Home / Romansa / OBSESI CINTA TUAN MUDA / Bab 3 Berubah Manis

Share

Bab 3 Berubah Manis

last update Last Updated: 2025-08-27 11:00:42

Aku membalikkan badan. Wanita perebut ayahku, dan juga Maurin, mereka sangat keterlaluan.

“Apa-apaan ini? Kenapa kalian menyiramku?” tanyaku, emosi dibuatnya.

Susan melempar ember kosong ke arahku.

“Kenapa? Mau marah? Dengar baik-baik, Ariana. Andra itu sudah memutuskan memilih Maurin. Jadi, kamu terima saja nasib kamu. Jangan sok-sokan mau menjatuhkan Maurin di hadapan keluarganya, karena bagaimana pun, Maurin jauh lebih sempurna daripada kamu yang buluk ini,” cetus Susan. Menghina fisikku yang tidak sempurna ini.

Memang, ibu tiri yang jahat itu ternyata bukan sekedar hanya ada di negeri dongeng saja. Di dunia nyata pun ada. Aku pun merasakannya. Hingga aku sempat berpikir jika aku mati mungkin lebih baik.

“Aku cuma nanya resep tempe goreng. Katanya pintar masak, masa resep tempe goreng saja tidak tahu. Payah,” ujarku.

“Aw!” Aku memekik kesakitan, saat rambutku dijambak oleh Maurin.

“Dengar, ya! Kau terima saja kekalahanmu. Kau bukan tandinganku,” bisik Maurin.

Aku memberontak, sehingga Maurin melepaskan jambakannya pada rambutku.

Kedua wanita perebut itu keluar dari kamarku. Rasa dingin menyergap seluruh tubuh. Aku terpaksa harus membersihkan kamarku malam-malam begini. Damn! Mereka sangat keterlaluan.

Aku pun tertidur setelah membersihkan kamarku. Membawa luka hati akibat harapan yang tak tercapai. Memang benar, jangan berharap pada manusia, jika kau tidak ingin kecewa.

Keesokan paginya, aku telah berada di kantor. Tak seperti biasanya, rasa malas kini menyergapku. Tidak ada semangat sama sekali.

Beberapa kali aku harus melihat kebersamaan Maurin dan Andra di depan mata. Jelas itu sangat menyakitkan buatku. 

Aaargh! Ingin rasanya aku pergi dari kehidupan ini, dan bereinkarnasi ke tubuh seorang putri raja yang sangat cantik. Memiliki wajah yang tidak cantik, ini merupakan musibah buatku.

“Mau kopi?” tawar seseorang, saat jariku tengah sibuk menari-nari di atas keyboard.

Aku mengangkat kepalaku, melihat siapa yang menawariku kopi.

Oh my God, Jeje si lelaki tampan temannya Andra. Dia tersenyum manis ke arahku? Dia berdiri di luar penyekat tempatku bekerja.

“Oh thanks,” ucapku, seraya mengambil secangkir kopi dari tangannya.

Aku meneguk sedikit kopi itu. Cukup segar, lumayan membuat semangatku bangkit lagi untuk bekerja, walau pun tipis.

Jeje masih berdiri di hadapanku. Tersenyum dengan tatapan tak beralih sedikit pun dari wajahku. Ada apa dengan wajahku? Oh God, jangan bikin aku salah tingkah, Je. Cintaku hanya untuk Andra, walau pun harus kandas.

“Ada apa? Ada yang bisa aku bantu?” tanyaku.

Jeje mengedikan kepalanya, lantas mendekat ke arahku.

“Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu. Apa kamu ada waktu?” tanya Jeje.

Aku mengangkat kedua alisku.

“Bicaralah, pekerjaanku tidak terlalu banyak.”

Jeje semakin mendekat, aroma parfumnya menguar memasuki indra penciumanku.

“Apakah Maurin sudah memiliki pacar?” tanya Jeje.

Oh shit! Aku kira dia mau membicarakan apa. Maurin, Maurin, Maurin! Di belahan dunia ini masih banyak wanita yang lebih cantik daripada Maurin. Kenapa harus wanita itu yang Jeje tanyakan?

“Sudah, dia sudah dilamar,” jawabku, malas untuk berpanjang lebar dengannya.

“Oh, sama siapa? Baru dilamar, kan, belum dinikahi?” tanyanya.

