Share

Perceraian?

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2024-10-10 21:44:41

Suri tertawa miris.

Tepat setelah ia mengatakannya, ia dapat melihat pintu mobil mewah milik suaminya terbuka.

Seperti biasa, Romeo terlihat tampan dengan setelan jas abu-abu tua yang membalut tubuh tegapnya.

Namun, kemejanya sama dengan yang ada di foto yang diterimanya tadi.

Terlebih, ia melihat Romeo berjalan ke sisi lain mobil, membukakan pintu penumpang untuk Diva. Sesuatu yang bahkan tak pernah suaminya itu lakukan selama pernikahan mereka. Mungkin karena wajahnya yang buruk rupa tak menyenangkan dipandang, dibanding Diva yang seorang artis terkenal yang memang rupawan?

Hati Suri kembali berdenyut pedih. Dia juga dapat melihat sang mertua dan ipar menyambut cinta pertama suaminya itu dengan senyuman hangat, seolah mereka baru saja bertemu dengan seorang ratu. 

“Diva, Sayang, kamu semakin cantik saja,” puji wanita paruh baya itu.

Aira, yang selalu suka ikut campur, menambahkan, “Aku tidak sabar untuk makan malam bersamamu, Kak Diva. Aku sudah bilang pada teman-temanku bahwa aku akan berfoto denganmu, dan mereka semua iri padaku.”

Suara mereka yang riuh menyambut Diva seperti gemuruh. Namun, Romeo bahkan tidak mencarinya sama sekali. 

Toktoktok!

Pintu kamarnya tiba-tiba diketuk dari luar, disusul dengan panggilan dari kepala pelayan rumah itu. 

“Nona Suri, Anda dipanggil oleh Nyonya Valerie. Beliau memintamu untuk menghidangkan makanan.”

“Tolong, Nona. Kami diancam untuk dipecat jika Anda tidak turun,” ucapnya lagi.

Tangan Suri mengepal. Rasanya, ia ingin menolak, tetapi wajah takut wanita tua di hadapannya membuatnya tak sanggup. Ia tahu sekali sang mertua begitu kejam. Bisa-bisa dia melimpahkan kekesalannya pada seluruh pelayan di rumah.

Menghela napas, Suri pun keluar dan melakukan kewajiban terakhirnya sebagai menantu malam ini–sebelum dia benar-benar berpisah dari Romeo.

***

“Apa makanannya cukup, Diva? Kalau kurang, tambah saja. Kami punya banyak,” tanya sang mertua di ruang makan. 

Nadanya begitu manis dan tidak pernah didengar Suri selama dua tahun menjadi menantu. Namun, Suri tak peduli lagi. Ia ingin semua ini cepat berakhir.

“Terima kasih, Tante, tapi aku sedang diet. Aku harus menjaga tubuhku untuk syuting film minggu depan,” jawab Diva yang setelahnya mengalihkan perhatiannya pada Suri yang masih berdiri di sudut ruangan. 

“Suri, kenapa kamu hanya berdiri di sana? Duduklah dan makan bersama kami.”

“Ah, tidak perlu. Suri lebih suka makan di kamarnya sendiri. Bukan begitu, Suri?” ujar ibu mertuanya penuh penekanan.

Suri mengangguk. “Iya, saya lebih suka di kamar,” jawabnya lirih, suaranya nyaris tenggelam di antara gemerincing peralatan makan.

Diva seolah tak puas dengan jawaban itu. Dia menoleh ke arah Romeo dan berkata dengan manis, “Kak Romeo, tidak baik membiarkan istrimu makan sendirian. Aku tidak enak hati kalau dia tidak ikut makan bersama kita. Bagaimana kalau kita biarkan Suri duduk bersama kita hari ini?”

Romeo menatap Suri. “Duduklah, Suri.”

Darah Suri terasa berdesir cepat. Duduk bersama mereka? Itu adalah mimpi buruk yang tak pernah ia inginkan. Namun, ia malas berdebat. 

Jadi, Suri mendekati meja dan duduk di kursi paling ujung–jauh dari pandangan Diva dan Romeo.

Hanya saja ketika semua orang kembali fokus pada makanan dan percakapan mereka, Diva kembali menatap Suri. 

“Maaf, Suri, aku takut melihat luka parut di pipimu itu,” celetuknya. “Aku tahu dokter bedah plastik yang sangat bagus, dan bisa memberikan rekomendasinya kepadamu. Segera hilangkan bekas itu, supaya kamu tidak mempermalukan Kak Romeo.”

Suri mengepalkan tangan. Ia tahu Diva tidak benar-benar peduli. Terlihat senyumnya yang mungkin tak diperhatikan oleh yang lain.

Ini hanya semacam permainan untuk menunjukkan betapa dirinya tidak sebanding dengan wanita cantik itu.

