"Ya, kau sangat cantik." Rohander berkata dengan kepala yang kian maju kedepan, berniat untuk mencapai bibir Agatha. Namun saat bibir mereka hanya berjarak satu centi, Rohander menghentikan gerakannya-menatap mata coklat terang didepannya.
Didetik berikutnya Rohander menyatukan bibirnya dan Agatha, ia menekan kepala Agatha agar tidak menjauh darinya. Sampai cium*n Rohander perlahan berubah menjadi sebuah lumatan kasar, yang membuat Agatha bersusah payah menyeimbangi permainan Rohander. Ada perasaan lain yang menggerogoti hati Agatha saat tangan Rohander mulai masuk kedalam lapisan bajunya, membelai setiap sisi tubuhnya dengan lembut. "Rohander..." panggil Agatha dengan suara pelan, yang membuat Rohander menghentikan lumatannya pada bibir Agatha karena tahu wanita itu hampir kehabisan nafas. Menunggu Agatha yang tengah menghirup udara dengan rakus, Rohander menanggalkan pakainnya dengan cepat. Sebelum naik keatas tubuh Agatha, dengan tubuhnya yang polos. Rohander mengalungkan tangan Agatha pada lehernya, lalu kembali menci*m bibir lembut Agatha yang nampak pasrah tanpa perlawanan dibawahnya. Cium*n Rohander kian turun sampai pada leher jenjang Agatha, ia seakan dibuat candu dengan aroma tubuh yang dikeluarkan Agatha saat ini. "Sweatheart jangan ditahan." Kata Rohander saat menyadari jika Agatha menahan dirinya sendiri untuk tidak bereaksi lebih pada sentuhan yang ia berikan, "Sweatheart, please. Feel it, it's oky." Agatha ludahnya susah payah, kalau bisa dikatakan ia tengah gugup dan takut saat ini. Dan untung saja Rohander peka terhadap kekhawatiran wanitanya, sehingga untuk sesaat ia berhenti dan menyatukan keningnya dan Agatha. Meyakinkan Agatha, adalah hal yang dilakukan Rohander saat ini. Meski ia bisa saja memaksakan kehendaknya, tapi Rohander juga sadar bahwa perkataan Agatha beberapa saat yang lalu ada benarnya. Ia tidak akan mendapatkan apa yang ia inginkan dengan memaksa, lagipula Agatha juga tidak melawan. Lalu mengapa ia harus kasar? "Sweatheart, lihat aku." Agatha membuka matanya, menatap Rohander yang sangat dekat wajahnya. "Percaya padaku, ini tidak akan seburuk apa yang ada dipikiranmu. Aku memang kasar, tapi itu berlaku saat kau melawanku. Jadi karena kau memutuskan untuk tidak melawan... maka-" "Aku tahu, aku hanya sedikit gugup dengan pengalaman pertamaku." Potong Agatha yang membuat Rohander tersenyum kecil. Tangannya mulai bergerak kembali, dan kali ini melepaskan setiap pakaian yang melekat pada tubuh Agatha dengan gerakan pelan. "Ternyata kau bisa gugup ya?" "Sial!-" belum sempat memaki Rohander, bibirnya sudah diraup secara rakus oleh Pria itu. Kali ini Agatha dengan santai membalas Rohander, tanpa gugup sedikitpun. Yah, mungkin karena kekesalannya pada kata Rohander yang membuat Agatha rileks. "Ah!" Satu desahan lolos dari mulut Agatha saat keduanya menyatu, dalam kesakitan menahan perih pada bagian bawahnya Agatha berucap. "Pelanlah." "Sesuai dengan perkataanmu, sweatheart." Malam itu, keduanya menghabiskan waktu dengan suara desahan yang saling bersaut-sautan memenuhi keheningan malam. **** "Bangun sweatheart..." ucap Rohander dengan pelan, berusaha membangunkan Agatha yang terlihat begitu lelah akibat perbuatannya semalam. Dimenit berikutnya Agatha terbangun, dengan sebuah jemari yang mengusik tidurnya. