak marah. "Beraninya kamu bicara seperti itu padaku!"

Tanpa menunggu jawaban, Suri berbalik dan melangkah menuju ke kamarnya. Namun, Aira berdiri menghadangnya dengan wajah memerah."Kamu pikir kamu siapa, hah? Minta maaf sekarang pada Mama, atau kamu akan ditendang keluar dari sini oleh Kak Romeo!"

Suri menatap iparnya itu dengan tenang. "Aku tidak merasa bersalah. Kalian yang selama ini membentak dan merendahkanku, seharusnya kalian yang minta maaf. Dan kamu tidak perlu khawatir, Aira, aku akan segera meninggalkan mansion ini dengan senang hati.”

Aira, yang tak pernah mendengar Suri berbicara seperti itu, kehilangan kendali. Ia mengangkat tangannya, hendak melayangkan tamparan keras ke wajah adik iparnya itu. Namun, Suri menangkap tangan Aira di udara, menahan pukulan yang akan menghantam pipinya.

"Jangan pernah lakukan itu lagi, atau aku akan menuntutmu atas tindakan penganiayaan," kata Suri dengan suara rendah, tetapi penuh ancaman.

Aira tercengang, tak bisa berkata apa-apa.

Di sisi lain, sang mertua yang melihat kejadian itu pun tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ada perubahan besar dalam diri menantunya yang cacat itu. Suri biasanya lemah dan patuh, tapi kini menunjukkan perlawanan.

Tak peduli dengan reaksi mereka, Suri menghempaskan tangan Aira, lalu melangkah ke kamarnya tanpa menoleh. Begitu pintu kamar tertutup di belakangnya, air mata Suri kembali mengalir. Kali ini, bukan karena kesedihan, melainkan karena ia berhasil memperjuangkan keadilan untuk dirinya sendiri.

Sambil menghela napas, Suri mengambil ponselnya dari dalam tas. Jari-jarinya langsung mengetik nomor Tuan Josua, pengacara sekaligus sahabat lama mendiang ayahnya. Setelah dering ketiga, suara berat Tuan Josua terdengar di ujung sana.

"Suri, bagaimana kabarmu?" sapa Tuan Josua penuh perhatian.

"Paman, saya butuh bantuan," suara Suri terdengar bergetar. "Saya ingin bercerai dari Romeo Albantara."

Hening sesaat. Tuan Josua tampak terkejut di seberang telepon. "Cerai? Apa kamu yakin, Suri? Ini keputusan besar."

Suri mengangguk, meskipun ia tahu Tuan Josua tidak bisa melihatnya. "Saya sudah memikirkannya, Paman. Romeo akan menikah lagi dengan wanita lain. Saya tidak bisa terus hidup seperti ini."

Tuan Josua terdiam, mungkin menyadari betapa mendesaknya situasi yang dialami Suri. Tanpa banyak bertanya lagi, ia segera memenuhi permintaan dari putri sahabatnya itu.

"Baiklah, aku akan mengurusnya. Hari ini juga, akan kuberikan berkas perceraian, supaya kamu dan Romeo bisa menandatanganinya."

"Terima kasih, Paman," jawab Suri dengan napas lega yang bercampur keputusasaan.

Usai menutup telepon, Suri dapat mendengar teriakan kesal ibu mertua dan iparnya itu.

Namun, tidak ia pedulikan sama sekali dan memilih untuk terus berada di kamar!

Bahkan saat mobil hitam mewah milik sang suami terparkir di halaman, Suri enggan menyambutnya–tidak seperti biasanya. "Mari, akhiri ini semua."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Masayu Yulia
ceritanya sangat menarik
goodnovel comment avatar
Anisa Putri
cerita yang sangat sedih dan romantis
goodnovel comment avatar
Hendra 03
ceritanya sangat sedih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Saling Menggenggam dalam Cinta (THE END)

    Tiga hari terakhir di vila menjelma bak momen bulan madu bagi Jevandro dan Serin. Mereka tidak hanya berbagi perasaan, tetapi juga napas, tawa, dan keintiman yang menyatu dalam kelembutan. Mereka menebus malam-malam yang sempat terlewat tanpa pelukan, dan menjahit kembali kisah cinta yang pernah robek oleh kesalahpahaman.Jevandro menjelma menjadi sosok suami yang bahkan lebih dari ekspektasi Serin. Ia bangun lebih pagi, menyiapkan makanan bergizi untuk istrinya, dan kerap kali menempelkan telinga ke perut Serin, seakan ingin mendengar bisikan sang buah hati. Ke mana pun Serin melangkah, tangan Jevandro tak pernah jauh darinya. Jika Serin melirik ke jendela, Jevandro telah berdiri di belakangnya, memeluknya dengan bisikan-bisikan cinta. Ia memperlakukan Serin seperti bunga langka yang harus dirawat dengan penuh kehati-hatian.Ketika mereka kembali ke apartemen, cinta Jevandro tak luntur sedikit pun. Bahkan di tengah hiruk-pikuk persiapan resepsi pernikahan Jeandra, Jevandro tetap memp

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Mengikat Janji untuk Kedua Kali

