Saat malam tiba, keheningan campsite yang biasanya hanya diriuhkan oleh gemericik air dan suara binatang, malam itu tiba-tiba terdengar suara ceria dari keluarga yang berbahagia, ternyata hutan dengan gelapnya malam mampu menghipnotis sebuah keluarga yang terbiasa hidup di megapolis.
Kebekuan antara Xander dan Mischa pun perlahan mencair terbawa suasana.
Malam itu mereka menyantap makan malam sambil mengelilingi api unggun dan sesekali bercengkrama. Sesekali Jarvis mengabadikan moment-moment langka di mana Mischa dan Xander saling bergurau dan membicarakan hal-hal konyol bersama Arsen.
Setelah perut kenyang, Arsen tertarik untuk mengisi waktu mereka dengan mengamati kunang-kunang.
Pengamatan terhadap fenomena keindahan cahaya berkedip dari hewan nocturnal bertubuh lunak dan memanjang yang bernama latin Lampyridae ini paling baik dilakukan antara pukul tujuh sampai pukul sepuluh malam, ketika suhu berki
Semoga suka...jangan lupa jejaknya...
Setelah kemarin, semalaman suntuk Mendy menunggu Xander di apartemen pribadi lelaki itu, namun nyatanya Xander tak kunjung datang dan sepanjang hari ini Xander tak juga membalas pesan yang dikirim Mendy padanya. Bahkan semua panggilan telepon Mendy tak ada yang dijawab oleh Xander. Malam harinya, Mendy justru dikejutkan dengan kabar yang mengatakan bahwa kini Xander sedang piknik keluarga bersama Mischa dan Arsen di sebuah camp perkemahan keluarga di daerah Bogor. Mendy tahu hal itu dari Aldrian. Saat break syuting, Mendy memanfaatkan waktu senggangnya untuk mengajak Aldrian bertemu. Dia benar-benar tak mampu lagi menahan amarahnya terhadap Xander, terlebih lagi pada Mischa. Mendy sadar betul, keberadaan Mischa dan Arsen sangat berbahaya baginya. Mereka bisa kapan saja dengan mudah mengambil hati Xander dan mencuri posisinya saat ini sebagai satu-satunya wanita spesial dalam hidup Xander meski semua it
Hari ke dua berkemah, Mischa, Xander dan Arsen menghabiskan waktu bersama dengan melakukan banyak kegiatan mengasyikkan. Mulai dari memancing, trekking dan bermain game seru. Terakhir saat hari mulai beranjak sore, Arsen meminta Xander menemaninya untuk menggambar. "Arsen suka menggambar?" tanya Xander pada sang anak. Arsen mengangguk dengan cengiran lebar. Saat itu Raga sudah datang menjemput mereka dan semua perlengkapan berkemah sudah dibenahi. Rencananya, selepas senja nanti mereka akan pulang, kembali ke Ibukota dengan segala hingar bingarnya. Besok senin, baik Xander maupun Mischa harus kembali disibukkan dengan kegiatan sehari-hari mereka kembali. Terlebih, besok adalah hari pertama Arsen masuk ke sekolah barunya. Itulah sebabnya, mereka harus pulang sebelum malam hari tiba. "Arsen menggambar apa?" tanya Xander samb
Karena hari ini adalah hari pertama Mischa bekerja kembali di Butterfly, Aldrian berencana untuk menjemput Mischa pagi ini untuk mengantar wanita itu ke kantor. Jika biasanya Aldrian hanya menunggu kedatangan Mischa di lahan parkir rusun seraya menghubungi wanita itu, namun kali ini berbeda. Aldrian memilih untuk turun dari mobilnya dan menjemput Mischa langsung ke rusunnya. Aldrian yang merasa kecolongan setelah tahu kepergian Mischa dan Xander juga Arsen weekend kemarin, perlu melakukan manuver tambahan untuk bisa kembali berada satu langkah di depan Xander. Dan kali ini, Aldrian akan memakai Arsen sebagai cara terjitu yang dia miliki. Yakni, mengambil hati Arsen agar anak itu bisa dia kendalikan. Itulah sebabnya, pagi ini Aldrian bertamu dengan membawa dua jinjingan besar di tangannya yang berisi snack ringan yang pastinya di sukai anak kecil serta mainan yang cukup banyak.