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Agatha dengan suara serak khas baru bangun tidur, saat merasakan gerakan kecil pada perutnya. "Membangunkanmu Sweatheart," jawab Rohander yang menghentikan aksinya. Sampai dirinya mendapati wanita didepannya yang menatapnya tajam, beberapa saat terdiam hingga Rohander sadar dengan arti tatapan tajam bagai pisau dari Agatha. Mereka masih dalam keadaan menyatu, saking lelahnya semalam. "Rohander!" "Yes baby?" "Dasar babi! Apa kau berpura-pura lugu sekarang? Lepaskan itu dariku!" Kesal Agatha dengan penuh penekanan, tapi perkataan Agatha yang setengah-setengah membuat sebuah pemikiran jahil diotak Rohander aktif. "Lepaskan sendiri." Katanya yang membuat Agatha membulatkan matanya tidak percaya, Pria didepannya malah menutup matanya seakan menunggu Agatha untuk melakukannya. Agatha kesal setengah mati, hal yang mudah seharusnya. Tapi... dalam situasi ini, astaga! Agatha bahkan tidak tahu harus menjelaskan situasinya saat ini. Membuang nafasnya pelan dan panjang, Agatha lantas memohon pada Rohander. "Rohander, please. Aku tidak nyaman," "Baiklah." Rohander akhirnya keluar dengan satu gerakan cepat, dimana hal itu membuat Agatha sontak menutup matanya merasakan perih sekaligus geli disaat yang bersamaan. "Sialan!" Umpatnya yang mendapati Rohander yang terkekeh pelan, Agatha kemudian bangkit dengan susah payah. Ia berniat untuk kekamar mandi, membersihkan dirinya yang terasa lengket. "Akht!" Pekik Agatha saat Rohander menarik tubuhnya yang hampir berdiri, membentur dada pria itu. "Rohander!" "Sebentar sweatheart." Ucap Rohander yang memeluk tubuh polos Agatha, dengan menghirup aroma kepala Agatha dalam-dalam. Agatha ingin menolak, tapi seakan tubuhnya dijerat oleh rantai besi. Ia tak bisa menghindar dari pelukan Rohander, sampai beberapa menit dalam posisi yang awakward itu. Agatha merasakan sesuatu yang mengganjal... "Rohander!" Peringatnya saat sesuatu mengganjal bawah perutnya, menyadari jika pria didepannya kembali bernaf*u. Agatha menjauhkan pikiran semalam, ia berusaha mengumpulkan tenaganya untuk melepaskan diri dari Rohander yang nampak terpancing dengan gerakannya. "Sweatheart aku ingin-" "TIDAK!" Potong Agatha dengan cepat menyadari kelanjutan dari perkataan Rohander. "Sweatheart please, lagipula sehabis ini aku akan kekantor. Dan mungkin tidak akan bertemu denganmu sampai malam nanti, apa kau tidak kasihan padaku?" Agatha memutar bola matanya malas, "menjijikan." Katanya yang tak membuat Rohander tersinggung sama sekali, ia malah terus menatap wajah Agatha yang serius mencoba melepaskan diri darinya. "Rohander, lepas!" "No, sekali lagi ya?" Agatha menggelengkan kepalanya cepat, tanda tak mau. Sampai... "AGATHA!" Marah Rohander yang terlihat mulai kesal dengan tingkah Agatha. Sedangkan Agatha nampak tidak memusingkan bentakan yang ia terima, baginya sikap Rohander memang seperti itu jika ia tak menuruti kemauannya. Hingga, Agatha berhenti saat mengingat sesuatu yang penting. Ia sontak menatap Rohander yang terlihat menatap tajam dirinya, "tunggu, kau ingin kekantor pusat atau cabang?" Rohander menaikan alisnya, "cabang," "Yah... kepusat saja ya?" Rohander terkekeh melihat binar penuh permohonan di mata Agatha, ia tidak tahu mengapa Agatha ingin kekantor pusatnya. Tapi itu tidak masalah, selama Agatha mau menuruti dan mematuhinya. "Boleh, tapi kau harus menurutiku hari ini. Tanpa bantahan!" Agatha membuang nafasnya panjang, sebelum menganggukan kepalanya dengan perasaan ingin mencakar wajah Rohander yang tampak tersenyum kemenangan. "Kalau begitu ayo mandi, kita akan