Oh Tuhan … aku benar-benar ingin menghilang saja dari bumi ini. Mendengar nama Maurin, rasanya aku mual, ingin muntah.

“Kau tidak tahu siapa yang melamar Maurin semalam? Payah!” celetukku.

Jeje mengernyitkan dahinya. Apakah dia tersinggung dengan ucapanku? Masa bodoh.

“Tidak, memangnya siapa?” tanya Jeje.

Aku mengangkat kepalaku, menatap lekat ke arah Jeje.

“Andra!”

“Apa?!”

Suara Jeje terdengar lantang. Membuat perhatian orang-orang teralih padanya.

“Oh, sorry!” ucap Jeje pada semua orang.

“Masa, sih? Andra kan pacar kamu, kenapa bisa dia melamar Maurin?” tanya Jeje, suaranya berubah rendah.

“Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Sudah-sudah, aku malas membahasnya. Aku mau lanjut kerja!” usirku.

Jengah rasanya, ingin menghirup udara segar tanpa mendengar nama Maurin yang selalu disebut.

Aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda. Jeje pun pergi dari hadapanku. Cukup bisa bernapas, aku meraup oksigen cukup panjang.

Sore hari aku bersiap untuk pulang. Pemandangan yang menyebalkan. Di parkiran, aku melihat Andra membukakan pintu mobil untuk Maurin? Biasanya aku yang selalu diperlakukan seperti itu.

Hari ini aku terpaksa membawa motor sendiri. Menjadi jomblo … rasanya sangat nano-nano.

“Mun panas … kapanasan. Mun hujan … kahujanan!”

Untuk mengusir rasa bosanku, aku bernyanyi sambil mengemudikan motorku. Sedih, apakah menjadi jomblo karatan sengenes ini?

Setibanya aku di depan rumah, aku langsung memarkirkan motorku. Ada yang aneh. Namun, aku bingung dengan situasi ini.

Melihat kedatanganku, Susan berhambur mendekat. Tersenyum lebar seperti habis mendapatkan lotre. Apakah dia sedang kesurupan?

“Ariana, kamu sudah pulang, Sayang?” sapanya.

Aku mengernyitkan dahiku, ada apa ini? Tidak ada angin, tidak ada hujan, Susan berubah manis padaku? Oh my God, apakah aku sedang bermimpi?

“Ada apa?” tanyaku.

“Tidak apa-apa, sebaiknya kita masuk dulu, yuk! Aku sudah membuatkan makanan lezat buat kamu. Kamu pasti lelah dan lapar, kan?” Susan menarik tanganku ke dalam rumah.

“Kau sehat?” tanyaku.

“Maksud kamu?” tanya Susan.

“Kau … aaaaargh, nggak jadi. Tapi … tunggu-tunggu, kau menaruh racun, ya, ke makanan ini? Kau menginginkanku mati?” Aku berasumsi liar. Aku rasa … jika orang lain berada di posisiku, akan mengira hal yang sama.

“Kau menuduhku? Lihat aku!” 

Susan mencomot sedikit makanan dari piringku lalu memakannya.

“Lihat, aku tidak mati. Aku baik-baik saja!” serunya.

Setelah memastikan keadaan Susan aman. Barulah aku berani menyantapnya. Namun, rasa aneh ini masih menghantui. Kenapa dengan Susan? Apakah dia jatuh dari pohon kencur dan … dia amnesia?

Terdengar pintu dibuka, muncul ayah sambil menenteng sebuah paper bag.

“Ariana, syukurlah kau sudah pulang. Ayah baru saja membeli gaun untuk kamu. Ayah harap kamu suka! Nanti malam kamu pakai, ya! Ibu kamu akan merias kamu secantik mungkin,” imbuh ayah.

Tunggu-tunggu, ada apa ini sebenarnya? Kedua sejoli ini berubah manis padaku? Aku rasa mereka berdua amnesia.

“Tumben, ada acara apa?” tanyaku.

“Kau pakai saja dulu, nanti kami beritahu kamu,” jawab ayah.

Oh, ya … ya … ya! Mereka mau main rahasia-rahasiaan? Oke aku ikuti keinginan mereka.

“Oke!”

Menjelang malam, aku telah mengenakan gaun. Sangat indah, bahkan ini gaun terindah yang aku miliki.

