Share

Keanehan Andini

Penulis: Atiek S
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-25 07:58:23

Maya sudah merasa jauh lebih baik. Rencananya dia akan ke kantor hari ini. Dia sedang duduk di kursi rias ketika terdengar ketukan di pintu kamarnya.

"Masuk," jawab Maya.

"Selamat pagi, Nona."

Ah ... ternyata Reynand yang datang. Dari cermin rias dia melihat Reynand datang mendekatinya lalu berdiri tepat di belakangnya.

Maya memejamkan mata sebentar, menghirup dalam-dalam aroma maskulin yang menguar dari tubuh asistennya. Maya sangat menyukai aroma citrus itu. Desiran itu datang lagi. Desiran aneh tiap kali berdekatan dengan Reynand. Entahlah, Maya juga tidak tahu apa.

"Nona, agenda Anda pagi ini adalah bertemu dengan Pak Kevin, dari PT Global Blue. Beliau ingin membicarakan kelanjutan kerjasama pembuatan iklan untuk produk kecantikan dari klien kita. Terus agenda siang nanti Anda akan ...."

Reynand menghentikan laporannya karena Maya mengangkat tangan isyarat Reynand harus berhenti memberikan laporan.

"Rey, bisa nggak kalau satu agenda saja? Kalau dua agenda kayaknya aku belum kuat deh. Ya ...! Boleh ya...!" kata Maya memasang mimik memelas. Reynand tersenyum melihat ekspresi lucu dari Nona Mudanya itu.

"You are the boss, Miss," jawab Reynand tersenyum. Manis sekali, hati Maya berdesir untuk kesekian kalinya. Reynand berjalan ke arah meja dekat jendela tempat obat Maya disediakan dan meletakkan satu pot kecil tanaman sansivera mini di situ.

"Ini obat yang disiapkan Tuan Bram?" tanyanya menoleh ke arah Maya. Maya mengangguk. Reynand memasukkan obat itu ke dalam plastik kecil dan menyimpan di sakunya.

"Saya tunggu di mobil dengan Mang Darto. Nona silahkan bersiap dulu, lalu minum obat dari Om Wira ini," kata Reynand menyerahkan obat berwarna oranye, obat penetralisir racun.

Setelah Reynand keluar, Maya segera meminum obat itu. Hari ini ada agenda penting jangan sampai efek racun itu merusak acaranya. Tiba-tiba dia teringat ucapan Bram kemarin.

"Kamu harus tetap meminum obat yang lama itu, Sayang. Kalau tidak bisa panjang urusannya. Karena obat itu sudah ada ...," Bram menutup mulutnya karena sudah keceplosan.

"Sudah ada apanya, Mas?"

"Eh ... itu, mhhh ... maksudku kalau kamu nggak minum obatnya, nanti kamu gak sembuh-sembuh. Gitu maksudku, Sayang," jawab Bram gelagapan.

'Apa yang kamu sembunyikan dariku, Mas?' 

Prang ... suara gaduh dari arah dapur membuyarkan lamunan Maya. Bergegas dia berlari ke arah sumber suara. Ternyata di sana Andini sedang marah-marah. Bi Munah tampak ketakutan, di kakinya ada pecahan piring dan nasi goreng yang berserakan.

"Bibik ini bisa kerja nggak sih, kan udah dibilangin Bik ...aku gak suka nasi goreng. Kenapa malah dibikin sarapan nasi goreng sih?” kata Andini dengan muka memerah.

"Maaf, Non Andin. Tapi kan semalam Non udah pesen sama Bibik, katanya minta nasi goreng."

"Iya ... tapi bukan nasi goreng sampah kayak gini. Pake dibumbuin terasi segala, eneg tau Bik. Udah baunya gak karu-karuan begitu." Andini menendang piring yang sudah berantakan itu dengan kakinya.

"Ini nasi goreng yang biasa Bibik buat ,Non."

