Share

Bab 2 Melamar

last update Huling Na-update: 2025-08-27 10:59:32

Apa? Apakah aku salah dengar? Andra melamar Maurin? Aku menggelengkan kepala pelan. Apakah aku sedang bermimpi?

“Kau serius, Andra?” tanya Maurin.

“Iya, kedatangan kami ke sini … aku ingin melamar kamu. Sejak pertama melihat kamu, aku sudah tertarik dan merasa cocok sama kamu. Maaf, aku baru bisa memberanikan diri sekarang,” jawab Andra.

“Tidak, apakah aku salah dengar? Apakah kau bercanda, Andra?” tanyaku.

Andra dan yang lain menoleh ke arahku. Sakit sekali, apakah aku sedang di prank oleh lelaki itu?

“Tidak, Ariana. Kamu tidak salah dengar. Aku memang mau melamar Maurin,” jawab Andra.

“Tapi yang pacaran sama kamu itu aku, bukan Maurin. Kenapa yang dilamar bukan aku?” tanyaku.

Tidak habis pikir, di mana hati Andra. Aku yang selama ini menjadi kekasihnya. Namun, ujung-ujungnya malah … aaargh! Rasanya ingin menghilang saja dari bumi ini.

“Maaf, Ariana. Jujur, kamu salah paham selama ini. Kedekatan kita aku anggap sebagai sahabat. Aku tidak tega berkata jujur, karena kamu terlihat sangat berharap padaku. Maka aku biarkan saja.Tapi sekarang, aku yang akan menentukan hidupku, masa depanku. Aku tidak ingin menyakiti kamu, apalagi menyakiti diriku sendiri. Aku ingin melamar Maurin, dan hidup bersamanya. Aku minta maaf, tidak tegas selama ini sama kamu. Aku harap, kamu bisa menerima apa yang menjadi keputusanku,” ucap Andra.

Air mataku bahkan tidak mendukungku sama sekali. Dia tiba-tiba jatuh menghujani wajahku yang sedang kacau ini. Apakah mungkin, semesta pun tidak akan pernah berpihak padaku? Kenapa, Tuhan? Aku pun ingin bahagia.

“Sudahlah, Ariana. Kamu terima saja apa yang menjadi takdirmu. Kita tidak bisa memaksakan kehendak. Andra hanya ingin bersanding dengan Maurin, bukan kamu,” timpal Susan.

Wanita perebut ayahku itu tampak tersenyum bahagia. Bukan, dia tersenyum puas cenderung mencemooh ke arahku. Apakah dia merasa menang?

Ibarat kata, buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Dan itu nyata, Susan perebut ayahku, dan kini, Maurin, dia pun merebut kekasihku. Sungguh lucu sekali hidupku. Oh tuhan … apakah aku hanya ditakdirkan untuk sendiri?

“Bagaimana, Maurin? Apakah kamu menerima lamaranku?” tanya Andra.

Jujur saja, aku berharap Maurin menolak lamaran itu. Sakit sekali jika membayangkan dia menerimanya.

“I-iya, iya … aku mau. Aku menerima lamaran kamu,” jawab Maurin.

Sudah cukup, hatiku seakan remuk. Ternyata di dunia ini tidak ada laki-laki yang benar-benar tulus menyayangiku. Ayahku pun dia malah terlihat bahagia saat aku menangis seperti ini. Ayah macam apa dia?

Andra mengeluarkan sebuah cincin berlian dari dalam kotak kecil berwarna merah. Sungguh indah jika cincin tersebut tersemat di jari manisku. Namun, sayangnya cincin itu salah alamat.

Tante Lusi, dan Om Thomas, yang sebelumnya telah memperkenalkan diri kepada keluarga Maurin, mereka tampak bahagia dengan diterimanya putra mereka.

“Nah, sebagai perayaan kecil-kecilan, bagaimana kalau kita makan malam bersama. Kami sudah menyiapkan hidangan untuk kita semua,” ajak Susan.

“Baiklah … terima kasih, Bu Susan. Kalian telah repot-repot menjamu kami. Senang sekali kami sebentar lagi akan menjadi besan kalian,” ucap pak Thomas.

“Sama-sama, kami juga sangat senang. Ya sudah, mari!”

