LOGINMercedes Benz C-Class warna hitam legam keluaran terbaru, edisi terbatas di musim panas tahun ini tampak melaju dengan santai menyusuri jalan menuju pegunungan.
Provinsi Salvador Barat berada di balik bukit, dengan daratan yang tandus, dan perairan Alexandria Baru sebagai pemisah antara dua pulau kecil yang menjadi daya tarik kota itu. Aroma rumput kering tercium oleh Alex saat ia menurunkan kaca mobil mewahnya. Hamparan ladang kering dan hewan ternak kepanasan menjadi pemandangan yang tampak asing baginya, namun begitu eksotik untuk dipandang. Jalan yang mereka lintasi berada di antara perbukitan. Tebing-tebing kapur yang menjulang putih berjajar di sepanjang jalan, dengan panorama laut yang terbentang luas berada di seberang. Gelap melingkupi untuk sementara waktu saat mobil memasuki terowongan tua. Sekitar tiga puluh meter panjang terowongan itu. Alex tampak menikmati perjalanan, meski hatinya amat gusar. Dari kaca di atasnya, Ernes melihat siluet Alex. Ia lantas berdehem. "Hm, maaf jika saya lancang. Bolehkah saya bertanya, kenapa Anda sangat ingin menemui Nona Elsa?" Pandangan Alex berpaling dari kawanan domba di ladang. Ia melirik ke arah pria yang sedang mengemudikan mobil. "Namanya Elsa?" tanyanya di luar dugaan Ernes. Sang asisten mengangguk, "Elsa Swan, dia gadis Yatim Piatu. Setelah orang tuanya meninggal, Nona Elsa tinggal dengan ayah angkatnya yang bernama Xavier Dunke. Hidup mereka sangat miskin. Xavier memiliki istri dan seorang anak tiri yang materialistis. Dulu mereka memaksa Nona Elsa bekerja siang dan malam hingga menjualnya pada Tuan Landon." Alex manggut-manggut. Sambil menikmati pemandangan, ia bicara lagi. "Ernes, gadis itu harus bercerai dengan Landon secepatnya." "Ber-bercerai?" Ernes amat terkejut. Sambil mengemudi ia melirik ke belakang. Alex mengangguk dengan tenang. "Landon harus menikah dengan Adela. Jika tidak, hubungan kemitraan antara Group Parker dan Wilson Corporation akan berantakan," ujarnya dengan tegas. Ernes mencengkeram kemudi mobil dengan kuat. "Namun, Tuan Landon dan Nona Elsa menikah di balai kota. Pernikahan mereka tercatat secara negara dan hukum, bukan menikah di bawah tangan." Mendengar penuturan Ernes, Alex terkejut. Ernes melanjutkan, "Jika mau mendaftar perceraian saat ini, saya rasa akan sulit, karena Tuan Landon baru saja dilantik menjadi CEO perusahaan. Citranya akan buruk jika kabar perceraian tersebar." Alex menarik nafas panjang. Dikendurkan simpul dasinya seraya bersandar lesu di kursi. Apa yang dikatakan Ernes ada benarnya. Alex pikir, Landon hanya menikah di bawah tangan guna mendapat wewenang perusahaan saja. Nyatanya pernikahan sang putra tercatat di balai kota, maka tidak akan mudah membuat akta cerai saat pernikahan belum genap satu tahun. Selain itu, perceraian juga ditolak keras di San Alexandria. Landon tidak akan mudah bercerai begitu saja dengan Elsa, kecuali ada alasan yang kuat untuk bercerai. Mengetahui bosnya diam saja, Ernes tahu jika Alex sedang kebingungan. Maka ia bicara lagi. "Jika Anda kukuh ingin menikahkan Tuan Landon dengan Nona Adela, maka ... Nona Elsa harus dilenyapkan." Apa? Ckiitt! Alex sangat terkejut mendengar ucapan Ernes. Seketika mobil pun mengerem mendadak di tepi jurang. Di dalam mobil tampak Alex yang sedang mencengkeram kerah jas Ernes. Pria itu sedang menatap sang asisten penuh amarah. "Kau jangan coba-coba menyarankan cara kriminal, Ernes! Apa kau mau aku lenyapkan dulu sebelum gadis itu?" "Ma-maaf, Bos!" Ernes hampir mati ketakutan melihat kemarahan