Home / Rumah Tangga / ONE DAY IN MY LIFE / Bab 14 Terjebak Bersama

Share

Bab 14 Terjebak Bersama

Author: Idry2ni
last update Huling Na-update: 2024-06-15 23:00:51

Aku berlari dan mengedarkan pandangan ku untuk mencari badut itu yang ku yakin adalah Max. Aku mungkin terlihat seperti orang aneh karena berlari-lari, tetapi aku tidak peduli dan terus mencari.

Sejujurnya aku cukup khawatir dengan Max karena kondisinya tadi malam. Aku juga khawatir jika Max tiba-tiba di sekap oleh Elisa atau hal-hal lain yang berbau negatif terjadi.

Mataku membola saat melihat anak-anak berkumpul. Aku yakin di sana ada seorang badut yang tengah menghibur. Aku pun berlari dan langsung berhenti tepat di depan anak-anak, dan benar saja jika mereka berkumpul karena aktrasi badut. "Permisi sebentar..." Aku membelah kerumunan dan berdiri berhadap-hadapan dengan badut itu. Aku yakin jika itu adalah badut yang aku temui. Aku baru saja ingin mengatakan sesuatu tiba-tiba badut itu pergi dan memicu rasa penasaranku yang mungkin saja benar jika badut itu adalah Max. "Hei... Max..."

Badut itu berlari sekuat tenaga namun kostum yang ia gunakan sangat mengganggu langkahnya, begitupun kepala maskot yang ia kenakan.

Aku sudah tidak lagi kuat untuk berpacu dengan kedua kaki ku. Aku benar-benar lelah hingga berkeringat. "Huh... Huh... Apa itu... Sungguh Max? Tetapi apa yang dia lakukan dengan memakai kostum badut seperti itu? Huh..." Aku mengumpulkan kembali tenaga ku yang tersisa dan melanjutkan kembali langkah ku.

Alex tidak bisa berkonstruksi untuk sekarang. Ia telah mengikuti Shella pergi, namun ia tidak menemukan wanita itu disepanjang perjalanannya kemari. "Di mana dia?" Ia pun berlari kembali.

Laya dan teman-teman nya yang lain hanya menunggu kedatangan Shella dan Alex yang tiba-tiba pergi. Entah apa yang merasuki Shella hingga dia memutuskan kembali? Laya tidak paham apa yang dipikirkan temannya itu.

"Kita akan menunggu mereka, Laya?" ucap Celine. Ia takut terlambat untuk masuk jam kerja kantor karena menunggu kedatangan mereka berdua.

Laya menutup matanya. "Lalu? Apa kau akan mengemudikan mobil Alex dan kembali ke kantor, Celine? Aku tahu kau takut kita terlambat masuk jam kerja, tetapi kita tidak bisa membawa mobil yang bukan milik kita."

"Kita tunggu mereka sepuluh menit. Jika mereka tidak kembali dalam sepuluh menit itu, kita terpaksa pergi dengan taksi," ucap Bim menengahi.

"Aku setuju." Laya lalu duduk di dalam mobil seraya menunggu kedatangan Shella dan Alex.

Di Perjalanan

Aku tidak menemukan petunjuk ke mana perginya badut yang ku yakini adalah Max tersebut. Bahkan aku telah sampai di gang sempit yang tidak mungkin dilewati oleh badut itu. "Ke mana lagi aku harus mencarinya... Ah... Apa mungkin aku salah terka jika itu Max? Aku pikir jika wewangiannya sama kemungkinan orangnya sama tetapi? Sepertinya aku salah terka.

Terdengar suara ricuh dari jarak yang cukup jauh. Semakin aku berdiam di tempat semakin dekat suara itu menghampiriku. Aku perlahan-lahan berjalan mundur memasuki gang sempit di sampingku. "Suara... Apa itu? Apa ini..." Kedua bola mataku membola. "Tempat untuk berkelahi?" Aku baru tersadar jika aku memasuki jalan yang salah pasalnya suasana di tempat ini terasa mencekam. "Bagaimana ini-"

"Lari-"

"AA!" Aku berteriak karena tiba-tiba saja seseorang menjawab perkataan ku.