kekantor pusat." Putus Rohander yang mengangkat tubuh Agatha memasuki kamar mandi, membuat kerutan dikening Agatha. Meski tidak tahu apa isi pikiran Rohander yang bisa mengontrol keinginan untuk bercin*a dengannya, tapi Agatha yakin jika apa yang dipikirkan Rohander akan merugikannya. Tapi meninggalkan pemikiran atas apa yang dipikirkan Rohander padanya, Agatha malah fokus dengan seseorang yang ia ketahui bekerja diperusahaan pusat Rohander. Orang yang menjadi alasan kedua orangtuanya tewas, meski tidak ada bukti yang menyatakan kecelakaan orangtuanya adalah kesengajaan. Agatha yakin, jika orang yang ia cari saat ini mengetahui sebuah fakta dibalik kecelakaan itu. Cup! "Apa yang kau pikirkan sweatheart?" Tanya Rohander setelah mengecup punggung mulus Agatha. "Hanya sesuatu yang tidak penting." Jawab Agatha, menatap cermin didepan bathup tempat dirinya dan Rohander mandi bersama.Agatha memejamkan mata sejenak, perasaan yang selama ini ia coba hindari kembali muncul. Ia tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Walaupun ia tahu apa yang Rohander lakukan padanya adalah kejam dan manipulatif, ia juga tahu bahwa pria itu pernah menjadi bagian besar dalam hidupnya. Ada banyak kenangan indah, meskipun semuanya telah terdistorsi oleh kebohongan dan kekuasaan yang dipaksakan."Rohander..." bisik Agatha pelan, hatinya berdetak lebih cepat.Ia tidak tahu apa yang harus dirasakannya sekarang. Cinta? Kebencian? Penyesalan? Semua perasaan itu berbaur, sulit untuk dipisahkan. Namun, ia juga tahu bahwa ini adalah akhir dari perjalanan panjang yang penuh dengan kebohongan dan manipulasi.Tepat saat itu, seorang agen datang mendekatinya, mengabarkan bahwa semua proses penangkapan telah selesai dan bahwa Rohander kini berada dalam tahanan. “Kau sudah melakukan yang benar, Agatha,” kata agen tersebut dengan nada penuh pengertian. “Kebenaran telah terungkap, dan semuanya akan
Agatha terus berlari, meski napasnya mulai memburu dan tubuhnya terasa lelah. Ia tidak berhenti, bahkan ketika langkah-langkahnya semakin berat, pikirannya tetap tajam dan penuh perhitungan. Ia tahu bahwa selama ini ada sesuatu yang salah dengan segala yang terjadi padanya—sesuatu yang lebih besar dari sekadar manipulasi, sesuatu yang lebih gelap dan lebih berbahaya.Langkah kaki Agatha terhenti saat ia sampai di sebuah jembatan tua yang sepi. Di sana, berdiri seorang pria yang tidak ia kenal. Agatha langsung merasa ada yang aneh dengan kehadirannya. Pria itu mengenakan jas hitam, wajahnya tersembunyi sebagian oleh topi lebar yang ia kenakan. Namun, ada sesuatu di mata pria itu yang membuat Agatha merasa familiar—sesuatu yang mengingatkannya pada Rahander.“Agatha,” pria itu memulai, suaranya rendah namun tegas. “Aku tahu kamu akan datang. Aku tidak bisa membiarkanmu berlari tanpa tahu kebenarannya.”Agatha menatapnya dengan tajam, kecurigaan mulai memenuhi dirinya. “Kau siapa? Apa
Agatha terbangun tengah malam, matanya terbuka lebar saat mendapati kamar yang gelap. Suasana malam itu terasa lebih sunyi daripada biasanya, hanya ada suara angin yang menderu pelan di luar. Ia menoleh ke samping tempat tidur, namun Rohander tidak ada di sana.Perasaan curiga mulai merayapi pikirannya. Rohander yang pergi tanpa memberitahunya, tanpa alasan, itu terasa aneh. Sebelumnya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam sikap Rohander, dan sekarang perasaan itu semakin menguat.Agatha duduk di pinggir tempat tidur, menarik napas dalam-dalam. Ia mencoba menenangkan dirinya, tetapi tak bisa mengabaikan kekhawatiran yang membangkitkan rasa cemas di hatinya.Beberapa saat kemudian, terdengar suara derap langkah kaki dari luar, dan pintu kamar perlahan terbuka. Agatha mengerutkan kening. Ternyata, Rohander kembali, dengan wajah yang tampak lelah dan bingung. Sepertinya, dia tidak mengharapkan Agatha terbangun.Namun, sebelum Agatha sempat bertanya apa yang sedang terjadi, Rohande