"Eh ... perempuan tua. Jawaaab aja kalau dibilangin ya? Bibik ini tuli atau begimana sih? Nggak denger apa aku ngomong? Terus itu mana buah mangga muda yang aku minta? Jangan bilang kalau Bibik juga lupa," mata Andini melotot sambil menunjuk-nunjuk muka Bi Munah saking marahnya. 

Maya hanya memperhatikan dari kejauhan. Bik Munah menahan tangis, tidak mau kelihatan bersedih, bisa tambah diomeli Andini nanti.

"Iya ... maaf, Non. Memang ndak ada yang jual mangga muda," jawab Bi Munah menunduk sambil memegangi ujung bajunya.

"Alaaahhh ... alasan saja. Bibik buta sampai nggak bisa lihat, hah? Aku belum makan apa-apa , Bik. Bisa mati kalau kayak gini caranya. Bibik mau aku pecat? Hhiiiihhh ... geram sekaliali aku," kali ini Andini menjambak rambut dan mendorong Bi Munah sampai terjatuh.

Waahh ini tidak bisa sibiarkan. Maya yang melihat kejadian itu berlari mendekat bermaksud melerai kegaduhan, sebelum Andini lebih oarah menganiaya Bi Munah.

"Eh ... eh ... ada apa ini ribut-ribut? Andini yang sopan kamu ya, sama orang tua begitu kamu," kata Maya. 

Andini melepas cengkeraman pada rambut Bik Munah. Dan mendengus kesal. Dengan raut muka yang penuh kemarahan dia memandamg sinis ke arah Maya.

"Nah ini satu lagi, klop kan? Sama-sama menyusahkan. Malas aku ribut sama perempuan murahan sepertimu, jauh-jauh datang hanya ingin merebut harta Papaku saja."

"Jaga omongan kamu, Andinu. Aku ini Kakak kamu. Hormat dikit dong."

"Halah ... males banget ribut sama kamu. Buang-buang energi."

Andini berlalu pergi meninggalkan Maya dan Bi Munah yang masih terduduk di lantai.

"Bangun, Bik. Lain kali Bibik jangan diam saja kalau Andini buat ulah," kata Maya membantu Bi Munah bangun.

Air mata yang sedari tadi ditahan akhirnya luruh juga. Bi Munah bisa menahannya dari Andini, tapi tidak dengan Maya. Gadis itu sangat menyayanginya, sudah menganggap Bi Mumah keluarga sendiri. Perhatian dari Maya membuat hati wanita gempal itu terharu.

"Tidak apa-apa Non, Bibik udah biasa dimarahi Non Andini begini."

"Marah sih boleh aja , Bik. Tapi kalau sudah menyakiti kayak gini namanya sudah tindak kekerasan.  Emang Andini marah kenapa sih Bik, sampai banting piring segala?"

"Biasa, Non. Nggak suka dengan sarapan yang Bibik buat pagi ini. Padahal tadi malam Non Andin sendiri yang pesan minta dibuatkan nasi goreng. Katanya eneg sama bau terasinya. Padahal kan Bibik bikin nasi gorengnya dari dulu ya kayak gitu. Biasanya juga Non Andin suka."

Maya memperhatikan dengan seksama. Gadis itu iba melihat keadaan Bi Munah.

"Kan cuma masalah sepele itu, Bik."

"Iya, Non. Bibik juga tidak tahu. Hanya masalah bau terasi dan mangga muda saja Non Andin bisa sampai marah begitu."

"Mangga muda?" tanya Maya sedikit heran.

"Iya, Non. Tadi malam Non Andin juga minta dicarikan mangga muda. Bibik juga ndak tahu mau buat apa. Akhir-akhir ini memang Non Andin suka minta yang aneh-aneh, Non."

Maya semakin heran dengan cerita Bi Munah. Sepertinya ada yang aneh dari Andini. Satu notif pesan masuk ke ponselnya membuat Maya mmbatalkan niat untuk mengorek lebih jauh tentang Andini.