Di sepanjang perjalanan menuju kediaman utama keluarga Malik, Mischa terus menangis, dan hal itu sangat membuat Aldrian khawatir. Jadilah Aldrian memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Amarahnya terhadap Xander pun keluarga lelaki itu kini kian bergemuruh. Aldrian hanya heran, kenapa bisa ada manusia-manusia tak berhati macam Xander dan keluarganya itu? Terbuat dari apa hati mereka hingga menyebabkan mereka begitu tega pada seorang wanita tak berdaya dan lemah macam Mischa? Tak membutuhkan waktu lama, kendaraan pribadi milik Aldrian pun sampai di kediaman utama keluarga Malik. Dengan gerakan yang begitu cepat Mischa menyambar kenop pintu mobil dan membukanya begitu mobil yang dikemudikan Aldrian berhenti di depan halaman rumah mewah itu. Kebetulan, pintu gerbang rumah itu sedang dibuka, jadilah mobil Aldrian menerobos masuk tanpa perduli pada beberapa security yang berjaga di sana. Bahkan tanpa dia menyadari adanya beberapa mobil Polisi yang
Pagi itu, Mischa, Xander, Raga, dan Jarvis serta Aldrian saling bekerja sama mencari keberadaan Arsen. Jarvis dan raga mencari di sekitar rusun, sedang Mischa, Xander dan Aldrian mencari di sekitar lokasi sekolah lama Arsen. Termasuk beberapa titik taman yang biasa di datangi Arsen bersama Mischa dahulu. Berbekal foto Arsen mereka bertanya pada siapapun yang mereka temui di jalanan, meski belum membuahkan hasil, bahkan saat jam makan siang sudah lewat. Bermandikan peluh, Mischa beristirahat sejenak dengan duduk di salah satu bangku taman. Dia meminum segelas air mineral dingin yang dibelinya di minimarket. Saking khawatirnya, Mischa bahkan baru ingat bahwa dirinya belum makan apapun sejak tadi pagi. Mischa memegangi perutnya yang keroncongan dengan wajah sedikit meringis. Dia membasahi bibir bawahnya yang terasa kering. Dalam pikirannya saat ini, tak sedikit pun Mischa memikirkan hal lain selain kesela
"Selamat malam Tuan Alexander Gavin Malik yang terhormat," "Tidak usah bertele-tele, langsung saja pada inti pembicaraan, hal apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" "Aku hanya ingin memberitahu tentang sesuatu, bahwa hari ini aku baru saja memperkenalkan Mischa pada Ibuku. Dan berita baiknya, sepertinya Ibuku sangat menyukai Mischa dan dia merestui hubunganku dengan Mischa, jadi... Tolong kamu pertimbangkan lagi dengan matang jika kamu berniat mencuri Mischa dariku! Karena hal itu pasti akan semakin membuat Ibuku, membenci dirimu!" "Apa setakut itukah kamu terhadapku Aldrian?" "Aku melakukan ini bukan karena aku takut padamu, tapi aku melakukan hal ini demi Ibuku. Kamu sudah membuatnya kehilangan suami yang begitu dia cintai selama ini, yaitu Ayahku, dan kamu juga sudah merampas Mendy dariku, menghancurkan butterfly dan semua harapan yang dimiliki keluargaku! J
Cukup lama Xander terdiam di dalam mobilnya, masih di lahan parkir rusun. Lelaki itu tampak menggenggam sebuah buku di tangannya. Sebuah buku diary milik Mischa yang sebelumnya koyak namun kini tampak utuh setelah Xander sendiri yang merapikannya. Setiap kali membaca ulang isi buku harian itu, Xander merasa hatinya kian berbunga-bunga. Meski, hal itu tak kunjung menghilangkan kekalutan dihatinya malam ini. Ternyata, benar apa yang telah dikatakan Aldrian bahwa saat ini, Mischa sepertinya memang sudah benar-benar membencinya. Xander diam bukan karena dia terlalu pengecut untuk mengutarakan isi hatinya, tapi karena memang dia memiliki alasan lain untuk itu. Dia merasa, belum saatnya untuk berkata jujur pada Mischa tentang perasaannya saat ini. Xander mendesah pasrah. Kepalanya dia sandarkan dalam-dalam ke sandaran jok mobil seraya memejamkan mata. Tub
Xander sudah selesai mengganti pakaiannya. Lelaki itu duduk kembali di sofa ruang tamu untuk menunggu sang pemilik rumah karena dirinya belum berpamitan untuk pulang. Sesekali Xander melongok ke arah kamar mandi setelah hampir tiga puluh menit terlewat dan tak terdengar suara apapun dari dalam kamar mandi. Tak ada guyuran air atau gemericik air mengalir. Sedang apa dia di kamar mandi? Lama sekali? Pikir Xander membatin. Diantara bingung dan cemas. Xander bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi di dapur. Dia hendak mengetuk pintu kamar mandi untuk memastikan keadaan Mischa baik-baik saja, meski setelahnya, dia menahan sejenak tangannya sebelum sempat menyentuh daun pintu. Entah apa yang terjadi, Xander tahu dirinya susah payah menahan gejolak aneh yang terus mendesak keluar dari dalam dirinya sejak tadi. Tepatnya sejak Mischa memeluknya secara tiba-tiba. Ked