Share

Chapter 4

Author: Dewa Amour
last update Last Updated: 2025-10-25 09:59:00

Malam itu di sebuah bar elit tempat para pejabat membuang uang mereka di meja kasino. Di sudut ruangan dengan pencahaan yang remang, tampak Landon yang sedang minum-minum ditemani oleh seorang wanita berpakaian seksi.

Wanita tidak tahu malu itu duduk di pangkuannya dengan bangga. Sesekali ia tersenyum saat Landon menyentuh pipinya dengan ciuman. Sementara permainan kasino masih terus berlangsung.

"Tuan Muda!"

Ernes datang dengan tergopoh-gopoh. Dia membawa dua orang boduguard untuk menyeret Landon dari meja judi. Pria itu memakinya habis-habisan, karena telah mengganggu kesenangannya malam ini.

"Bos memanggil Anda sekarang juga," bisik Ernes. Tangannya memegangi lengan Landon yang terus berontak.

Seketika Landon terdiam. Mereka pun segera membawa pria itu keluar dari bar. Orang-orang memandangi kepergian mereka.

"Kau sudah menikah, benar begitu?"

Sambil berdiri di tepi garis jendela yang menampilkan situasi kota di malam hari, Alex bicara kepada Landon. Sekitar lima belas menit sang putra tiba di ruangannya.

Mendengar pertanyaan sang ayah, Landon berpaling muka. "Jadi, kau menyeretku malam-malam cuma untuk menanyakan hal yang tidak penting?" ujarnya seraya menyalakan api rokoknya.

Alex mengepalkan tangannya mendengar perkataan Landon. "Tidak penting katamu?"

Landon cuma melirik usai mengembuskan asap putih ke udara. Ia lantas sibuk lagi dengan batang rokoknya, tak mengendahkan perkataan sang ayah sama sekali.

Alex jadi kesal. Maka ia maju ke depan Landon. Kini mereka berdiri saling berhadapan tepat di bawah lampu kristal besar, di dalam ruangan yang dipenuhi dinding kaca, dengan interior bergaya Eropa klasik, mereka terpisah karena amarah.

"Kau menganggap hal besar itu tidaklah penting? Bahkan kau telah menikah tanpa memberitahuku. Apa kau sudah benar-benar memutuskan hubungan denganku?"

Alex bertanya dengan tatapan yang tajam dan nafas yang memburu menahan emosi. Setelah malam pesta peresmian CEO Landon di Hotel California satu pekan yang lalu, mereka baru bertatap muka lagi.

Kematian Veronica menyisakan luka mendalam di hati Alex. Ia memutuskan pergi meninggalkan kota dan menitipkan Landon yang baru berusia sepuluh tahun bersama kakeknya.

Alex pikir setelah menyandang banyak gelar, Landon akan mumpuni memimpin perusahaan, tapi nyatanya sang putra bisanya cuma menghabiskan banyak uang di meja judi dan hobi main perempuan.

Perusahaan mengalami rugi besar-besaran sepanjang tahun. Alex menahan emosi yang telah ia kubur selama bertahun-tahun di Romania. Sekarang Landon menariknya kembali ke kekacauan ini.

Mendengar pertanyaan sang ayah, Landon tersenyum remeh. "Orang yang gagal dalam pernikahannya, mana pantas bicara soal pentingnya sebuah pernikahan."

Alex terkesiap mendengarnya. Nafasnya tiba-tiba tercekat di tenggorokan, dadanya terasa amat sesak, tangannya mengepal kuat.

Apa yang anak itu katakan? Apa Landon sedang menaburkan garam di atas luka yang hampir mengering?

"Apa maksudmu?" Ia berusaha tenang dan menatap Landon dengan tegas.

Landon memiringkan kepala dengan mimik merendahkan. "Apa aku harus ceritakan lagi kisah menyedihkan Keluarga Parker?"

Alex terdiam. Semua persendiannya terasa mati. Ucapan Landon bagai ujung tombak yang amat tajam, yang menghujam langsung ke jantungnya.

Anak itu tidak tahu apa-apa tentang kandasnya pernikahan dia dan Veronica, juga alasan kematiannya yang tragis. Tidak sepantasnya Landon bicara begitu. Namun Alex juga tak ingin membahas masa lalu yang hanya membuatnya sakit hati.

Melihat sang ayah hanya bergeming, Landon kembali menyunggingkan senyuman. Ia lantas mundur dari hadapan Alex. Namun sebelum dia mencapai pintu, langkahnya dihentikan.

