"Apa kau juga sejenis vampir? KAU MELUKAI LEHER MULUSKU SIALAN!" Kesal Agatha yang menjauhkan Rohander dari lehernya yang nampak berdarah, karena gigitan kecil Rohander akibat gemas dengan kulit putih mulusnya.
"Rasanya enak." Ucap Rohander yang membuat Agatha menatapnya dengan tatapan tidak percayanya. "Dasar Pria tidak waras, sakit jiwa!" Dengus Agatha seraya megelap darah yang mengalir, bersamaan dengan itu. "Ada apa dengan tatapanmu?" Tanya Agatha yang masih dengan nada kesalnya pada Soraya yang nampak menatapnya dengan tatapan penuh keterkejutan. Diam beberapa saat hingga Soraya tak menyadari jika sang tuan nampak menyeringai padanya, dengan pemikiran penuh dengan rencana gila. Yah... mungkin tatapan itu hanya disadari oleh satu orang Pria, yang diketahui merupakan seorang koki dirumah ini. Dengan tatapan sang tuan, ia yakin jika akan ada pertumpahan darah yang akan terjadi dirumah ini. "Sweatheart..." "Apa?" Agatha mengerutkan keningnya menatap Rohander yang menurunkan nada suaranya, ia sontak menatap Rohander yang nampak menatapnya dengan tatapan penuh arti. Arti yang Agatha tahu, jika Pria didepannya saat ini tengah bernafsu untuk menyentuhnya. Melihat itu, Agatha membuang nafas panjang. Rasanya ia tidak rela jika harus bercin*a dengan Pria yang sama sekali tidak ia cintai, tapi laripun tidak akan membuat semuanya kembali normal. Pria didepannya ini, Rohander Frigo akan terus mengejarnya sejauh manapun ia pergi. "Awas saja jika kau meniduriku sampai pagi!" Ancam Agatha, yang secara langsung memberikan lampu hijau pada Rohander. "Tidak akan." Rohander bangkit dengn Agatha dalam gendongannya, membawa wanita masuk kedalam kamar mewah bernunsa hitam. Dengan aroma mint, khas wangi tubuh Pria itu. Agatha diturunkan Rohander dengan gerakan sangat pelan, membiarkan wanitanya mengekplor kamar yang akan mereka gunakan untuk menghabiskan malam ini. Tangan Agatha menyentuh setiap perabotan lukisan didalam kamar Rohander, bohong jika Agatha tidak terpesona oleh barang-barang Rohander yang diperkirakan bernilai fantastis. Hingga matanya menangkap lukisan, lukisan bergambar gagak hitam yang membawa sebuah pita biru. Deg! Menyadari sesuatu, Agatha sontak membalikkan tubuhnya. Menatap Rohander dengan penuh tanda tanya, atas apa yang baru saja ia lihat dan sadari. "Rohander kau-" "Yes, it's me Sweatheart." Ucap Rohander yang kini memeluk Agatha dari belakang, sejujurnya Rohander cukup senang saat sang pujaan hati tidak melupakan moment pertemuan awal mereka. Sedangkan Agatha malah terbayang awal pertemuan mereka, disaat itu Rohander nampak seperti seorang yang kerena saat menghabisi seekor burung hitam milik salah satu preman digang rumah Agatha waktu itu. Tampang Rohander yang dingin dan kosong, membuat Agatha takut tapi juga penasaran dengan sosok Rohander. Sampai dimana kekagumannya berubah, saat Rohander mengetahui jika Agatha tinggal disamping rumahnya. Rohander tidak suka dengan perempuan, itulah sebabnya Rohander berusaha membunuh Agatha tepat dikamar gadis itu sendiri. Tapi hal mengejutkan terjadi, saat ia merasa Agatha sudah tewas selimutnya, gadis itu dengan tiba-tiba berbisik disampingnya. "Apa dia sudah mati?" Mempertanyakan tentang dirinya sendiri, Rohander pikir Agatha tidak waras. Tapi tepat disaat mata mereka bertabrakan dijarak yang dekat, Rohander