Share

Chapter 6 : Mom

"Bu... kami berangkat ya..." Hana berteriak dari luar.

"Iya, Hati hati dijalan..."

Kami pun berangkat menuju sekolah, ah tidak. Maksudku hanya Hana. Biasanya aku yang membonceng dia, sekarang giliran dia yang memboncengku. Hana akan mengantarkanku terlebih dahulu menuju kerumah.

"Eh iya. Kalau kamu gak kesekolah, berarti aku harus jalan kaki dong hari ini?" Tanya Hana.

"Iya juga. Em... Hana bawa aja sepedaku nanti ke sekolah" Jawabku.

"Emang gapapa? tante Raisa gak akan marah?".

"Memangnya semenakutkan apa sih ibuku di pikiranmu?" Jawabku dengan becanda.

"Enggak gitu Icha..., yang namanya orang tua pasti khawatir sama anaknya. Apalagi ini kan satu satunya sepeda yang kamu punya"

"Iya juga, ibuku bilang ini punya ayahku. Tapi entah kemana dia sekarang. Gapapa kamu bawa aja, nanti sore kan kita mau kumpul dirumah mu..." Jawabku.

"Ngomong ngomong gimana kalo kamu ketahuan di skors sama tante Raisa?"

"Ya... yaudah sih, gabisa ngelak, palingan dimarahin."

"Lagian kata ibu, si Reiza lagi sakit, jadi aku bisa pake alasan jaga rumah biar gak ketahuan di skors" sambungku.

"Tapi kan ibumu harus kerja?" Tanya Hana.

"Biasanya ibu dari pagi sampai siang itu diem dirumah, beres beres, masak dan sedangkan Si Rei sama aku pergi ke sekolah. Nah kan si Rei pulangnya siang, pas si Rei pulang. Ibuku kerja, si Rei jaga rumah" Jawabku.

"Emm... Jadi?"

"Ya jadi kalo si Rei Sakit otomatis dia ada dirumah, tapi gaada yang jagain rumah. Jadinya aku mau nawarin buat jaga rumah ke ibu supaya ibu bisa kerja dari pagi, jadinya bajuku yang kotor gak ketahuan pas ibu mau beres beres" Sambungku.

"Emang yakin semudah itu? bukan nya tante Raisa lebih mementingkan sekolah? bisa aja dia cuti kerja... Kan kamu bilang tante Raisa cuman jaga toko grosir milik pamanmu"

"Iya juga sih..." Jawabku.

*Kami pun sampai dirumahku.

"Ini seriusan sepedanya aku bawa? " Tanya Hana.

"Iya, ayo masuk dulu bentar"

"Aku tunggu disini aja...".

"Mah? aku pulang..." Aku berteriak memanggil manggil ibuku.

"Kak? mamah udah berangkat ke toko" Adik ku keluar dari kamarnya.

"Terus? kamu gak ke sekolah?" Tanyaku.

"Gak dibolehin mamah, suruh istirahat sambil jaga rumah" Jawabnya.

"Yaudah, kamu istir-"

"Seragam kakak kok banyak merahnya?" Dia memotong perkataanku.

"Iya nanti aku jelasin. Diluar ada kak Hana, kamu suruh masuk aja dulu. Bilangin aja mamah udah berangkat. Aku mau nyiapin minum" Jawabku.

Saat adik ku masih kecil, dia sering bermain main dengan Hana di depan rumahku. Mereka sangat akrab, sampai akhirnya saat kami menginjak bangku SMP, dia jarang lagi bermain keluar rumah. Hana juga memang jarang lagi bermain kerumah kami.

Aku pun pergi ke dapur untuk  sekedar membuatkan Hana minum, ya walaupun cuman segelas teh hangat.

"Kak Hana, kata kakak suruh masuk kerumah. Mamah juga udah pergi ke toko"

"E-eh iya iya..." Jawab Hana.

"Permisi...."

"Hana duduk aja dulu, maaf cuman bisa bikinin teh" Aku menghampiri Hana di sofa.

"Eh iya gapapa, lagian masih ada waktu setengah jam buat ke sekolah"

"Eh iya Rei, kamu kesini sebentar..." Aku memanggil Reiza.

"Iya kenapa?".

"Jadi gini, kamu janji bakal rahasiain ini kan?" Tanyaku.

"Eh Cha? emang gapapa adik mu tau?" Tanya Hana.

"Gapapa, percaya padaku".

"Jadi gini Rei..., Aku di skors tiga hari dari sekolah gara gara berantem. Jadi hari ini aku gak bisa berangkat sekolah..." Aku mencoba menjelaskan.

"Jadi?"

"Jadi aku minta tolong kamu pura pura sakit untuk tiga hari kedepan supaya mamah gak tau aku di skors" Jawabku.

"Kenapa harus Za? memangnya alasan apa yang bakal kakak pakai ke mamah dengan Za berpura pura sakit sakit?" Tanya Reiza.