Kini Susan tengah merias wajahku.

“Sudah beres, Bu? Tamu kita sudah datang,” ujar Maurin.

What? Tamu?

“Ada apa ini?” tanyaku tidak mengerti.

Tak ada jawaban sama sekali. Yang ada kedua wanita perebut itu hanya saling melempar senyum.

“Nah, sudah selesai. Kau sangat cantik. Sebaiknya kita keluar, mereka sedang menunggumu!” ajak Susan.

Aku tidak paham, mereka benar-benar main rahasia di belakangku.

Aku dituntun keluar dari kamar. Di ruang tamu, aku melihat sekitar 3 orang tamu laki-laki sedang duduk. Salah satunya ada lelaki muda berparas tampan.

“Nah, ini dia putri kami, Ariana, calon istrimu!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 44 Ciuman Maut

    Aku mengerucutkan bibir beberapa centi. Sementara Galang diam memejamkan mata menunggu aku melakukan apa yang dia inginkan.“Nih udah!” seruku, hanya menempelkan tanganku ke pipinya.“Aku bisa membedakan mana bibir dan mana tangan. Ciumnya bukan di situ, tapi di sini!” tunjuk Galang ke arah bibirnya.Rasa gugup menghampiri, permintaan Galang cukup membuatku malu-malu. Beberapa kali aku pun mendesis. Kenapa Galang harus memberikan syarat seperti itu?“Mana? Kok diam?” tanya Galang.Aku menghembuskan napas kasar. Aku sangat penasaran dengan pembicaraan Galang dengan ayah, aku pun mendekatkan wajahku ke arah Galang.Kini bibir kami saling menempel. Namun, lama kelamaan Galang malah memegangi kepalaku, menekan wajahku semakin kuat, seakan tidak ingin aku lepas darinya.Aku kesulitan bernapas. Namun, aku sangat sulit untuk bergerak. Dengan sisa-sisa tenagaku, aku memukul dadanya, hingga Galang akhirnya menyerah dan melepaskanku.Aku meraup oksigen dalam-dalam, berusaha menetralkan pernapas

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 43 Menggoda

    Aku tersenyum getir, mendengar ucapan ayah yang tiba-tiba tidak merestui pernikahanku dengan Galang. Secepat itu?“Tapi kenapa, Yah? Aku dan Galang saling mencintai. Kami berdua sudah sama-sama merasa cocok, kenapa ayah tiba-tiba menolak pernikahan kami? Apa maksudnya ini?” tanyaku tak habis pikir dengan sikap ayah.Ayah tampak menghembuskan napas kasar.“Tidak apa-apa, cuma feeling ayah, Galang tidak cocok buat kamu,” jawab ayah.Pendapat ayah terdengar ambigu. Aku merasa ada faktor yang menyebabkan ayah seperti itu.Aku melirik sekilas ke arah Galang. Selera makanku seketika hilang.“Aku akan tetap menikahi Ariana!” seru Galang, tampak percaya diri. Aku suka itu.Ayah menatap tajam ke arah Galang.“Dan saya tetap menolak!” sahut ayah masih bersikukuh dengan keinginannya.Tak ada rasa kecewa yang ditunjukkan Galang. Hanya ukiran senyum yang ia perlihatkan pada ayah.“Tidak apa-apa, itu hak Anda. Tapi saya tidak akan pernah melepaskan Ariana begitu saja!” Galang masih bersikukuh. Namu

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 42 Meminta Restu

    Maurin berdiri mematung di ambang pintu, menatapku secara bergantian dengan Galang. Gerah rasanya saat Maurin menatap Galang begitu lama. Senyuman kecil tersungging di bibirnya. Tak heran, aku menduga Maurin tergoda oleh Galang. Jelas, kekasihku sangat tampan, jauh sekali jika disandingkan dengan Andra.“Oh my God, ganteng banget!” gumam Maurin. Namun, aku masih bisa mendengarnya.“Kelamaan!”Aku menerobos masuk ke dalam sambil menarik tangan Galang. Mulut Maurin menganga, mungkin juga terkejut atas kedatangan kami yang sangat tiba-tiba.“Tunggu-tunggu, kau … Ariana, kah?” tanya Maurin, dia berjalan mengekor di belakangku dan Galang.Aku menghentikan langkahku, menoleh kasar ke arahnya.“So, kau pikir aku siapa? Mana ayah?” Maurin membekap mulutnya sendiri. Bukannya menjawab, dia malah terpaku padaku.Aku mendelikkan mata ke atas. Ekspresi yang menyebalkan, sehingga aku tidak ingin berlama-lama menatapnya.Aku dan Galang lanjut melangkah, mencari ayah di ruangan lain.“Ayah!” panggil