"Kakek menulis dalam wasiatnya, jika aku harus menikah barulah boleh menerima wewenang perusahaan. Makanya aku menikahi gadis bodoh dari desa. Tentang siapa gadis itu, kau tak perlu tahu."

Usai menyampaikan hal itu, Landon segera melenggang pergi meninggalkan sang ayah yang masih mematung di posisi.

Asap rokok masih tercium di seluruh ruangan selepas kepergian Landon. Di tengah ruangan dan di bawah sinar lampu kristal yang menggantung tepat di atas kepala, Alex berdiri memandangi punggung sang putra melewati ambang pintu.

Siapa gadis yang sudah Landon nikahi? Dia harus mencari tahu hal itu. Jika tidak, hubungannya dengan David akan memburuk. Parahnya lagi, kemitraan dua perusahaan pun bisa berantakan.

"Bos memanggil saya?"

Satu jam setelah Landon mengemudikan sport car miliknya meninggalkan perusahaan, Ernes memasuki ruang kerja Alex. Sang asisten tampak gugup.

"Ernes, antar aku menemui istri Landon."

Mendengarnya Ernes amat terkejut. Matanya terangkat ke punggung lebar seorang pria yang kini berdiri di hadapannya.

Saat tubuh tinggi kekar dalam balutan kemeja putih yang lengannya dilipat sampai ke siku itu memutar, ia segera membungkuk.

Suara guntur bersahutan menyambar jendela kaca ruangan. Wajah Alex terlihat dingin saat terkena kilat petir. Ernes tak berani menatapnya karena hawa takut.

Situasi ini amat mencekam, saat alam pun menolak atas apa yang terjadi di balik rahasia kelam Keluarga Park ke

***

Provinsi Salvador Barat pukul sembilan pagi.

"Apa katamu? Kau mau ke rumah sakit?! Kau pikir biaya rumah sakit itu murah, hah?! Daripada kau mimpi mau ke rumah sakit, lebih baik kau menabung untuk biaya pemakaman mu saja!"

Prang!

"Uhuk! Uhuk!"

"Mati saja kau! Aku muak denganmu!"

Suara gaduh itu terdengar dari pintu rumah yang terbuka. Rumah kecil yang berada di tepi jalan berbatu menuju bukit. Kawanan domba yang sedang mencari rumput di padang tandus terkejut saat barang-barang dapur dilempar ke luar pintu.

Namun para tetangga di balik jendela hanya melirik sekilas, sudah terbiasa dengan drama sarapan pagi keluarga Xavier.

Tak lama kemudian tampak seorang gadis yang sedang berjalan menyusuri tanah berbatu. Rumah yang pintunya terbuka yang ia tuju. Elsa tersenyum lega karena sudah hampir tiba di rumah Paman Xavier.

Setelah menikah dengan Landon lima bulan yang lalu, ia meninggalkan desa. Elsa sangat senang karena Landon memberi cukup uang untuk pengobatan Paman Xavier yang sakit paru-paru.

Ia berharap saat ini kondisi sang paman jauh lebih sehat. Sehingga ia tidak sungkan menceritakan nasib pernikahannya dengan Landon.

"Mati saja kau sana!"

Prang!

Sebuah piring kaleng menggelinding keluar dari pintu rumah dan berhenti saat menabrak tungkai jenjang seorang gadis. Elsa tercengang. Dia buru-buru melepaskan tas besar yang dibawa, lantas menerobos masuk.

"Uhuk! Uhuk!"

"Sudah tua merepotkan saja kerjanya!"

Di dalam rumah sedang terjadi pertengkaran sengit. Deborah yang sedang marah-marah pada Xavier yang sedang terbaring di atas dipan tua. Sementara di bangku kayu dekat jendela tampak seorang gadis yang sedang makan camilan sambil menonton.

Elsa geleng-geleng. Bergegas ia menghampiri mereka.

"Bibi, tolong jangan marahi Paman! Aku bawa uang jika itu yang Bibi butuhkan, tapi tolong jangan marah-marah lagi! Paman Xavier sedang sakit!"

Sambil merentangkan kedua tangannya, Elsa melindungi Xavier dari Deborah yang hendak menyeret pria tak berdaya itu.

Mendengar uang yang disebutkan oleh Elsa, Deborah dan putrinya terpengarah. "Apa? Kau bawa uang?" tanya Deborah dengan wajah tak sabar.