Alex. Sial! Dia bicara asal saja, sama seperti bicara dengan Landon. Namun yang ia hadapi saat ini adalah Alex Parker! Pria dingin yang tak punya selera humor. "Apa seperti ini cara yang kau pakai bersama Landon, cara kriminal?!" Alex masih tampak kesulitan menetralkan emosinya. Dia nyaris saja menghajar Ernes. Ernes gemetaran. Keringat dingin membasahi punggungnya."Tidak, Bos! Saya tak pernah membenarkan tindakan Tuan Landon yang sering menindas dan menganiyaya Nona Elsa! Saya tutup mata dan telinga selama ini! Maafkan saya!" "Menganiyaya?" Alex menatap tak percaya setelah mendengar ucapan Alex. Pria itu mengangguk. Alex pun menghempaskan Ernes kembali ke kemudi. Ia kembali ke bangku tengah mobil dan Ernes merapikan jasnya lalu duduk di depan kemudi. Mati-matian ia berusaha tenang. "Jadi, Landon sering bersikap kasar pada istrinya?" Alex bertanya setelah ia merasa lebih tenang. Ernes mengangguk. Kemudian ia menceritakan segalanya kepada Alex, tentang bagaimana dia bertemu dengan gadis bernama Elsa di Salvador. Semuanya berawal saat Anthony Parker selesai dimakamkan. Anthony merupakan ayah Alex--ialah kakek Landon. Pimpinan Group Parker itu meninggal setelah kembali dari perjalanan bisnisnya di Albani. Anthony mengalami gagal jantung usai sarapan. Ia tutup usia di 85 tahun. Saat itu Ernes mengantar Landon ke kantor pengacara untuk mengesahkan hak warisnya. Namun hal mengejutkan terjadi di sana. Pengacara Anthony membacakan surat wasiat yang sang kakek tulis khusus untuk Landon--ialah jika hak waris baru akan diberikan jika Landon sudah menikah. Ernes juga bercerita, jika saat itu Landon sempat menemui Adela dan mengajaknya untuk segera menikah. Namun saat itu Adela menolak, karena gadis itu sedang fokus mengejar karirnya menjadi seorang model. Adela belum ingin menikah. Di malam tahun baru, Landon yang sangat frustasi pun mengamuk di sebuah bar. Dia melukai tiga orang dengan memukul kepala mereka menggunakan botol minuman. Ernes yang mengurus kasusnya saat Landon menerima perawatan medis di rumah sakit selama dua hari. Setelah Landon keluar dari rumah sakit, Ernes mengantarnya untuk berlibur. Mana tahu mereka tersesat ke desa Elsa sewaktu berkunjung ke Salvador. "Apakah Landon sama sekali tidak mencintai Elsa?" Mobil kembali melaju saat Alex mendengarkan cerita Ernes. Ia pun menanyakan hal yang membuatnya penasaran di balik pernikahan rasahasia sang putra. "Tuan Landon menikah demi wasiat Tuan Besar. Tidak ada perasaan apapun padanya terhadap Nona Elsa. Namun, saya melihat cinta yang besar untuk Tuan Landon dari mata Nona Elsa. Dia sangat mencintainya. Itu yang saya lihat." Alex terdiam setelah mendengar semua cerita Ernes. Sambil mengusap-usap daguya yang lancip ia berpikir. Dari cerita itu, ia tahu jika Elsa hanya korban dari ambisi gila Landon. Juga sudut pandang yang amat buruk tentang sebuah pernikahan, karenanya Landon bersikap kasar kepada Elsa. "Bos, kita sudah sampai." Alex tersentak dari lamunannya setelah mendengar suara Ernes. Ia segera melihat ke luar mobil. Tampak sebuah gapura desa yang sudah tua dan usang. "Mobil tak bisa masuk karena jalan yang sempit dan berlumpur. Terpaksa Anda harus berjalan kaki," ujar Ernes setelah membukakan pintu Mercedes hitam itu untuk Alex. Alex keluar dari mobil seraya membuka kancing jasnya. Dari balik fedora hitam ia menyapu pandangan ke sekitar. Bau debu setelah hujan tercium amat menyengat. Ia berjalan mengikuti Ernes seraya menutup hidung dengan sapu tangan. Kawanan angsa liar mengejutkan mereka saat melintasi