Susan dan ayahku berjalan terlebih dahulu menuju ruang makan. Kemudian disusul oleh Andra dan kedua orang tuanya.

“Kau punya kaca, gadis expired?” bisik Maurin, lalu memamerkan jari manisnya.

Benar-benar menyebalkan. Tidak ada satu pun dari mereka yang merasa empati padaku. Ah iya, aku bahkan lupa siapa diriku. Aku kembali menyeka kedua mataku.

Sia-sia sudah aku merias diri dengan heboh.

Aku menyusul mereka ke ruang makan. Kini Andra duduk bersebelahan dengan Maurin. Sementara aku … aku hanya bisa membatin seorang diri.

Andra begitu menikmati masakan yang aku buat. Bahkan kedua orang tuanya.

“Bagaimana masakannya, Andra? Apakah kamu suka?” tanya Susan.

“Ya … ini lezat sekali. Aku sangat menyukainya. Iya kan, Bu, Yah?”

Om Thomas menimpali, “Benar, ini memang sangat enak.”

“Siapa yang masak? Sepertinya kami akan ketagihan dengan makanan ini,” puji tante Lusi.

“Ya … ya … ya, tentu saja aku yang masak,” batinku.

“Wah … syukurlah kalau kalian menyukainya. Tentu saja yang masak adalah Maurin. Dia memang pandai mengolah makanan!” seru Susan.

Ada yang bulat, tapi bukan tekad. Bola mataku membulat, terkejut dengan pengakuan yang tidak benar dari mulut Susan.

Sungguh lancang sekali mulut wanita perebut ayahku itu.

“Wah … sudah cantik, pandai memasak, lagi. Beruntungnya Andra mendapatkan calon istri seperti Maurin,” puji tante Lusi.

Maurin terlihat senyum-senyum bahagia. Cih, ingin rasanya aku lempar kolor bekasku ke arah wajahnya.

Aku berdiam membatin, tanganku mengepal kuat.

“Waw, hebat sekali adikku yang cantik ini. Coba kasih tahu aku resep caranya membuat tempe goreng,” timpalku.

“Uhuk!”

Tiba-tiba Maurin tersedak, aku tersenyum miring melihatnya. Kita buktikan, apakah dia bisa menjawabnya?

“Minum dulu, kamu pelan-pelan makannya,” ujar Andra, bahkan lelaki itu membantu Maurin menyodorkan air minum itu ke dalam mulutnya.

Sumpah, aku kepanasan. Andra menyebalkan, bisa-bisanya dia menyakiti aku dengan terang-terangan seperti ini. Damn!

“Ayok dong, adik cantikku. Katanya jago masak, kasih tahu aku resep tempe goreng, dong!” seruku, aku masih belum puas.

“Ehem … kenapa jadi bahas tempe goreng? Sebaiknya kita makan saja dulu,” timpal Susan.

Aku tahu maksud Susan apa. Pasti dia sedang melindungi image anaknya. Ya Tuhan … dari awal saja dia sudah membohongi calon besan.

“Biarkan saja, sepertinya Ariana juga mau belajar masak sama Maurin. Memang seharusnya … wanita itu bisa masak, kan? Supaya suami betah di rumah, dan nggak jajan di luar,” ucap tante Lusi.

“Nah, benar kata Tante Lusi. Aku juga ingin pandai memasak kayak kamu, Maurin yang cantik … ayok, kasih tahu sekarang. Biar besok aku praktekin,” ujarku.

Susan dan ayah tampak melirik tajam ke arahku. Masa bodoh!

“Em … resep tempe goreng, adalah … jahe, saus tiram dan … cuka,” jawab Maurin.

“What?!”

Aku terkekeh mendengar jawaban Maurin. Tampaknya calon besan Susan tampak aneh dengan jawaban Maurin.

“Ehem … Maurin ini memang suka bercanda. Sudah-sudah, kita lanjut lagi makannya. Tidak baik mengobrol di depan makanan,” cetus Susan.

Selesai makan malam, Andra dan kedua orang tuanya berpamitan untuk pulang.

“Bu Lusi, sering-sering main ke sini, ya. Senang sekali kita bisa bertemu seperti ini,” ucap Susan.