"Aku bakal pakai alasan kalau aku jaga rumah karna kamu lagi sakit" Jawabku.

"Tapi kan sekarang Za lagi sakitpun mamah tetap nyuruh Za jaga rumah"

"Dia benar Cha... Kita harus cari alasan lain." Hana menyangkal.

"Kenapa gak ngomong jujur aja ke mamah?" Kata Reiza.

"Gak mungkin, pasti dia marah. Kamu tau sendiri kan mamah sifatnya gi-?"

"Aku pernah bolos sekolah tapi mamah gak marah kok, asal alasan nya baik" Reiza memotong perkataanku.

"Ya beda dong Rei..., emangnya alasan apa yang kamu bilang ke ibumu waktu itu?" Hana mulai bicara lagi.

"Za bilang ke mamah kalau temen temen ngejek sepatu Za yang udah kotor karna lupa dicuci" Jawab Adik ku.

"Terus reaksi mamah gimana?" Tanyaku kembali.

"Mamah cuman bilang : 'Iya terserah kamu. Sekarang... kalau mau berangkat sekolah lagi ya silahkan. Tapi kamu sikat dulu sepatunya. Tapi kalau kamu gak mau berangkat sekolah juga gapapa' Gitu katanya".

"Tapi Cha, ini kasusnya beda. Kamu kan Di skors..."

"Iya, tapi..."

*Kreeek... suara pintu depan dibuka.

"Erika di skors kenapa?".

Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku. Tiba tiba seseorang datang yang adalah ibuku.

"Eh Ada Hana juga... kamu dari tadi disini?" Tanya ibuku.

"Mamah? bu-bukan nya mamah udah berangkat ke toko?" Tanyaku gemetar.

"Iya, mamah beli bubur buat adikmu. Dia gak enak badan dari semalam" Jawabnya.

"Surat pemberitahuan skorsnya mana? sini biar mamah baca" Sambung ibuku.

Aku mengeluarkan surat itu dari tasku. Entah kenapa dia tidak tampak marah sedikitpun. Apakah dia sudah lelah dengan perbuatan anaknya yang satu ini, atau hanya memendam emosinya karna disini ada Hana?.

"Oh iya, Erika kamu ganti baju dulu. Seragam kotornya masukin mesin cuci aja".

Gawat, aku lupa menyembunyikan noda darah di seragamku. Apakah dia sudah sadar dari tadi? kalau sudah dalam situasi seperti ini, aku hanya bisa mengikuti perintah ibuku.

Aku pergi ke kamarku untuk mengganti baju. Lalu aku pergi ke kamar mandi untuk menyimpan seragamku di mesin cuci.

Samar samar aku mendengar percakapan Hana dengan ibuku. Dia juga sedang dalam situasi yang sama denganku, Hana tidak bisa berbuat apa apa selain berkata jujur.

*Setelah menunggu selama beberapa menit, aku mulai kembali ke ruang tamu...

"Yaudah, dek Hana kalau mau berangkat pake sepedah punya Erika gapapa kok. Kalian kan mau kumpul kumpul dirumah Hana".

"Eng... Anu... Yaudah tante, Hana berangkat duluan...". Hana mulai beranjak dari sofa.

"Mah, aku mau nganterin Hana kedepan" Sambungku.

"Iya... hati hati ya" Ibuku tersenyum.

*Aku dan Hana pun keluar Rumah.

"Hana, aku minta maaf banget ngelibatin kamu dalam masalah pribadiku...".

"Kamu bicara apa sih? ini bukan masalah pribadi, ini masalah kita. Coba kalau kamu gak bertindak se-keren itu, mungkin kita bakalan masih dituduh korupsi sama mereka..." Hana menyangkal.

"Keren apanya?! yang ada aku malu karna salah sangka sama Zeinal. Ngomong ngomong kamu bilang apa aja sama ibuku?" Aku balik bertanya.

"Aku cuman ngomong apa yang tante Raisa tanyakan. Dia cuman bertanya kenapa kamu melakukan hal senekat itu" Hana menjawab.

"...Lalu aku pun menjawab apa adanya, aku menjelaskan kalau kamu mencoba membela Zulfa sama Erin yang dibully sama mereka. Tante Raisa pun gak keliatan marah kok" Dia mencoba menenangkanku.

"Haa... aku gak tau setelah kamu pergi dia bakal memarahi aku atau enggak" Keluhku.

"Gak bakal, percaya pada Mashiro Hana" Jawabnya dengan percaya diri.

"Yaudah aku berangkat, pinjam sepedanya ya... Dadah" Dia melambaikan tangan, pergi menjauh.

Akupun balik melambaikan tangan padanya. Aku tak percaya dia masih peduli padaku sampai sejauh ini. Entah apa yang mendorongnya untuk selalu ada disampingku hingga sekarang.

Aku bersyukur memiliki sahabat sepertinya.

TO BE CONTINUED...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status