menyadari jika Agatha bukan perempuan seperti yang ia pikirkan. Karena itu Rohander berani mengklaim Agatha sebagai miliknya, sebelum akhirnya ia menghilang tanpa jejak. Seolah tak pernah hidup didunia ini, bahkan Agatha yakin jika Rohander hanyalah sosok tidak nyata yang terbentuk dari pemikirannya yang kacau. Tapi siapa sangka, Rohander Pria yang ia cari mati-matian malah muncul dengan cara yang tak terduga di kehidupannya saat ini. Haruskah Agatha tertawa saat ini, Pria yang mati-matian ia hindari. Tak lain dan tak bukan adalah Pria yang mati-matian ia hindari, membuat Agatha berpikir apakah pertemuan mereka adalah takdir? "Sweatheart..." Agatha membalikkan tubuhnya, menghadap Rohander yang masih memeluknya. "Rohander Frigo, nama yang bagus. Sayangnya aku tidak ingin menyandang nama belakangmu." Jujur Agatha yang membuat raut wajah Rohander seketika berubah datar, tidak menyukai perkataan yang baru saja ia dengar. "Orang ternama yang memiliki berbagai koneksi, aku tidak ingin berhubungan dengan orang seperti itu. Apalagi mengetahui fakta tentangmu, apa kau pikir dengan mengingatkanku dengan masa lalu. Kita bisa bersama?!" Sambung Agatha yang menekan kalimat akhirnya. "Aku sudah bilang Sweatheart! Sejak kau berbalik menatapku, kau adalah milikku. Semuanya adalah millikku!" "I know! Tapi bukan berarti apa yang berdetak ini adalah milikmu, sekalipun kau membedahku. Hatiku bukan milikmu, dan kau tahu itu!" "Tak masalah, lagipula apa peduliku tentang perasaan." Kata Rohander dengan dingin, namun Agatha tahu jika jantung Pria didepannya hanya berdetak untuknya. Rohander hanya tidak ingin mengakuinya saja. Bahkan Agatha yakin jika Rohander telah menyimpan perasaannya sejak pandangan pertama mereka, jadi mendengar perkataan Rohander yang tak peduli dengan perasaan... rasanya ada ganjal, karena perkataan itu tidak murni dari hatinya dan Agatha paham betul itu. Agatha tahu Rohander kasar dan pemaksa, sikap yang membuat semua wanita didunia benci. Tapi bukankah mereka melakukannya karena perasaan mereka pada pasangannya yang sangat besar? Hanya cara mereka melakukannya bukanlah hal positif untuk diterima secara fisik dan mental. "Persiapkan dirimu, aku akan tiba 10 menit lagi." Ucap Rohander yang mengingatkan Agatha bahwa malam ini, ia harus siap menyerahkan tubuhnya pada Rohander. Tapi sebelum Rohander melangkah keluar Agatha berkata dengan suara pelan... "Pemaksaan yang kau lakukan bisa membuatku membencimu, Rohander." Cicit Agatha. Tapi seakan tidak peduli, "kalau membeciku adalah satu-satunya cara agar kau tetap disisiku, maka bencilah aku. Agatha." Kemudian keluar dari kamarnya. Meninggalkan Agatha yang terdiam mematung memandangi punggung Rohander yang menghilang dibalik pintu, dengan perasaan campur aduk. Agatha memilih merebahkan tubuhnya diatas kasur king size milik Rohander, yang beraroma parfum pria itu. Dengan menatap lukisan didepannya, "jika seandainya pita itu tahu jika ia akan dibawa kesarang burung itu, apakah ia akan memilih untuk jatuh ditempat lain?" Untuk sesaat Agatha berpikir tentang nasib si pita, tapi sesaat kemudian ia menyadari. Jika, angin yang membawa pita itu terbang tidak akan pernah merubah arah anginnya sesuai kemauan pita tersebut. Sama seperti dirinya, yang tak bisa merubah jalan takdir. "Kau menyedihkan Agatha." Ucap Agatha pada dirinya sendiri. Sebelum akhirnya terlelap, menghirup aroma mint parfum Rohander yang melekat dikasur. 