“Baik, Bu Susan. Nanti kalau ada waktu, saya pasti ke sini. Terima kasih atas jamuannya. Kalau begitu, kami pamit!”

Selepas mereka pergi, aku langsung masuk ke dalam kamar, untuk melanjutkan acara sedihku meratapi kekasihku yang melamar adik tiriku. Seperti drama ikan terbang. Namun, ini nyata.

“Aaargh!” teriakku terkejut.

Saat aku berdiri menatap cermin, melihat wajahku yang basah air mata. Kini ditambah tubuhku menjadi basah kuyup.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 44 Ciuman Maut

    Aku mengerucutkan bibir beberapa centi. Sementara Galang diam memejamkan mata menunggu aku melakukan apa yang dia inginkan.“Nih udah!” seruku, hanya menempelkan tanganku ke pipinya.“Aku bisa membedakan mana bibir dan mana tangan. Ciumnya bukan di situ, tapi di sini!” tunjuk Galang ke arah bibirnya.Rasa gugup menghampiri, permintaan Galang cukup membuatku malu-malu. Beberapa kali aku pun mendesis. Kenapa Galang harus memberikan syarat seperti itu?“Mana? Kok diam?” tanya Galang.Aku menghembuskan napas kasar. Aku sangat penasaran dengan pembicaraan Galang dengan ayah, aku pun mendekatkan wajahku ke arah Galang.Kini bibir kami saling menempel. Namun, lama kelamaan Galang malah memegangi kepalaku, menekan wajahku semakin kuat, seakan tidak ingin aku lepas darinya.Aku kesulitan bernapas. Namun, aku sangat sulit untuk bergerak. Dengan sisa-sisa tenagaku, aku memukul dadanya, hingga Galang akhirnya menyerah dan melepaskanku.Aku meraup oksigen dalam-dalam, berusaha menetralkan pernapas

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 43 Menggoda

    Aku tersenyum getir, mendengar ucapan ayah yang tiba-tiba tidak merestui pernikahanku dengan Galang. Secepat itu?“Tapi kenapa, Yah? Aku dan Galang saling mencintai. Kami berdua sudah sama-sama merasa cocok, kenapa ayah tiba-tiba menolak pernikahan kami? Apa maksudnya ini?” tanyaku tak habis pikir dengan sikap ayah.Ayah tampak menghembuskan napas kasar.“Tidak apa-apa, cuma feeling ayah, Galang tidak cocok buat kamu,” jawab ayah.Pendapat ayah terdengar ambigu. Aku merasa ada faktor yang menyebabkan ayah seperti itu.Aku melirik sekilas ke arah Galang. Selera makanku seketika hilang.“Aku akan tetap menikahi Ariana!” seru Galang, tampak percaya diri. Aku suka itu.Ayah menatap tajam ke arah Galang.“Dan saya tetap menolak!” sahut ayah masih bersikukuh dengan keinginannya.Tak ada rasa kecewa yang ditunjukkan Galang. Hanya ukiran senyum yang ia perlihatkan pada ayah.“Tidak apa-apa, itu hak Anda. Tapi saya tidak akan pernah melepaskan Ariana begitu saja!” Galang masih bersikukuh. Namu

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 42 Meminta Restu

    Maurin berdiri mematung di ambang pintu, menatapku secara bergantian dengan Galang. Gerah rasanya saat Maurin menatap Galang begitu lama. Senyuman kecil tersungging di bibirnya. Tak heran, aku menduga Maurin tergoda oleh Galang. Jelas, kekasihku sangat tampan, jauh sekali jika disandingkan dengan Andra.“Oh my God, ganteng banget!” gumam Maurin. Namun, aku masih bisa mendengarnya.“Kelamaan!”Aku menerobos masuk ke dalam sambil menarik tangan Galang. Mulut Maurin menganga, mungkin juga terkejut atas kedatangan kami yang sangat tiba-tiba.“Tunggu-tunggu, kau … Ariana, kah?” tanya Maurin, dia berjalan mengekor di belakangku dan Galang.Aku menghentikan langkahku, menoleh kasar ke arahnya.“So, kau pikir aku siapa? Mana ayah?” Maurin membekap mulutnya sendiri. Bukannya menjawab, dia malah terpaku padaku.Aku mendelikkan mata ke atas. Ekspresi yang menyebalkan, sehingga aku tidak ingin berlama-lama menatapnya.Aku dan Galang lanjut melangkah, mencari ayah di ruangan lain.“Ayah!” panggil