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 41 Menemui

    Aku terbelalak, menelan saliva dengan susah payah. Aku merasa ragu dengan ajakan Galang yang sangat tiba-tiba itu. Mungkinkah ayah akan menerima jika aku dan Galang menemuinya?“Kenapa? Apakah kau keberatan?” tanya Galang, saat melihat ekspresiku yang sama sekali tidak antusias ini.Aku menghembuskan napas panjang. Menggelengkan kepala pelan, aku pun menjawab, “Bukan begitu, tapi … aku takut ketemu ayahku!”“Kenapa harus takut? Pria tua yang dijodohkan ayahmu padamu sudah mati. Lantas … apa yang membuatmu takut menemuinya?”Aku membuang wajahku ke arah lain.“Aku takut melihat sikap ayahku yang selalu pilih kasih. Aku takut aku merasa sakit hati lagi. Dia lebih condong pada Maurin, anak tirinya. Padahal aku adalah putri tunggalnya. Tapi kenapa aku yang seolah menjadi anak tiri?” Aku menundukkan kepala. Tak terasa air mata menitik di kedua pipi, aku merasa sedih mengingat perlakuan ayahku.“Ssst! Aku tidak suka kau berbicara seperti itu, Ariana. Ada aku … jika ayahmu tidak menginginkan

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 40 Gagal Unboxing

    Aku terhenyak, aku baru tersadar dari buaian mematikan Galang, spontan aku mendorong tubuhnya dari atasku. Aku meraih selimut demi menutupi tubuhku yang polos. Kami nyaris melakukannya.Galang mengangkat sebelah alisnya, tersirat tanda tanya dari wajahnya.“Kenapa?” tanya Galang.Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Tidak, seharusnya aku tidak boleh melakukan ini. Sebelum terlanjur, aku harus bisa mempertahankan diriku. Aku dan Galang belum menikah. Aku tidak ingin kebanggaanku satu-satunya direnggut olehnya. Walaupun aku mencintainya.“Jangan lakukan ini lagi, kita belum menikah,” jawabku. Aku semakin mempererat cengkraman pada selimut.Galang meraih tanganku. Namun, aku tetap mempertahankan diri supaya Galang tidak sampai bisa membuka selimut ini dan melihat tubuhku yang tanpa menggunakan apa pun lagi.“Kau takut aku menyentuhmu?” tanya Galang.Tubuhku bergetar hebat, ini kali pertama ada lelaki yang melihat tubuhku. Sumpah demi apa pun aku sangat malu. Bahkan aku merasa tak memiliki

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 39 Surga Dunia

    Sebuah video diputar, memperlihatkan adegan mesra yang dilakukan Galang dan juga Sonia. Apa maksudnya? Apakah dia sengaja melakukan ini, demi menyakitiku?Aku segera memalingkan wajah, tak sanggup melihat apa yang dilakukan oleh mereka berdua.“Lihat, Ariana!” paksa Galang.Aku menghembuskan napas kasar. Terpaksa aku menyaksikan video tersebut. Rasa sakit kian membara, saat Galang mencium Sonia. Tak sadar air mataku meluncur bebas membentuk miniatur anak sungai di pipi ini.Hingga di akhir video, aku tidak melihat Galang melakukan hal di luar batas. Dia hanya mencumbu Sonia, dan aku melihat di akhir video tersebut, Sonia tampak kecewa, karena Galang tak kunjung melakukan apa yang ditawarkan oleh Sonia.Galang mengusir Sonia, saat wanita itu tidak berdaya, berharap Galang melakukan hal lebih padanya.“Kau–”“Ya!” potong Galang.Aku menghembuskan napas berat, menatap Galang dengan kesal.“Kau menyakitinya,” lanjutku.“Siapa? Aku? Ada cermin di kamar ini. Kenapa kau menuduhku seperti itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status