Sementara putrinya yang bernama Tracy turut menatap penuh rasa antusias kepada Elsa. Dengan gugup dan air mata yang membendung di mata, Elsa segera merogoh ke tas kecilnya.

"Ini, ambilah uang ini," ujar Elsa seraya menyodorkan semua uang kertas yang cukup dibawanya ke depan Deborah dan Tracy.

Dengan cepat Deborah langsung menyambar uang itu. Saat dia dan putrinya sibuk menghitungnya, Elsa bergegas menghampiri Xavier.

"Paman, ayo kita berobat ke rumah sakit. Kau harus sehat lagi!" rintih Elsa dalam tangisnya.

Xavier masih terbaring di tengah dipan. Ia melihat Elsa yang tampak baik-baik saja. Ia berharap anak angkat sudah bahagia atas pernikahannya.

"Di mana suamimu? Apa kau datang seorang diri?"

Xavier berkata dengan nafas yang tersenggal. Mata cekungnya melirik ke arah pintu rumah yang masih terbuka.

Elsa tersenyum pahit. Dia bingung harus mengatakan apa kepada Paman Xavier. Nyatanya dia kabur ke Salvador untuk menghindar dari Landon.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • OBSESI TERLARANG : Sentuh Aku, Ayah Mertua    Chapter 8

    Hari mulai petang saat BMW hitam melaju dengan santai menuju gedung apartemen mewah di pusat kota.Di dalam mobil, Alex sedang mengemudi. Ia tampak gusar, dengan sekali-kali mencengkeram kendali di depannya.Tahun demi tahun terus berganti, namun ternyata semua itu tidak dapat merubah masa lalu. Buktinya sampai hari ini Landon masih saja menyimpan dendam kepadanya.Dan, Elsa ... apa salah gadis malang itu? Dia hanya korban dari depresi masa kecil Landon. Namun ini bukan kesalahan Elsa, jelas bukan!Lagi, Alex mencengkeram kemudi mobil. Kemarahan bergemuruh di dadanya. Ucapan menohok Landon membuatnya amat gelisah.'Daddy boleh pelihara dia kalau mau.'Entah mengapa ia kesulitan menghapus teks itu dari otaknya. Ini tidak mungkin! Ini mustahil! Kenapa dia sangat marah kepada Landon?Belum sempat Alex mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan itu, matanya tiba-tiba saja menangkap sosok seorang gadis yang sedang menikmati Matahari sore di taman gedung apartemen.Elsa?Mobil Alex melamban.

  • OBSESI TERLARANG : Sentuh Aku, Ayah Mertua    Chapter 7

    Kabut putih masih menyelimuti hutan pinus. Kawanan gelatik berterbangan di sekitar dahan Jacaranda. Butiran bening meluncur dari kaca-kaca jendela yang berembun.Griya Tawang pukul enam pagi.Elsa terjaga setelah mencium aroma roti tortela yang dipanggang dengan lelehan mentega. Juga susu sapi segar khas Salvador Barat.Oh, tidak! Semua itu menu sarapan kesukaannya!Tubuh mungil gadis itu mengeliat di antara gulungan selimut tebal warna putih. Elsa menguap lebar seraya bangkit dan mengambil posisi duduk di tengah ranjang. Tangannya mengucak-ngucak mata yang terasa lengket. Rambutnya yang panjang dan lebat terlihat acak-acakan."Selamat pagi, Nona Elsa!"Gadis itu sangat terkejut saat mendengar suara seorang pria. Samar-samar Elsa melihat Ernes yang sedang berdiri di depannya bersama seorang wanita.Tangannya meraba-raba mencari kacamatanya. Ernes segera maju dan mengambilkan kacamata Elsa dari meja di dekat ranjang, lantas menyodorkannya pada gadis itu dengan sopan."Ah, terima kasih

  • OBSESI TERLARANG : Sentuh Aku, Ayah Mertua    Chapter 6

    Pintu mobil ditutup dari dalam. Elsa cukup terkejut dibuatnya. Diam-diam matanya melirik ke arah pria yang kini duduk di sampingnya.Dia Alex Parker, pria dingin yang memberikan sapu tangan di dalam lift, juga orang yang menolongnya dari ambang kematian. Elsa sungguh tak percaya, jika benang takdir mempertemukan dia dengan ayah mertua sebegitu uniknya.Kendati demikian, Elsa sangat bersyukur karena dipertemukan dengan Alex. Hanya saja dia sangat malu karena ayah mertua harus melihatnya dalam kondisi amat menyedihkan begini.Alex sungguh sangat baik mesti terlihat dingin dan kaku. Pria itu sudah mengirim Xavier untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit sampai sembuh, juga memberikan banyak uang pada Deborah dan Tracy, meski sebenarnya mereka tak pantas dikasihani.Kini Elsa sangat lega meski harus meninggalkan desa dan Paman Xavier. Dia berharap sang paman segera pulih dari sakitnya."Kau pasti sangat terkejut. Aku minta maaf karena tidak mengenalmu sebelumnya," ujar Alex. Bau mint da