"Bik, maaf ya. Saya harus berangkat sekarang. Bibik yang sabar ya, Bibik bersihkan dulu pecahan piring ini, nanti sore setelah saya pulang kita bicarakan lagi soal ini. Sekarang ada hal penting yang harus saya kerjakan," pamit Maya, lalu bergegas menuju mobil.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obat Yang Diberikan Suamiku Ternyata Racun   Fix, Maya Cemburu

    Maya memalingkan muka. Omaigot malu sekali rasanya. Reynand memergokinya menangis karena alasan yang konyol. Entah harus sedih atau bahagia dia kali ini. Yang jelas dia malu pada Reynand karena mendapati keadaanya kacau seperti ini.Ah sudah terlanjur ketahuan, biar sajalah. Namun Maya masih bingung harus berkata apa. Reynand memgambil kursi dan duduk di hadapannya saat ini."Berhenti nangisnya, kita ke butik kalau memang kamu mau ke butik. Aku antar, tapi janji nggak nangis kayak gini."Ah manis sekali sih sikap Reynand ini. Membuat Maya membuncah di dalam hati. Entah kemana larinya semua kosakata yang ada di otaknya, sehingga Maya tidak bisa menyusun kalimat yang tepat untuk dikatakan saat ini.Reynand mendekat untuk menghapus air mata dengan tisu yang masih dipegangnya. Pipi Maya memerah mendapat perhatian yang manis seperti itu."Aku bisa sendiri," katanya meraih tisu dari tangan Reynand. Dia tidak mau Reynand menyadari pipinya yang semakin merona karena malu."Kita sarapan dulu s

  • Obat Yang Diberikan Suamiku Ternyata Racun   Buku Jadi Sasaran Amarah

    Reynand sengaja bangun lebih pagi dan berkutat di dapur. Dia membuat bubur untuk Maya. Mudah-mudahan hari ini keadaanya sudah membaik. Beruntung hari ini adalah hari Minggu sehingga dia tidak diburu pekerjaan.Berbeda dari biasanya, kali ini Reynand membuatkan bubur sumsum. Yaitu bubur khas Jawa Tengah yang dibuat dari tepung beras dengan kuah yang terbuat dari rebusan gula jawa dan daun pandan sebagai pewangi.Masakan simpel itu hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Setelah siap Reynand membawa bubur itu ke kamar Maya.Reynand mengetuk pintu meskipun kamar Maya terlihat terbuka. Dilihatnya gadis cantik itu tengah memilih-milih buku. Maya memang mewarisi hobi ayahnya yang suka membaca. Berbagai buku dari mulai filosofi, fiksi, hukum, dan motivasi berjajar rapi dalam rak sudut di pojok kamarnya.Tok ... tok ... tokMaya menoleh untuk melihat siapa yang datang. "Masuk, Rey." Maya memasukkan kembali buku seri dari Chicken Soup For The Soul ke dalam rak karena tahu Reynand memba

  • Obat Yang Diberikan Suamiku Ternyata Racun   Sakit Karena Cemburu

    Reynand panik begitu mendapat telfon dari Mang Darto. Rasa bersalah tiba-tiba menguasai hatinya. Tapi tadi pagi nonanya itu baik-baik saja. Sakit apakah? Apakah racunnya menyerang lagi? Apakah Maya lupa meminum obat penetralisir racun pagi tadi? Wah ... bahaya kalau memang situasinya seperti itu. Meskipun efeknya halus tapi tetap saja membahayakan keselamatannya. Itulah makanya dia selalu menjaga Maya selama ini. Karena jiwa gadis itu terancam. Bukan cuma dari musuh-musuh bisnisnya tapi juga dari racun yang ada di dalam rubuhnya."Loh, memang nona sakit apa Mang? Tadi baik-baik saja. Bukannya nona masih di kantor? Kok sudah sama Mang Darto? Memang sekarang nona di mana Mang?" Reynand memberondong dengan banyak pertanyaan.[Mamang nggak tau, Den. Tadi tuh nona telpon Mamang minta diantar ke butik. Suruh jemput di lobi kantor. Tapi begitu Mamang datang Nona nangis, kepalanya sakit katanya. Terus minta pulang saja. Den Reynand di mana ini? Sebaiknya segera pulang, Den]"Saya masih di ka