sebuah peternakan yang sudah tidak beroperasi. Ernes buru-buru melindungi Alex dari serangan hewan itu. Sementara suara sapi nyaris saja membuatnya jantungan. "Bertahanlah, Bos! Sebentar lagi kita sampai," ujar Ernes. Ia melirik ke belakang di mana Alex sedang berjalan dengan hati-hati, karena ada banyak lumpur dan kotoran sapi di sekitar. "Apa ini rumahnya?" Alex bertanya tanpa menjauhkan sapu tangan dari hidung. Matanya menatap ke arah sebuah bangunan kecil yang usang. Bangunan itu bahkan tak layak disebut rumah karena kondisinya yang sudah reyot. Ernes mengangguk. "Silakan, Bos." Ia berkata seraya membuka satu lengannya. Alex segera maju. Perabotan dapur yang berserakan di depan pintu membuat kedua alisnya menyatu dengan dahi yang berkerut. Kemudian matanya tertuju pada pintu yang terbuka di depannya. Ruangan sempit yang gelap menyambut kedatangan mereka. Suara isak tangis seorang wanita terdengar semakin nyata saat kedua tungkai panjang itu terayun memasuki ruangan yang terasa amat pengap. Lantai rumah itu berupa ubin yang sudah retak dan berlumut. Perabotan di dalamnya sudah tak layak pakai. Aroma tak sedap tercium beragam. Entah itu bau kotoran sapi atau bau debu, Alex merasa mual karenanya. Matanya menatap sosok gadis yang sedang bersimpuh di bawah sebuah dipan tua yang di atasnya tampak seorang pria sedang terbaring lemah. "Itu Nona Elsa," ujar Ernes seraya menunjuk ke arah gadis itu. Alex membulatkan sepasang matanya, kaget. "Elsa Swan?" Mendengar namanya disebut, Elsa segera menoleh. Dengan wajah dibanjiri air mata ia melihat dua orang pria tampak berdiri tak jauh dari pintu keluar rumah. Ernes datang bersama seorang pria. Elsa pernah melihat pria itu di dalam lift. Dia pria yang memberikan sapu tangan padanya, juga penolongnya saat sedang sekarat karena perbuatan Landon. Namun ia belum tahu jika orang itu adalah Alex Parker--ayahnya Landon. Mengingat mereka menikah diam-diam dan Elsa belum pernah bertemu dengan Alex, dia keheranan melihat Ernes datang bersama pria itu. "Pak Ernes?" Elsa bangkit seraya mengusap kedua pipi yang basah. Ia juga membetulkan kacamata dan pakaiannya yang kusut, wajahnya menunduk. Elsa sangat malu dilihat dalam keadaan serapuh ini, di dalam ruamh yang bau dan reyot ini. Semua harapan kebahagiaan yang ia tunjukkan pada Ernes seolah hanyalah debu. Beragam pertanyaan muncul di benak Elsa. Apa Ernes datang atas perintah Landon? Apa Landon sudah menyesali perbuatannya dan meminta Ernes untuk menjemputnya? Untuk sepersekian detik, warna-warni kebahagiaan dan harapan baru memenuhi hati Elsa. Melihat gadis itu yang amat menyedihkan, hati Alex bergetar hebat. Ia sungguh tak menyangka jika gadis yang ia lihat di lift dan yang ia bawa ke rumah sakit adalah Elsa, menantunya. 'Terima kasih, Tuan ...' 'Tiga tulang rusukku patah. Pendarahannya sudah berhasil kami tangani. Namun, dia telah kehilangan bayinya ...' Seketika semua peristiwa yang berkaitan dengan Elsa muncul kembali di benaknya, rasa penyesalan memenuhi hati Alex yang terdalam. Andai saja saat itu dirinya tahu jika gadis malang itu adalah menantunya. Saat ini ia tidak melihat Elsa sebagai istri Landon yang selalu ditindas, atau anak Yatim Piatu yang diperalat oleh orang tua angkatnya, tapi melihatnya sebagai sosok gadis kecil yang harus ia lindungi. "Elsa, aku adalah ayah Landon." Ia memperkenalkan diri dengan suara bergetar, berusaha menahan rasa sedihnya melihat kondisi gadis malang itu. Mendengarnya Elsa sangat terkejut. Ia tak dapat berkata-kata lagi. Elsa merasakan