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 41 Menemui

    Aku terbelalak, menelan saliva dengan susah payah. Aku merasa ragu dengan ajakan Galang yang sangat tiba-tiba itu. Mungkinkah ayah akan menerima jika aku dan Galang menemuinya?“Kenapa? Apakah kau keberatan?” tanya Galang, saat melihat ekspresiku yang sama sekali tidak antusias ini.Aku menghembuskan napas panjang. Menggelengkan kepala pelan, aku pun menjawab, “Bukan begitu, tapi … aku takut ketemu ayahku!”“Kenapa harus takut? Pria tua yang dijodohkan ayahmu padamu sudah mati. Lantas … apa yang membuatmu takut menemuinya?”Aku membuang wajahku ke arah lain.“Aku takut melihat sikap ayahku yang selalu pilih kasih. Aku takut aku merasa sakit hati lagi. Dia lebih condong pada Maurin, anak tirinya. Padahal aku adalah putri tunggalnya. Tapi kenapa aku yang seolah menjadi anak tiri?” Aku menundukkan kepala. Tak terasa air mata menitik di kedua pipi, aku merasa sedih mengingat perlakuan ayahku.“Ssst! Aku tidak suka kau berbicara seperti itu, Ariana. Ada aku … jika ayahmu tidak menginginkan

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 40 Gagal Unboxing

    Aku terhenyak, aku baru tersadar dari buaian mematikan Galang, spontan aku mendorong tubuhnya dari atasku. Aku meraih selimut demi menutupi tubuhku yang polos. Kami nyaris melakukannya.Galang mengangkat sebelah alisnya, tersirat tanda tanya dari wajahnya.“Kenapa?” tanya Galang.Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Tidak, seharusnya aku tidak boleh melakukan ini. Sebelum terlanjur, aku harus bisa mempertahankan diriku. Aku dan Galang belum menikah. Aku tidak ingin kebanggaanku satu-satunya direnggut olehnya. Walaupun aku mencintainya.“Jangan lakukan ini lagi, kita belum menikah,” jawabku. Aku semakin mempererat cengkraman pada selimut.Galang meraih tanganku. Namun, aku tetap mempertahankan diri supaya Galang tidak sampai bisa membuka selimut ini dan melihat tubuhku yang tanpa menggunakan apa pun lagi.“Kau takut aku menyentuhmu?” tanya Galang.Tubuhku bergetar hebat, ini kali pertama ada lelaki yang melihat tubuhku. Sumpah demi apa pun aku sangat malu. Bahkan aku merasa tak memiliki

  • OBSESI CINTA TUAN MUDA   Bab 39 Surga Dunia

    Sebuah video diputar, memperlihatkan adegan mesra yang dilakukan Galang dan juga Sonia. Apa maksudnya? Apakah dia sengaja melakukan ini, demi menyakitiku?Aku segera memalingkan wajah, tak sanggup melihat apa yang dilakukan oleh mereka berdua.“Lihat, Ariana!” paksa Galang.Aku menghembuskan napas kasar. Terpaksa aku menyaksikan video tersebut. Rasa sakit kian membara, saat Galang mencium Sonia. Tak sadar air mataku meluncur bebas membentuk miniatur anak sungai di pipi ini.Hingga di akhir video, aku tidak melihat Galang melakukan hal di luar batas. Dia hanya mencumbu Sonia, dan aku melihat di akhir video tersebut, Sonia tampak kecewa, karena Galang tak kunjung melakukan apa yang ditawarkan oleh Sonia.Galang mengusir Sonia, saat wanita itu tidak berdaya, berharap Galang melakukan hal lebih padanya.“Kau–”“Ya!” potong Galang.Aku menghembuskan napas berat, menatap Galang dengan kesal.“Kau menyakitinya,” lanjutku.“Siapa? Aku? Ada cermin di kamar ini. Kenapa kau menuduhku seperti itu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status