10 menit kemudian.... Rohander masuk sesuai dengan perkataannya, Pria itu berjalan pelan mendekati Agatha yang nampak terlalap dengan nyaman memeluk gulingnya. Untuk sesaat Rohander memperhatikan fitur wajah wanita didepannya, garis wajah sampai dengan lekukannya ia pindai dengan mata tajamnya. Seolah berusaha mengingat setiap detail rupa Agatha agar ia tidak lupa, lalu dengan penuh sayang Rohander membelai pipi mulus didepannya. Ada senyuman kecil yang Rohander tampilkan, sampai mata wajah didepannya terbuka dengan tiba-tiba. "Apa aku secantik itu?"Agatha memejamkan mata sejenak, perasaan yang selama ini ia coba hindari kembali muncul. Ia tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Walaupun ia tahu apa yang Rohander lakukan padanya adalah kejam dan manipulatif, ia juga tahu bahwa pria itu pernah menjadi bagian besar dalam hidupnya. Ada banyak kenangan indah, meskipun semuanya telah terdistorsi oleh kebohongan dan kekuasaan yang dipaksakan."Rohander..." bisik Agatha pelan, hatinya berdetak lebih cepat.Ia tidak tahu apa yang harus dirasakannya sekarang. Cinta? Kebencian? Penyesalan? Semua perasaan itu berbaur, sulit untuk dipisahkan. Namun, ia juga tahu bahwa ini adalah akhir dari perjalanan panjang yang penuh dengan kebohongan dan manipulasi.Tepat saat itu, seorang agen datang mendekatinya, mengabarkan bahwa semua proses penangkapan telah selesai dan bahwa Rohander kini berada dalam tahanan. “Kau sudah melakukan yang benar, Agatha,” kata agen tersebut dengan nada penuh pengertian. “Kebenaran telah terungkap, dan semuanya akan
Agatha terus berlari, meski napasnya mulai memburu dan tubuhnya terasa lelah. Ia tidak berhenti, bahkan ketika langkah-langkahnya semakin berat, pikirannya tetap tajam dan penuh perhitungan. Ia tahu bahwa selama ini ada sesuatu yang salah dengan segala yang terjadi padanya—sesuatu yang lebih besar dari sekadar manipulasi, sesuatu yang lebih gelap dan lebih berbahaya.Langkah kaki Agatha terhenti saat ia sampai di sebuah jembatan tua yang sepi. Di sana, berdiri seorang pria yang tidak ia kenal. Agatha langsung merasa ada yang aneh dengan kehadirannya. Pria itu mengenakan jas hitam, wajahnya tersembunyi sebagian oleh topi lebar yang ia kenakan. Namun, ada sesuatu di mata pria itu yang membuat Agatha merasa familiar—sesuatu yang mengingatkannya pada Rahander.“Agatha,” pria itu memulai, suaranya rendah namun tegas. “Aku tahu kamu akan datang. Aku tidak bisa membiarkanmu berlari tanpa tahu kebenarannya.”Agatha menatapnya dengan tajam, kecurigaan mulai memenuhi dirinya. “Kau siapa? Apa
Agatha terbangun tengah malam, matanya terbuka lebar saat mendapati kamar yang gelap. Suasana malam itu terasa lebih sunyi daripada biasanya, hanya ada suara angin yang menderu pelan di luar. Ia menoleh ke samping tempat tidur, namun Rohander tidak ada di sana.Perasaan curiga mulai merayapi pikirannya. Rohander yang pergi tanpa memberitahunya, tanpa alasan, itu terasa aneh. Sebelumnya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam sikap Rohander, dan sekarang perasaan itu semakin menguat.Agatha duduk di pinggir tempat tidur, menarik napas dalam-dalam. Ia mencoba menenangkan dirinya, tetapi tak bisa mengabaikan kekhawatiran yang membangkitkan rasa cemas di hatinya.Beberapa saat kemudian, terdengar suara derap langkah kaki dari luar, dan pintu kamar perlahan terbuka. Agatha mengerutkan kening. Ternyata, Rohander kembali, dengan wajah yang tampak lelah dan bingung. Sepertinya, dia tidak mengharapkan Agatha terbangun.Namun, sebelum Agatha sempat bertanya apa yang sedang terjadi, Rohande