Max membiarkan telapak tangannya basah karena Shella akhirnya menemukannya. Ia menarik Shella dan membawa wanita itu untuk ikut bersembunyi bersamanya. "Diam," ucap Max lirih.

Aku melepaskan tangan Max yang membungkam mulutku. "Max? Kau-"

Max akhirnya membungkam kembali mulut Shella untuk kedua kalinya karena Shella terus berbicara. "Diam Shella... Kau dengar?" Ia sengaja berkata pada Shella dengan nada yang rendah.

Aku membalik kan tubuhku dan menatap Max secara langsung. "Kemana saja kau? Mengapa kau menggunakan kostum badut seperti ini?" tanyaku dengan pelan.

Max mengusap telapak tangannya yang basah akibat terkena mulut Shella di kostum badut nya. Ia kemudian mengarah telapak tangan itu ke arah indra penciuman Shella.

Aku menepisnya karena semerbak bau tidak sedap melekat di tangan Max. "Menjijikkan..."

Max menyeringai hingga gigi gingsul nya sedikit terlihat. "Menjijikkan? Telapak tanganku ternoda karena kau Shella..."

Aku terdiam. Maksud Max, itu karena mulutku yang dia bungkam sebelumnya? Mengapa mulutku sebau itu? Apa aku tidak berkumur saat selesai makan sebelumnya?

Max sedikit mencari celah untuk bisa keluar dari situasi ini. Awalnya ia masuk ke gang ini karena ingin menghindari kejaran Shella namun justru sekarang ia terjebak oleh kerumunan orang di luar gang yang tengah berkelahi.

Melihat Max memandangi situasi di celah gang, aku pun mengikutinya. Terlihat beberapa orang tengah berkelahi di sana. "Bagaimana caranya kita keluar?"

"Shella... Tetap diam ditempat mu!" ucap Max dengan serius.

Aku mendongak dan memandangi Max. "Apa kita bisa keluar dari situasi ini?"

Max sedikit frustrasi dengan Shella yang terus berbicara. Akhirnya ia menarik pinggang ramping wanita itu untuk terpojokkan di dinding. "Jika kau tidak ingin kita terluka maka diam lah."

Terkejut. Itulah ekspresi ku saat ini yang terkejut dengan sikap Max yang tiba-tiba menarik pinggang ku dengan tangannya. Bahkan Max masih meletakkan tangannya di pinggang ku seraya mengawasi situasi.

Wajahku memanas hingga panasnya terasa sampai daun telinga. Aku mengulum bibirku dan menatap Max. "Max..." Max menatapku. "Lepaskan... Tanganmu..." ucapku.

Max menatap sekilas ke arah Shella dan kembali menatap situasi yang sedang terjadi.

"Max... Lepaskan..."

"Max..."

Max sontak menatap tajam pada Shella. "Tenanglah aku tidak akan melakukan hal buruk kepadamu... Jadi diam!"

Di tempat Alex berada kini kian jauh dari parkiran mobilnya. Ia telah mencari Shella namun tidak kunjung terlihat hingga akhirnya ia menarik kesimpulan bahwa mungkin saja Shella telah tiba di kantor sejak tadi dengan Laya dan juga yang lainnya. "Sebaiknya aku pergi sekarang..." Alex akhirnya pergi dan berharap jika Shella benar-benar telah tiba di kantor lebih dahulu darinya.

Jarak ku dan Max kian menipis. Beruntung kostum badut yang dia kenaikannya menjadi sekat antara kami, walaupun sedikit tidak membantu.

Max sendiri tidak merasa nyaman dan memutuskan mengambil tindakan agar mereka berdua bisa keluar dari situasi ini. "Shella... Kau ingin selamatkan bukan?"

Aku mengangguk dengan perkataan Max.

"Bertukar lah kostum ini dengan ku," ucap Max.

"Apa? Bertukar? Kau... Yakin?" Entah apa yang dipikirkan Max hingga memintaku untuk bertukar kostum badut miliknya.

"Aku akan keluar dan berpura-pura menjadi salah satu dari mereka lalu berkelahi. Saat situasinya tidak kunjung tenang aku akan meminta bantuan beberapa orang dan mengeluarkan mu dari sini. Bagaimana menurutmu?"