“Tidak perlu. Aku–”

“Operasi plastik? Itu hanya akan membuang-buang uang Kak Romeo. Toh, Suri tidak akan berubah cantik. Kak Romeo seharusnya punya istri yang sempurna sepertimu, Kak Diva,” sahut Aira sembari memiringkan bibirnya. 

Kali ini, Suri tidak bisa lagi menahan perasaannya. Semua hinaan dan sindiran, menggores perasaannya yang sudah terluka sejak lama. Seketika, Suri meletakkan sendok dan garpu di atas meja dengan hati-hati, mencoba menenangkan dirinya. 

“Maaf, saya tidak bisa melanjutkan makan,” katanya penuh ketegasan. “Saya permisi ke kamar.”

“Apa kau tak nyaman karena aku?” tanya Diva pura-pura sedih.

Suri menghela napas, terlebih kala sang mertua menghardiknya, keras. “Suri, jaga sopan santunmu!”

Sayangnya, Suri sudah muak. Alih-alih mendengar omelan sang mertua, ia justru menatap mata sang suami dalam. “Romeo Albantara, mari bicarakan perceraian kita setelah kau selesai makan malam,” tegasnya.

Srak!

Dia tidak ingin menitikkan air mata di depan mereka. Jadi tanpa menunggu jawaban dari siapapun, Suri bangkit dari kursi dan berjalan cepat menuju ke kamarnya–menyisakan semua orang yang syok, termasuk Romeo.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Nunavk Nunavk
jadilah kiat, dan buat Romeo menyesal
goodnovel comment avatar
Surna
setuju tinggalkan saja keluarga durjana seperti itu.
goodnovel comment avatar
Ros
Rasain lo Romeo. Skak mat lo… Hrs begt jd perempuan. Suami membw wanita kermh, dan mertua menginginkan se bgi istri. Bagus lah permintaan cerai istri nya..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Saling Menggenggam dalam Cinta (THE END)

    Tiga hari terakhir di vila menjelma bak momen bulan madu bagi Jevandro dan Serin. Mereka tidak hanya berbagi perasaan, tetapi juga napas, tawa, dan keintiman yang menyatu dalam kelembutan. Mereka menebus malam-malam yang sempat terlewat tanpa pelukan, dan menjahit kembali kisah cinta yang pernah robek oleh kesalahpahaman.Jevandro menjelma menjadi sosok suami yang bahkan lebih dari ekspektasi Serin. Ia bangun lebih pagi, menyiapkan makanan bergizi untuk istrinya, dan kerap kali menempelkan telinga ke perut Serin, seakan ingin mendengar bisikan sang buah hati. Ke mana pun Serin melangkah, tangan Jevandro tak pernah jauh darinya. Jika Serin melirik ke jendela, Jevandro telah berdiri di belakangnya, memeluknya dengan bisikan-bisikan cinta. Ia memperlakukan Serin seperti bunga langka yang harus dirawat dengan penuh kehati-hatian.Ketika mereka kembali ke apartemen, cinta Jevandro tak luntur sedikit pun. Bahkan di tengah hiruk-pikuk persiapan resepsi pernikahan Jeandra, Jevandro tetap memp

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Mengikat Janji untuk Kedua Kali

    Jevandro menatap Serin tanpa berkedip, menanti keajaiban kecil yang akan mengubah segalanya. Ia mengamati wajah sang istri yang berselimut ragu, matanya seperti mencari jawaban dari dalam dirinya sendiri. Namun perlahan, sangat perlahan, tangan mungil itu terulur ke arah Jevandro. Gerakan yang begitu sederhana, tetapi mampu menumbangkan segala tembok yang sempat membatasi mereka. Senyum Jevandro langsung merekah, mata hazelnya bersinar penuh haru. Ternyata, Serin masih bersedia menyimpan ruang maaf untuknya.Tanpa menunda, Jevandro mengambil cincin dari dalam kotak dan menyematkannya di jari manis Serin. Saat cincin itu tepat berada di tempatnya, Jevandro mengangkat wajah dan memandang Serin. Tangan yang sempat ia lepaskan karena kesalahan, kini ia genggam lagi dengan janji takkan mengulang kesalahan yang sama.“Terima kasih, Serin,” ucap Jevandro dengan suara parau, sarat rasa. “Untuk kesempatan ini... untuk tetap memilihku meski aku tak pantas.”Kemudian, Jevan menyerahkan cincin y

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Pilihan untuk Mencintaimu Lagi