  • Obat Yang Diberikan Suamiku Ternyata Racun   Ambisi Aruni

    "Nona, Anda baik-baik saja?" Mang Darto tiba-tiba sudah berdiri di belakang Maya. Dia menepuk pundak nona mudanya itu sangat pelan agar tidak mengejutkannya.Maya buru-buru menghapus air matanya tanpa menoleh ke arah Mang Darto. Dia malu kalau sampai Mang Darto memergokinya menangis tanpa alasan yang jelas.Kemudian dia menarik nafas dalam untuk menetralisir sesak di dadanya. Sambil tersenyum dia menoleh."Ah iya, Mang. Sa-saya hanya pu-pusing sedikit. Iya ... pusing, Mang. Hehe ...."Ah pasti jelek sekali mimik mukanya saat ini. Mudah-mudahan Mang Darto tidak menyadari kalau tadi dia menangis."Loooh ... pusing kok malah minta diantar ke butik? Nona sudah makan? Atau Mamang antar pergi makan dulu saja?"Soal perhatian Mang Darto dan Bik Munah jagonya. Perasaan sayang mereka ke Maya juga tulus. Maya sungguh bersyukur memiliki dua orang itu. Kalau saja tidak sedang berada di lobi pasti air matanya makin tumpah saat itu j

  • Obat Yang Diberikan Suamiku Ternyata Racun   Tespack Di Tangan Aruni

    "Selamat pagi, Bu Maya," sapa Pak Johan ramah.Lelaki berumur sekitar 45 tahun itu memang selalu murah senyum. Pelayanannya yang cepat dan baik hati membuat Maya nyaman bekerja sama dengannya."O iya, selamat pagi juga, Pak Johan. Mari silahkan. Kita duduk di kursi sebelah sana saja ya."Maya mempersilahkan Pak Johan duduk di ruang khusus untuk menerima tamu. Tak lama berselang datang Karin membawakan dua cangkir kopi latte dengan sedikit kue untuk cemilan."Mari silahkan kopinya, Pak. Kita ngobrol santai saja ya.""Iya, terima kasih, Bu Maya."Pak Johan mengeluarkan berkas perceraian Maya dengan Bram. Ada beberapa lembar yang perlu ditanda tangani."Maaf, Pak. Ini saya terima jadi saja loh ya. Untuk biaya saya ngikut aja. Maaf karena jadwal saya padat, jadi saya mohon kerja samanya.""Bu Maya tenang saja. Setelah proses penandatangan ini, surat cerai akan segera kami proses dan kami kirim ke alamat ibu. Setelah itu selesai. Silahkan Bu Maya tanda tangan di sini."Pak Johan menunjukka

  • Obat Yang Diberikan Suamiku Ternyata Racun   Pacar Baru Reynand?

    Setelah lebih dari tiga hari istirahat di rumah, hari ini akhirnya Maya datang ke kantor. Selain ada temu janji dengan pengacaranya yaitu Pak Johan, ada beberapa hal yang harus dia kerjakan. Termasuk koordinasi dengan EO yang menangani pelaksanaan Gathering Perusahaan sebentar lagi.Maya tampak anggun melangkah memasuki kantor. Gadis cantik itu mengenakan kemeja putih dengan hiasan syal kecil untuk mempermanis penampilannya. Celana kulot berwarna coklat mocca dengan blazer warna senada membuat penampilannya semakin mempesona. Rambutnya yang panjang dia buat agak curly agar kelihatan lebih feminim.Di belakangnya tanpak Reynand yang selalu setia mendampingi orang nomor satu di Wijaya Corp itu. Setelan jas berwarna hitam yang dipadukan dengan kemeja tanpa dasi berwarna putih membuat penampilannya hari ini tampak memukau. Wajah tampan khas asli orang Indonesia tak membuatnya kalah dengan wajah-wajah blasteran Indo. Reynand memang memiliki khar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status