debaran jantung pria itu yang terasa familier, sama seperti malam ia diangkat ke ambulans. Ia menyadari jika Alex adalah penyelamatnya. Alex mengangguk seraya tersenyum pahit membalas tatapan gadis itu. Dia segera berjalan ke depan Elsa. Gadis itu tak kuasa menahan rasa malu dan juga air matanya. Alex segera meraih tubuh kecil Elsa ke dalam pelukan yang hangat. Aroma tajam parfum mahalnya bercampur dengan bau debu dan keringat Elsa. Tubuhnya kecil, ringkih. Alex bisa merasakan tulang rusuknya yang baru pulih. Di tengah segala kekacauan ini, Alex hanya merasakan satu hal; kewajiban untuk melindungi Elsa. "Jangan pikirkan apapun, mulai sekarang ikutlah denganku," bisik Alex penuh tekad. Pria itu sedang menegaskan, jika dia akan menjanjikan perlindungan untuk Elsa. Tubuh kecil Elsa menghilang dalam dekapannya. Jemarinya membelai rambut kecokelatan Elsa yang lembut. Aroma buah-buahan tercium segar. Ada emosi yang sulit dijelaskan yang ia rasakan saat ini. Persetan dengan apapun! Yang Alex inginkan saat ini hanya melindungi Elsa.Hari mulai petang saat BMW hitam melaju dengan santai menuju gedung apartemen mewah di pusat kota.Di dalam mobil, Alex sedang mengemudi. Ia tampak gusar, dengan sekali-kali mencengkeram kendali di depannya.Tahun demi tahun terus berganti, namun ternyata semua itu tidak dapat merubah masa lalu. Buktinya sampai hari ini Landon masih saja menyimpan dendam kepadanya.Dan, Elsa ... apa salah gadis malang itu? Dia hanya korban dari depresi masa kecil Landon. Namun ini bukan kesalahan Elsa, jelas bukan!Lagi, Alex mencengkeram kemudi mobil. Kemarahan bergemuruh di dadanya. Ucapan menohok Landon membuatnya amat gelisah.'Daddy boleh pelihara dia kalau mau.'Entah mengapa ia kesulitan menghapus teks itu dari otaknya. Ini tidak mungkin! Ini mustahil! Kenapa dia sangat marah kepada Landon?Belum sempat Alex mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan itu, matanya tiba-tiba saja menangkap sosok seorang gadis yang sedang menikmati Matahari sore di taman gedung apartemen.Elsa?Mobil Alex melamban.
Kabut putih masih menyelimuti hutan pinus. Kawanan gelatik berterbangan di sekitar dahan Jacaranda. Butiran bening meluncur dari kaca-kaca jendela yang berembun.Griya Tawang pukul enam pagi.Elsa terjaga setelah mencium aroma roti tortela yang dipanggang dengan lelehan mentega. Juga susu sapi segar khas Salvador Barat.Oh, tidak! Semua itu menu sarapan kesukaannya!Tubuh mungil gadis itu mengeliat di antara gulungan selimut tebal warna putih. Elsa menguap lebar seraya bangkit dan mengambil posisi duduk di tengah ranjang. Tangannya mengucak-ngucak mata yang terasa lengket. Rambutnya yang panjang dan lebat terlihat acak-acakan."Selamat pagi, Nona Elsa!"Gadis itu sangat terkejut saat mendengar suara seorang pria. Samar-samar Elsa melihat Ernes yang sedang berdiri di depannya bersama seorang wanita.Tangannya meraba-raba mencari kacamatanya. Ernes segera maju dan mengambilkan kacamata Elsa dari meja di dekat ranjang, lantas menyodorkannya pada gadis itu dengan sopan."Ah, terima kasih