Wajahku seakan menggambarkan ekspresi ku saat ini. Bagaimana bisa Max menjadikan aku sebagai sandera dan keluar begitu saja? Walaupun Max mengatakan akan meminta bantuan beberapa orang namun firasat ku merasa hal itu tidak mungkin terjadi.

"Kau berbohong."

Max tersentak. "Berbohong? Tidak... Apa aku terlihat tidak menyakinkan di situasi seperti sekarang?"

Aku memperhatikan Max cukup lekat. Aku merasa air mata ku seolah akan keluar karena takut. "Bagaimana jika... Kau sungguh meninggalkan ku.... Hah..."

Rasanya emosi Max mulai tidak terkendali akibat Shella yang tiba-tiba menangis. Ia pun memeluk Shella dan menepuk pundaknya untuk menghentikan suara tangisnya. "Aku berjanji... Aku berjanji Shella, tidak akan meninggalkan mu. Jadi tolong percaya kepadaku untuk kali ini... Tolong..."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 70 Kebahagiaan

    Pertemuan yang tidak terduga itu membawa Alex berkahir duduk bersama mereka yang mengelilingi Allen."Jadi dia Shema?" Melihat Shema yang ternyata anak dari Shella dan Max membuat Alex senang. Ia bahkan tidak dapat mengalihkan pandangannya darinya.Max tersenyum, walaupun ia sedikit kesal karena beberapa hal tentang Alex di masa lalu. "Dia sangat mirip denganku bukan?" Wajah Max begitu ceria saat menayangkannya, namun Alex hanya menatap datar padanya. "Menurutku... Tidak! Shema benar-benar sangat mirip dengan Shella!" jawab Alex menyunggingkan senyumnya pada Shella."Tidak! Shema cucuku sangat mirip dengan diriku, benarkan cucu ku?" Tidak mau di bandingkan, Thomas akhirnya memilih jalan yang mungkin terdengar tidak masuk akal ini.Wajah Alex mengungkapkan semuanya dan aku hanya tersenyum seraya menangapi perkataan ayah."Apakah kau memiliki perlu Alex sehingga datang ketempat Gael?" tanyaku yang sejak tadi ingin mengatakannya.Wajah Alex seperti akan terbakar karena rasa malu, bagaim

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 69 Kembali Pulang

    Veny, Oky dan Jordi akhirnya masuk ke rumah tua tempat peristirahatan terakhir Elisa, di tempat ini juga Elisa dimakamkan. Veny pun memulai acara pemakaman.Beberapa menit kemudian pemakaman akhirnya telah selesai, seperti kebiasaan mereka Veny selalu tinggal dan Oky, Jordi pergi lebih dahulu.Sebuah kotak yang berukuran cukup besar itu akhirnya Veny buka, terlihatlah dua cangkir yang malam itu ia dan Elisa gunakan.Dengan perasaan yang berat Veny menyusun cangkir tersebut di atas meja lalu menuangkan teh yang ia telah siapkan sebelumnya."Selamat minum..." Veny menikmati teh tersebut dengan berat hati, lalu kembali menaruhnya kala tehnya telah habis.Ingatan Veny kembali ke beberapa bulan yang lalu saat Elisa masih berada di sampingnya. "Kau merasa senang? Bagaimana rasanya hidup disana? Aku juga ingin pergi dan merasakannya!" Akhirnya airmata mata Veny mengalir.Dadanya sesak dan terasa begitu sempit, ia sangat tidak menginginkan semuanya terjadi seper

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 68 Surat Untuk Shella

    Thomas menikmati makan malam bersama dengan keluarganya, yang kini bertambah satu orang. Sejak tadi Thomas melihat Max yang begitu perhatian terhadap Shella kebersamaan keduanya membuat ia teringat seseorang yang kini telah pergi.Untuk pertama kalinya setelah sekian lama Viano dapat duduk kembali di meja makan yang begitu sepi kehangatan ini. Thomas mencoba membuang pikirannya sejenak dan menatap Viano, ia lupa menanyakan keadaan Martin dan Daniel padanya. "Viano? Bagaimana dengan Martin dan Daniel?" "Mereka telah di sana, aku akan bertanggung jawab hingga mereka akhirnya menyadari perbuatan mereka, tetapi butuh waktu yang cukup lama untuk itu!" jelas Viano.Tentu pembicaraan keduanya dapat kudengar dengan jelas. Mendengar nama Martin kembali di sebutkan sebuah ingatan di hari itu muncul di benakku.Max pun mendengar apa yang dikatakan ayahnya dan Viano, hanya saja ia merasa sedih melihat Shella yang tiba-tiba berekspresi tegang. Ia pun memandang ayah dan