  • OBSESI TERLARANG : Sentuh Aku, Ayah Mertua    Chapter 5

    Mercedes Benz C-Class warna hitam legam keluaran terbaru, edisi terbatas di musim panas tahun ini tampak melaju dengan santai menyusuri jalan menuju pegunungan. Provinsi Salvador Barat berada di balik bukit, dengan daratan yang tandus, dan perairan Alexandria Baru sebagai pemisah antara dua pulau kecil yang menjadi daya tarik kota itu. Aroma rumput kering tercium oleh Alex saat ia menurunkan kaca mobil mewahnya. Hamparan ladang kering dan hewan ternak kepanasan menjadi pemandangan yang tampak asing baginya, namun begitu eksotik untuk dipandang. Jalan yang mereka lintasi berada di antara perbukitan. Tebing-tebing kapur yang menjulang putih berjajar di sepanjang jalan, dengan panorama laut yang terbentang luas berada di seberang. Gelap melingkupi untuk sementara waktu saat mobil memasuki terowongan tua. Sekitar tiga puluh meter panjang terowongan itu. Alex tampak menikmati perjalanan, meski hatinya amat gusar. Dari kaca di atasnya, Ernes melihat siluet Alex. Ia lantas berdehem. "H

  • OBSESI TERLARANG : Sentuh Aku, Ayah Mertua    Chapter 4

    Malam itu di sebuah bar elit tempat para pejabat membuang uang mereka di meja kasino. Di sudut ruangan dengan pencahaan yang remang, tampak Landon yang sedang minum-minum ditemani oleh seorang wanita berpakaian seksi. Wanita tidak tahu malu itu duduk di pangkuannya dengan bangga. Sesekali ia tersenyum saat Landon menyentuh pipinya dengan ciuman. Sementara permainan kasino masih terus berlangsung. "Tuan Muda!" Ernes datang dengan tergopoh-gopoh. Dia membawa dua orang boduguard untuk menyeret Landon dari meja judi. Pria itu memakinya habis-habisan, karena telah mengganggu kesenangannya malam ini. "Bos memanggil Anda sekarang juga," bisik Ernes. Tangannya memegangi lengan Landon yang terus berontak. Seketika Landon terdiam. Mereka pun segera membawa pria itu keluar dari bar. Orang-orang memandangi kepergian mereka. "Kau sudah menikah, benar begitu?" Sambil berdiri di tepi garis jendela yang menampilkan situasi kota di malam hari, Alex bicara kepada Landon. Sekitar lima belas meni

  • OBSESI TERLARANG : Sentuh Aku, Ayah Mertua    Chapter 3

    "Ada tiga tulang rusuk yang patah, juga pendarahan hebat. Kami sudah atasi semuanya. Namun, dia sudah kehilangan bayinya." Mendengar penuturan dokter, Alex cuma mengangguk. Matanya tidak luput dari pasien wanita yang sedang terbaring di ruang ICU. Sambil berdiri di tepi kaca jendela ruangan itu, ia memantau kondisi Elsa. Alex menemukan gadis itu di antara rerumputan dan tanah berdebu yang tak jauh dari Hotel California. Ceceran kertas berserakan di sekitarnya. Entah siapa gadis itu. Alex cuma ingat, bahwa ia pernah bertemu dengan Elsa di dalam lift. "Apa sudah hubungi keluarganya?" tanya Alex. Pandangan pria itu tidak berpaling sedetik pun dari Elsa. Dokter agak sungkan. "Selain berkas laporan medis kandungannya, kami tidak menemukan kartu identitas apapun yang dibawa olehnya." Alex terdiam. Matanya masih menatap ke arah Elsa. Siapa sebenarnya gadis malang itu? Apa yang terjadi padanya sampai ditemukan dengan kondisi yang parah dan kehilangan bayinya. Apa dia korban perampokan?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status