Dengan keteguhan di hati, Agatha dan Rohander mulai menyelidiki lebih dalam tentang siapa yang berada di balik semua kekacauan ini. Mereka bertemu dengan lebih banyak orang yang terlibat dalam jaringan ini, orang-orang yang selama ini bersembunyi di balik bayang-bayang, orang-orang yang memiliki kekuatan luar biasa dan niat yang lebih gelap dari yang bisa mereka bayangkan. Setiap langkah mereka semakin membawa mereka lebih dekat pada kebenaran yang menakutkan, tetapi sekaligus memberi mereka sedikit harapan.Di tengah perjalanan mereka, mereka menemukan petunjuk yang mengarah pada sebuah organisasi rahasia yang disebut Elysium. Organisasi ini memiliki sejarah panjang dalam eksperimen manusia, dan Agatha ternyata memiliki hubungan langsung dengan mereka. Tidak hanya sebagai subjek eksperimen, tapi juga sebagai bagian dari proyek mereka yang lebih besar, yang tujuannya adalah untuk menciptakan entitas yang bisa mengendalikan pikiran dan realitas.Suatu malam, setelah berjam-jam mene
Beberapa hari setelah keputusan mereka untuk bergerak maju, masalah demi masalah mulai satu per satu terpecahkan. Agatha dan Rohander bekerja sama, menggali lebih dalam ke dalam misteri yang mengelilingi mereka. Setiap langkah yang mereka ambil, meskipun penuh risiko, memberikan jawaban yang lebih jelas tentang siapa yang berada di balik semua ini dan apa tujuan mereka.Di sebuah pertemuan tertutup, Rohander akhirnya berhasil menghubungi seseorang dari jaringan lamanya yang bisa dipercaya. Seorang informan yang dikenal dengan nama "Apex," yang ternyata mengetahui lebih banyak daripada yang semula mereka duga."Aku sudah mendapatkan informasi baru," kata Apex melalui ponsel kepada Rohander saat mereka berada di ruang bawah tanah yang terisolasi. "Liam yang kau temui beberapa hari lalu adalah bagian dari jaringan yang lebih besar, lebih gelap. Mereka bukan hanya sekedar ancaman biasa. Mereka memiliki koneksi jauh lebih dalam, yang berhubungan dengan keluarga politik besar yang berkuas
Liam menutup pintu dengan lembut, matanya tetap tajam menatap Agatha dan Rohander, mencoba mengukur reaksi mereka. Agatha, yang masih terkejut, mulai merasakan kekhawatiran mendalam di dadanya. "Liam... apa maksudmu dengan kekuatan yang lebih besar itu?" Suaranya sedikit tercekat, seolah tak siap menerima kenyataan yang baru saja datang menghampiri mereka.Liam menghela napas panjang, seolah berat untuk berbicara. "Aku tak bisa menjelaskan semuanya sekarang, Agatha, tapi ada orang-orang yang selama ini mengamati kalian berdua. Mereka tahu apa yang terjadi, mereka tahu tentang Rohander, tentang apa yang telah terjadi di masa lalu, dan mereka akan melakukan apa saja untuk memastikan kekuasaan mereka tetap terjaga."Rohander berdiri lebih tegak, tampaknya sudah mulai memahami bahwa ini lebih dari sekadar masalah antara dia dan Agatha. "Siapa mereka, Liam?" tanyanya dengan suara yang lebih serius, penuh tekad. "Apa yang mereka inginkan dari kami?"Liam menatap Rohander sejenak sebelum a