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 67 Hukuman Untuk Daniel dan Martin

    Wajah Martin kala ini sungguh jauh dari kata baik begitupun dengan Daniel. Akibat perkelahian yang mereka lakukan.Daniel lebih dulu bangkit untuk duduk, senyumnya mengembang kala melihat Martin. "Akhirnya aku dapat memukulmu!" "Sial! Kau pikir siapa yang lebih parah di antara kita?" Martin bangkit dan berdiri. "Ayo kita buat rencana, pasti saat ini Thomas telah sembuh dan berniat mencari kita. Jika kita tertangkap maka aku pastikan dia akan benar-benar memasukkan kita ke penjara."Cara jalan Martin yang begitu berat membuat Daniel kembali tersenyum. "Setidaknya aku berhasil membalaskan pukulan hari itu!"Tibalah saatnya dimana Thomas akan membawa kedua adiknya tersebut kembali, terlebih Viano telah mengetahui keberadaan mereka.Kedua bola mata Thomas melirik kearah Viano yang tengah berdiri di sampingnya. "Siapkan semuanya! Kali ini kita akan menangkap Martin dan Daniel."Viano memahami perasaan Thomas, ia bahkan dengan sengaja menceritakan beberapa ke

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 66 Kecemasan Yang Terbayar

    Viano yang awalnya berada di luar area rumah sakit memutuskan untuk masuk kedalam dan menemui Max untuk menyampaikan beberapa informasi yang ia dapatkan. Sebenarnya ia tidak ingin membuang waktu lagi dan ingin segera menangkap Martin dan Daniel akan tetapi mengingat janjinya pada Max ia memutuskan untuk kembali dan memberikan kabar ini.Max yang tengah sibuk di ruangan ayahnya akhirnya berhasil keluar setelah Dokter datang lalu membius ayahnya. Ia pun keluar dan mendapati Viano duduk di kursi. Viano mendongak. "Bagaimana keadaan Thomas?""Ayah benar-benar tidak berubah sedikitpun, dia masih tetap keras kepala seperti dulu. Bagaimana denganmu? Kau tidak mengejar mereka berdua bukan?""Martin dan Daniel? Tidak! Aku telah berjanji pada seseorang untuk kembali?"Max tertawa. "Hahaha... Aku senang kau berbicara seperti ini denganku, Viano?""Benarkah? Sepertinya aku harus berbicara seperti ini sampai seterusnya?""Itu tidak buruk dan terdengar jauh lebih

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 65 Kabar Buruk

    Karena Elisa penasaran dengan kota yang ia tinggali seperti apa, ia pun memutuskan untuk mengelilingi kota tersebut beberapa hari setelah kedatangannya kemari dan begitupun dengan hari ini.Elisa pergi seorang diri tanpa penjaga atau pengawas siapapun, kedua orang tuannya pun tidak mempermasalahkan hal tersebut dan membiarkan Elisa bebas. Melihat sebuah danau yang indah, Elisa mengentikan mobilnya dan turun. Angin yang menerpa wajahnya dan cuaca yang cerah membuat suasana terlihat indah. Begitupun dengan pemandangan danau dan beberapa keluarga yang berujung untuk menikmati waktu santai bersama dengan keluarga mereka."Tidak buruk jika aku pergi kemari bersama Ayah dan Ibu." Elisa duduk untuk menikmati keindahan seperti orang-orang.Beberapa menit kemudian setelah menikmati momen tenang tersebut, ia memutuskan untuk pergi namun tiba-tiba seseorang duduk disampingnya. Dari penampilannya yang serba tertutup tentunya ia tidak mengenali siapa orang itu."Lama ti

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status