    Jevandro menatap Serin tanpa berkedip, menanti keajaiban kecil yang akan mengubah segalanya. Ia mengamati wajah sang istri yang berselimut ragu, matanya seperti mencari jawaban dari dalam dirinya sendiri. Namun perlahan, sangat perlahan, tangan mungil itu terulur ke arah Jevandro. Gerakan yang begitu sederhana, tetapi mampu menumbangkan segala tembok yang sempat membatasi mereka. Senyum Jevandro langsung merekah, mata hazelnya bersinar penuh haru. Ternyata, Serin masih bersedia menyimpan ruang maaf untuknya.Tanpa menunda, Jevandro mengambil cincin dari dalam kotak dan menyematkannya di jari manis Serin. Saat cincin itu tepat berada di tempatnya, Jevandro mengangkat wajah dan memandang Serin. Tangan yang sempat ia lepaskan karena kesalahan, kini ia genggam lagi dengan janji takkan mengulang kesalahan yang sama.“Terima kasih, Serin,” ucap Jevandro dengan suara parau, sarat rasa. “Untuk kesempatan ini... untuk tetap memilihku meski aku tak pantas.”Kemudian, Jevan menyerahkan cincin y

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Pilihan untuk Mencintaimu Lagi

    Penuh kehati-hatian, Serin mengangkat gaun dan sepatu pemberian Jevandro, lantas membawanya masuk ke kamar. Ia membentangkan gaun itu di atas seprai. Jemarinya menyusuri lipit halus pada kain seraya memandangi detail renda yang begitu anggun.Senyum merekah di bibir Serin, senyum yang mengandung sejuta rasa—rasa syukur, ragu, dan rasa yang belum berani disebut sebagai harapan.Tangan Serin beralih mengusap perutnya dengan sentuhan selembut kapas, seakan ingin berbicara langsung pada kehidupan kecil yang tumbuh di sana. Dengan suara rendah, ia berkata penuh perasaan."Sayang... apakah papamu sekarang benar-benar mencintai kita? Apa Mama harus percaya padanya?”Tak ada yang menjawab, selain detik jam yang terus berputar statis.Sejenak, Serin menatap langit-langit, membiarkan pertanyaan itu melayang tanpa tuntutan. Lalu ia menghela napas dan keluar lagi dari kamar.Untuk mengusir kerisauan hatinya, Serin mengambil cello—alat musik yang selama ini menjadi bahasanya sendiri ketika dunia te

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Berusaha Merebut Hatimu

    Jevandro tidak memaksa. Tidak pula mencoba mendekap Serin secara paksa, meski keinginan itu begitu besar dalam dirinya. Ucapannya serupa permohonan lirih, dari seorang pria yang mulai belajar mencintai dan rela untuk menunggu.Serin tetap diam. Ia tak tahu harus menjawab apa—karena yang paling ia takuti, bukan pelukan itu, tetapi betapa ia mungkin tak ingin dilepaskan lagi setelah merasakannya.Setelah beberapa detik keheningan, Jevandro menarik napas dan berkata lirih.“Kalau kamu kedinginan, bilang saja padaku… aku ada di sini.”Hanya itu. Lalu, Jevandro tak bersuara lagi. Ia merebahkan tubuhnya dalam jarak aman, membiarkan ruang di antara mereka tetap terjaga.Di sisi lain, Serin masih memejamkan mata, berusaha mengusir segala keraguan yang tak kunjung reda. Lambat laun, pikirannya tertarik dalam gelombang kantuk yang menenangkan, dan ia pun terlelap.Tidurnya malam itu terasa berbeda. Begitu tenang, seperti tubuhnya terbuai dalam pelukan alam yang penuh kehangatan. Serin tidak b

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Boleh Aku Memelukmu?

    Serin tidak menanggapi pernyataan cinta yang mengalir begitu tulus dari bibir Jevandro. Tak ada kata yang terucap, tak ada sambutan atau bantahan. Meski demikian, dalam kebisuannya, Serin merasakan ada sesuatu yang retak—lapisan tipis pertahanan yang telah ia bangun tinggi-tinggi.Ia goyah. Sebagian hatinya ingin percaya bahwa kata-kata Jevandro bukan hanya rangkaian indah yang lahir dari rasa bersalah. Namun, bagian lain dalam dirinya, yang sudah terlampau sering terluka oleh harapan yang kandas, masih enggan menerima semuanya begitu saja.Cara Jevandro mencintainya selama ini membuatnya bingung, tersesat, dan bertanya-tanya. Ia tak bisa lagi membedakan, apakah dirinya dicintai karena ia adalah Serin, atau karena ia adalah gambaran Liora yang hidup kembali dalam wujud berbeda. Diam adalah perlindungan terakhirnya.Jevandro tak memaksa. Ia menepati janji yang telah ia ucapkan. Pria itu tetap di sisi Serin, tanpa menyentuh, tanpa menuntut, hanya memandangi punggung perempuan yang te

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Beri Aku Kesempatan Sekali Lagi

    “Kamu baik-baik saja. Aku hampir putus asa mencarimu… Tapi ternyata kamu di sini,” bisik Jevandro, suaranya lirih, penuh gejolak yang menumpuk selama berhari-hari. Serin tak mampu berkata-kata. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia melihat pria yang dicintainya itu berdiri di hadapannya dengan wajah kacau.Selangkah demi selangkah, Jevandro terus mendekat hingga jarak antara mereka terpangkas seluruhnya. Kemudian, tanpa sepatah kata pun, lelaki itu menarik Serin ke dalam pelukannya—erat, penuh kegelisahan, seakan ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa perempuan dalam dekapannya bukanlah ilusi semata. Tubuh Serin yang semula hanya terbaring tenang di tempat tidur, kini membeku dalam keheningan. Tangannya tak membalas pelukan, pikirannya membatu, hatinya pun ikut ragu.“Aku sangat merindukanmu,” gumam Jevandro dengan suara parau yang tertahan di tenggorokan, “Maafkan aku, Baby Girl.”Wajah Jevandro menelusup ke lekuk leher istrinya. Sekejap kemudian, kehangatan napasnya menyentuh kulit Serin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status