Pintu mobil ditutup dari dalam. Elsa cukup terkejut dibuatnya. Diam-diam matanya melirik ke arah pria yang kini duduk di sampingnya.Dia Alex Parker, pria dingin yang memberikan sapu tangan di dalam lift, juga orang yang menolongnya dari ambang kematian. Elsa sungguh tak percaya, jika benang takdir mempertemukan dia dengan ayah mertua sebegitu uniknya.Kendati demikian, Elsa sangat bersyukur karena dipertemukan dengan Alex. Hanya saja dia sangat malu karena ayah mertua harus melihatnya dalam kondisi amat menyedihkan begini.Alex sungguh sangat baik mesti terlihat dingin dan kaku. Pria itu sudah mengirim Xavier untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit sampai sembuh, juga memberikan banyak uang pada Deborah dan Tracy, meski sebenarnya mereka tak pantas dikasihani.Kini Elsa sangat lega meski harus meninggalkan desa dan Paman Xavier. Dia berharap sang paman segera pulih dari sakitnya."Kau pasti sangat terkejut. Aku minta maaf karena tidak mengenalmu sebelumnya," ujar Alex. Bau mint da
Mercedes Benz C-Class warna hitam legam keluaran terbaru, edisi terbatas di musim panas tahun ini tampak melaju dengan santai menyusuri jalan menuju pegunungan. Provinsi Salvador Barat berada di balik bukit, dengan daratan yang tandus, dan perairan Alexandria Baru sebagai pemisah antara dua pulau kecil yang menjadi daya tarik kota itu. Aroma rumput kering tercium oleh Alex saat ia menurunkan kaca mobil mewahnya. Hamparan ladang kering dan hewan ternak kepanasan menjadi pemandangan yang tampak asing baginya, namun begitu eksotik untuk dipandang. Jalan yang mereka lintasi berada di antara perbukitan. Tebing-tebing kapur yang menjulang putih berjajar di sepanjang jalan, dengan panorama laut yang terbentang luas berada di seberang. Gelap melingkupi untuk sementara waktu saat mobil memasuki terowongan tua. Sekitar tiga puluh meter panjang terowongan itu. Alex tampak menikmati perjalanan, meski hatinya amat gusar. Dari kaca di atasnya, Ernes melihat siluet Alex. Ia lantas berdehem. "H
Malam itu di sebuah bar elit tempat para pejabat membuang uang mereka di meja kasino. Di sudut ruangan dengan pencahaan yang remang, tampak Landon yang sedang minum-minum ditemani oleh seorang wanita berpakaian seksi. Wanita tidak tahu malu itu duduk di pangkuannya dengan bangga. Sesekali ia tersenyum saat Landon menyentuh pipinya dengan ciuman. Sementara permainan kasino masih terus berlangsung. "Tuan Muda!" Ernes datang dengan tergopoh-gopoh. Dia membawa dua orang boduguard untuk menyeret Landon dari meja judi. Pria itu memakinya habis-habisan, karena telah mengganggu kesenangannya malam ini. "Bos memanggil Anda sekarang juga," bisik Ernes. Tangannya memegangi lengan Landon yang terus berontak. Seketika Landon terdiam. Mereka pun segera membawa pria itu keluar dari bar. Orang-orang memandangi kepergian mereka. "Kau sudah menikah, benar begitu?" Sambil berdiri di tepi garis jendela yang menampilkan situasi kota di malam hari, Alex bicara kepada Landon. Sekitar lima belas meni
"Ada tiga tulang rusuk yang patah, juga pendarahan hebat. Kami sudah atasi semuanya. Namun, dia sudah kehilangan bayinya." Mendengar penuturan dokter, Alex cuma mengangguk. Matanya tidak luput dari pasien wanita yang sedang terbaring di ruang ICU. Sambil berdiri di tepi kaca jendela ruangan itu, ia memantau kondisi Elsa. Alex menemukan gadis itu di antara rerumputan dan tanah berdebu yang tak jauh dari Hotel California. Ceceran kertas berserakan di sekitarnya. Entah siapa gadis itu. Alex cuma ingat, bahwa ia pernah bertemu dengan Elsa di dalam lift. "Apa sudah hubungi keluarganya?" tanya Alex. Pandangan pria itu tidak berpaling sedetik pun dari Elsa. Dokter agak sungkan. "Selain berkas laporan medis kandungannya, kami tidak menemukan kartu identitas apapun yang dibawa olehnya." Alex terdiam. Matanya masih menatap ke arah Elsa. Siapa sebenarnya gadis malang itu? Apa yang terjadi padanya sampai ditemukan dengan kondisi yang parah dan kehilangan bayinya. Apa dia korban perampokan?