Dengan keteguhan di hati, Agatha dan Rohander mulai menyelidiki lebih dalam tentang siapa yang berada di balik semua kekacauan ini. Mereka bertemu dengan lebih banyak orang yang terlibat dalam jaringan ini, orang-orang yang selama ini bersembunyi di balik bayang-bayang, orang-orang yang memiliki kekuatan luar biasa dan niat yang lebih gelap dari yang bisa mereka bayangkan. Setiap langkah mereka semakin membawa mereka lebih dekat pada kebenaran yang menakutkan, tetapi sekaligus memberi mereka sedikit harapan.Di tengah perjalanan mereka, mereka menemukan petunjuk yang mengarah pada sebuah organisasi rahasia yang disebut Elysium. Organisasi ini memiliki sejarah panjang dalam eksperimen manusia, dan Agatha ternyata memiliki hubungan langsung dengan mereka. Tidak hanya sebagai subjek eksperimen, tapi juga sebagai bagian dari proyek mereka yang lebih besar, yang tujuannya adalah untuk menciptakan entitas yang bisa mengendalikan pikiran dan realitas.Suatu malam, setelah berjam-jam mene
Beberapa hari setelah keputusan mereka untuk bergerak maju, masalah demi masalah mulai satu per satu terpecahkan. Agatha dan Rohander bekerja sama, menggali lebih dalam ke dalam misteri yang mengelilingi mereka. Setiap langkah yang mereka ambil, meskipun penuh risiko, memberikan jawaban yang lebih jelas tentang siapa yang berada di balik semua ini dan apa tujuan mereka.Di sebuah pertemuan tertutup, Rohander akhirnya berhasil menghubungi seseorang dari jaringan lamanya yang bisa dipercaya. Seorang informan yang dikenal dengan nama "Apex," yang ternyata mengetahui lebih banyak daripada yang semula mereka duga."Aku sudah mendapatkan informasi baru," kata Apex melalui ponsel kepada Rohander saat mereka berada di ruang bawah tanah yang terisolasi. "Liam yang kau temui beberapa hari lalu adalah bagian dari jaringan yang lebih besar, lebih gelap. Mereka bukan hanya sekedar ancaman biasa. Mereka memiliki koneksi jauh lebih dalam, yang berhubungan dengan keluarga politik besar yang berkuas
Liam menutup pintu dengan lembut, matanya tetap tajam menatap Agatha dan Rohander, mencoba mengukur reaksi mereka. Agatha, yang masih terkejut, mulai merasakan kekhawatiran mendalam di dadanya. "Liam... apa maksudmu dengan kekuatan yang lebih besar itu?" Suaranya sedikit tercekat, seolah tak siap menerima kenyataan yang baru saja datang menghampiri mereka.Liam menghela napas panjang, seolah berat untuk berbicara. "Aku tak bisa menjelaskan semuanya sekarang, Agatha, tapi ada orang-orang yang selama ini mengamati kalian berdua. Mereka tahu apa yang terjadi, mereka tahu tentang Rohander, tentang apa yang telah terjadi di masa lalu, dan mereka akan melakukan apa saja untuk memastikan kekuasaan mereka tetap terjaga."Rohander berdiri lebih tegak, tampaknya sudah mulai memahami bahwa ini lebih dari sekadar masalah antara dia dan Agatha. "Siapa mereka, Liam?" tanyanya dengan suara yang lebih serius, penuh tekad. "Apa yang mereka inginkan dari kami?"Liam menatap Rohander sejenak sebelum a