Share

OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM
OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM
Penulis: ananda zhia

bab 1. Kesaksian Rina

"Tante, semalam kok nggak ikut ke rumah Rina?" tanya gadis kecil berusia delapan tahun itu sambil menikmati kentang yang baru aku goreng.

Aku yang sedang bersantai setelah dinas malam di depan ruang tivi sontak duduk di sofa.

"Lho, emang semalam ada apa di rumah kamu, Rin?" tanyaku sekali lagi seraya menatap ke arah Rina yang sedang bermain barbie dengan Windi, anakku.

"Lho, semalam dan juga beberapa malam, Om Herman sering ke rumah. Tapi aku sedih karena Windi dan Tante nggak ikut. Apalagi Om Herman pas datang ke rumah langsung masuk ke kamar mama," sahut Rina merapikan rambut barbie nya.

Aku melongo. 'Kapan mas Herman ke rumah Dita, janda depan rumah yang merupakan ibu dari Rina? Apa saat aku sedang dinas malam? Astaga, apa benar yang dikatakan oleh Rina?' batinku.

Aku melirik ke arah jam dinding yang menempel di tembok. Masih jam satu siang. Mas Herman masih lama pulang dari kantor dan Dita yang bekerja di rumah makan dekat kantor mas Herman juga masih bekerja di sana.

Dita memang baru pindah ke kompleks perumahan ini sejak enam bulan lalu. Dan mas Herman lah yang mencarikan pekerjaan Dita di warung makan samping kantor nya. Padahal Dita tinggal di kompleks perumahan ini dengan ibunya yang juga janda, untuk menemani Rina saat pulang sekolah dan Dita masih di warung, jadi masa sih Dita memasukkan laki-laki ke rumah nya? Apalagi laki-laki itu adalah suamiku.

Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus mencari informasi selengkapnya pada Rina.

"Oh ya Rin, apa kamu pernah bertanya soal papanya Windi yang sering main ke rumah kamu pada Mama kamu?" tanya ku hati-hati.

Rina mengangguk. Manik matanya menatap lurus ke arahku.

"Pernah, Tante."

"Lalu apa jawab mama kamu?"

"Mama bilang sih itu permainan orang tua. Pokoknya aku nggak boleh tahu dan nggak boleh bilang siapa-siapa," sahut Rina polos.

Aku menghela nafas berat. "Baiklah, Rin. Kamu jangan bilang mamamu kalau kamu sudah menceritakan rahasia ini ya. Tante juga nggak akan bilang siapapun termasuk mamamu."

Rina mengangguk dan mengiyakannya.

***

Aku menunggu dengan sabar sampai terdengar suara dengkur halus dari mas Herman. Kulirik jam bulat yang menempel di tembok. Sudah jam satu malam.

Dengan perlahan aku bangkit dari ranjang mendekati mas Herman. Kukibaskan tangan di depan wajahnya. Aman. Tak ada respon. Dia sudah terbawa mimpi lelap.

Aku berjingkat meraih ponselnya di atas nakas. Ah, dikunci! Padahal biasanya tidak dikunci. Kami memang sudah lama tidak saling memperhatikan ponsel. Seakan sudah saling percaya satu sama lain, kami tidak saling kepoin ponsel pasangan.

Fokus mencari rejeki dan quality time dengan keluarga saat liburan. Tapi ternyata apa yang kudapat? Aku kecolongan!

Untung saja ponsel mas Herman terkunci dengan sensor sidik jari. Dengan membungkuk dan secara perlahan aku meraih jempol tangan kanannya dan menempelkannya ke layar ponsel miliknya.

Aku menarik nafas dengan hati-hati. Walaupun aku tahu dia telah tidur lelap, tapi rasanya aku tidak mau ketahuan sedang menyelidikinya.

Terbuka!

Aku menggulir layar, jantungku berdebar kian kencang saat membuka galeri ponsel nya. Aman. Tidak ada sesuatu yang membahayakan.

Jempolku beralih ke pesan w******p. Kubuka perlahan. Ada satu nama yang asing. Nama yang tidak pernah dibicarakan oleh mas Herman sebagai teman kerjanya.

Dito office. Sudah bisa kutebak, siapa nama dibalik Dito office itu.

[Merindukan saat berselimut denganmu, Mas!]

Kubuka perlahan pesan dari Dito office. Hanya ada satu kalimat yang dikirimkan. Pasti mas Herman sudah menghapus semua pesan sebelum tidur.

Kukirim nomor ponsel atas nama Dito ke ponsel ku. Aku beralih membuka ponselku dan melihat nomor ponsel yang baru kukirim. Kucocokkan dengan nomor Dita. Dan ternyata sama.

Aku membuka w******p web di ponselku. Kuklik titik tiga pada bagian atas w******p web. Dan kupilih dekstop site. Lalu muncullah kode QR, selanjutnya aku membuka kode QR di ponsel mas Arif. Dan kuarahkan kamera ponsel mas Arif ke layar ponsel ku.

Umpan telah ditebar dan sekarang saatnya aku bertindak sebagai istri sah.

Mumpung mas Herman tidur, aku segera mengetik pesan ke nomor Dito.

[Sayang sekali ya, semalam kita nggak mengabadikan foto saat kita bersama.]

Aku menunggu dengan jantung berdebar kencang saat di layar ponsel mas Herman bertuliskan 'sedang mengetik'.

[Wah, kamu ini amnesia ya? Aku kan sudah merekam video dan mengambil foto saat kita di ranjang?]

Aku menelan ludah. Ini pahit. Tapi aku harus mengetahui hal ini.

[Oh, iya aku lupa. Apa boleh aku minta foto kita lagi? Yang semalam terhapus. Aku rindu banget sama kamu.]

[Hm, katanya kamu sudah menyimpan foto-foto dan video kita di laptop kamu? Gimana sih kamu?]

[Oh iya. Aku lupa, mungkin karena aku mengantuk. Ya sudah, aku tidur dulu dari pada tidak fokus.]

[Iya Sayang. Jangan bercinta dengan istrimu dong! Aku cemburu!]

Aku mendelik. Astaga, apa-apaan pelakor ini? Dia cemburu pada istri sah? Sudah buntu udel nya rupanya.

Aku segera menghapus semua pesan dari Dita, lalu meletakkan ponsel mas Herman di tempat semula. Aku lalu berjalan ke arah ruang kerja mas Herman dan menuju ke arah laptop nya.

Setelah menyala, kuamati satu persatu dokumen di laptop itu untuk mencari bukti foto dan video mes*m mereka.

Selama ini aku selalu percaya pada mas Herman karena dia tidak menunjukkan gelagat aneh, sehingga kami tidak saling mengontrol hp dan laptop masing pasangan. Tapi ternyata setelah sukses, dia mulai bermain api. Awas saja kamu, Mas!

"Ah, ketemu!"

Aku ternganga saat melihat foto dan video ranjang suamiku dan Pelakor itu di file tempat sampah dokumen.

Hatiku hancur, air mata berlelehan, dan badanku gemetar. Setega ini mas Herman padaku setelah aku memberikan semuanya untuk nya.

"Tunggu, Mas. Aku akan main cantik, dan mengganti nama rumah ini, BPKB mobil, serta sawah kita. Awas kamu!"

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status