    Penuh kehati-hatian, Serin mengangkat gaun dan sepatu pemberian Jevandro, lantas membawanya masuk ke kamar. Ia membentangkan gaun itu di atas seprai. Jemarinya menyusuri lipit halus pada kain seraya memandangi detail renda yang begitu anggun.Senyum merekah di bibir Serin, senyum yang mengandung sejuta rasa—rasa syukur, ragu, dan rasa yang belum berani disebut sebagai harapan.Tangan Serin beralih mengusap perutnya dengan sentuhan selembut kapas, seakan ingin berbicara langsung pada kehidupan kecil yang tumbuh di sana. Dengan suara rendah, ia berkata penuh perasaan."Sayang... apakah papamu sekarang benar-benar mencintai kita? Apa Mama harus percaya padanya?”Tak ada yang menjawab, selain detik jam yang terus berputar statis.Sejenak, Serin menatap langit-langit, membiarkan pertanyaan itu melayang tanpa tuntutan. Lalu ia menghela napas dan keluar lagi dari kamar.Untuk mengusir kerisauan hatinya, Serin mengambil cello—alat musik yang selama ini menjadi bahasanya sendiri ketika dunia te

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Berusaha Merebut Hatimu

    Jevandro tidak memaksa. Tidak pula mencoba mendekap Serin secara paksa, meski keinginan itu begitu besar dalam dirinya. Ucapannya serupa permohonan lirih, dari seorang pria yang mulai belajar mencintai dan rela untuk menunggu.Serin tetap diam. Ia tak tahu harus menjawab apa—karena yang paling ia takuti, bukan pelukan itu, tetapi betapa ia mungkin tak ingin dilepaskan lagi setelah merasakannya.Setelah beberapa detik keheningan, Jevandro menarik napas dan berkata lirih.“Kalau kamu kedinginan, bilang saja padaku… aku ada di sini.”Hanya itu. Lalu, Jevandro tak bersuara lagi. Ia merebahkan tubuhnya dalam jarak aman, membiarkan ruang di antara mereka tetap terjaga.Di sisi lain, Serin masih memejamkan mata, berusaha mengusir segala keraguan yang tak kunjung reda. Lambat laun, pikirannya tertarik dalam gelombang kantuk yang menenangkan, dan ia pun terlelap.Tidurnya malam itu terasa berbeda. Begitu tenang, seperti tubuhnya terbuai dalam pelukan alam yang penuh kehangatan. Serin tidak b

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Boleh Aku Memelukmu?

    Serin tidak menanggapi pernyataan cinta yang mengalir begitu tulus dari bibir Jevandro. Tak ada kata yang terucap, tak ada sambutan atau bantahan. Meski demikian, dalam kebisuannya, Serin merasakan ada sesuatu yang retak—lapisan tipis pertahanan yang telah ia bangun tinggi-tinggi.Ia goyah. Sebagian hatinya ingin percaya bahwa kata-kata Jevandro bukan hanya rangkaian indah yang lahir dari rasa bersalah. Namun, bagian lain dalam dirinya, yang sudah terlampau sering terluka oleh harapan yang kandas, masih enggan menerima semuanya begitu saja.Cara Jevandro mencintainya selama ini membuatnya bingung, tersesat, dan bertanya-tanya. Ia tak bisa lagi membedakan, apakah dirinya dicintai karena ia adalah Serin, atau karena ia adalah gambaran Liora yang hidup kembali dalam wujud berbeda. Diam adalah perlindungan terakhirnya.Jevandro tak memaksa. Ia menepati janji yang telah ia ucapkan. Pria itu tetap di sisi Serin, tanpa menyentuh, tanpa menuntut, hanya memandangi punggung perempuan yang te

  • Nyonya, Tuan Presdir Jatuh Cinta Lagi Padamu!   Beri Aku Kesempatan Sekali Lagi

    “Kamu baik-baik saja. Aku hampir putus asa mencarimu… Tapi ternyata kamu di sini,” bisik Jevandro, suaranya lirih, penuh gejolak yang menumpuk selama berhari-hari. Serin tak mampu berkata-kata. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia melihat pria yang dicintainya itu berdiri di hadapannya dengan wajah kacau.Selangkah demi selangkah, Jevandro terus mendekat hingga jarak antara mereka terpangkas seluruhnya. Kemudian, tanpa sepatah kata pun, lelaki itu menarik Serin ke dalam pelukannya—erat, penuh kegelisahan, seakan ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa perempuan dalam dekapannya bukanlah ilusi semata. Tubuh Serin yang semula hanya terbaring tenang di tempat tidur, kini membeku dalam keheningan. Tangannya tak membalas pelukan, pikirannya membatu, hatinya pun ikut ragu.“Aku sangat merindukanmu,” gumam Jevandro dengan suara parau yang tertahan di tenggorokan, “Maafkan aku, Baby Girl.”Wajah Jevandro menelusup ke lekuk leher istrinya. Sekejap kemudian, kehangatan napasnya menyentuh kulit Serin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status