Share

Keanehan Andini

Maya sudah merasa jauh lebih baik. Rencananya dia akan ke kantor hari ini. Dia sedang duduk di kursi rias ketika terdengar ketukan di pintu kamarnya.

"Masuk," jawab Maya.

"Selamat pagi, Nona."

Ah ... ternyata Reynand yang datang. Dari cermin rias dia melihat Reynand datang mendekatinya lalu berdiri tepat di belakangnya.

Maya memejamkan mata sebentar, menghirup dalam-dalam aroma maskulin yang menguar dari tubuh asistennya. Maya sangat menyukai aroma citrus itu. Desiran itu datang lagi. Desiran aneh tiap kali berdekatan dengan Reynand. Entahlah, Maya juga tidak tahu apa.

"Nona, agenda Anda pagi ini adalah bertemu dengan Pak Kevin, dari PT Global Blue. Beliau ingin membicarakan kelanjutan kerjasama pembuatan iklan untuk produk kecantikan dari klien kita. Terus agenda siang nanti Anda akan ...."

Reynand menghentikan laporannya karena Maya mengangkat tangan isyarat Reynand harus berhenti memberikan laporan.

"Rey, bisa nggak kalau satu agenda saja? Kalau dua agenda kayaknya aku belum kuat deh. Ya ...! Boleh ya...!" kata Maya memasang mimik memelas. Reynand tersenyum melihat ekspresi lucu dari Nona Mudanya itu.

"You are the boss, Miss," jawab Reynand tersenyum. Manis sekali, hati Maya berdesir untuk kesekian kalinya. Reynand berjalan ke arah meja dekat jendela tempat obat Maya disediakan dan meletakkan satu pot kecil tanaman sansivera mini di situ.

"Ini obat yang disiapkan Tuan Bram?" tanyanya menoleh ke arah Maya. Maya mengangguk. Reynand memasukkan obat itu ke dalam plastik kecil dan menyimpan di sakunya.

"Saya tunggu di mobil dengan Mang Darto. Nona silahkan bersiap dulu, lalu minum obat dari Om Wira ini," kata Reynand menyerahkan obat berwarna oranye, obat penetralisir racun.

Setelah Reynand keluar, Maya segera meminum obat itu. Hari ini ada agenda penting jangan sampai efek racun itu merusak acaranya. Tiba-tiba dia teringat ucapan Bram kemarin.

"Kamu harus tetap meminum obat yang lama itu, Sayang. Kalau tidak bisa panjang urusannya. Karena obat itu sudah ada ...," Bram menutup mulutnya karena sudah keceplosan.

"Sudah ada apanya, Mas?"

"Eh ... itu, mhhh ... maksudku kalau kamu nggak minum obatnya, nanti kamu gak sembuh-sembuh. Gitu maksudku, Sayang," jawab Bram gelagapan.

'Apa yang kamu sembunyikan dariku, Mas?' 

Prang ... suara gaduh dari arah dapur membuyarkan lamunan Maya. Bergegas dia berlari ke arah sumber suara. Ternyata di sana Andini sedang marah-marah. Bi Munah tampak ketakutan, di kakinya ada pecahan piring dan nasi goreng yang berserakan.

"Bibik ini bisa kerja nggak sih, kan udah dibilangin Bik ...aku gak suka nasi goreng. Kenapa malah dibikin sarapan nasi goreng sih?” kata Andini dengan muka memerah.

"Maaf, Non Andin. Tapi kan semalam Non udah pesen sama Bibik, katanya minta nasi goreng."

"Iya ... tapi bukan nasi goreng sampah kayak gini. Pake dibumbuin terasi segala, eneg tau Bik. Udah baunya gak karu-karuan begitu." Andini menendang piring yang sudah berantakan itu dengan kakinya.

"Ini nasi goreng yang biasa Bibik buat ,Non."

"Eh ... perempuan tua. Jawaaab aja kalau dibilangin ya? Bibik ini tuli atau begimana sih? Nggak denger apa aku ngomong? Terus itu mana buah mangga muda yang aku minta? Jangan bilang kalau Bibik juga lupa," mata Andini melotot sambil menunjuk-nunjuk muka Bi Munah saking marahnya. 

Maya hanya memperhatikan dari kejauhan. Bik Munah menahan tangis, tidak mau kelihatan bersedih, bisa tambah diomeli Andini nanti.

"Iya ... maaf, Non. Memang ndak ada yang jual mangga muda," jawab Bi Munah menunduk sambil memegangi ujung bajunya.

"Alaaahhh ... alasan saja. Bibik buta sampai nggak bisa lihat, hah? Aku belum makan apa-apa , Bik. Bisa mati kalau kayak gini caranya. Bibik mau aku pecat? Hhiiiihhh ... geram sekaliali aku," kali ini Andini menjambak rambut dan mendorong Bi Munah sampai terjatuh.

Waahh ini tidak bisa sibiarkan. Maya yang melihat kejadian itu berlari mendekat bermaksud melerai kegaduhan, sebelum Andini lebih oarah menganiaya Bi Munah.

"Eh ... eh ... ada apa ini ribut-ribut? Andini yang sopan kamu ya, sama orang tua begitu kamu," kata Maya. 

Andini melepas cengkeraman pada rambut Bik Munah. Dan mendengus kesal. Dengan raut muka yang penuh kemarahan dia memandamg sinis ke arah Maya.

"Nah ini satu lagi, klop kan? Sama-sama menyusahkan. Malas aku ribut sama perempuan murahan sepertimu, jauh-jauh datang hanya ingin merebut harta Papaku saja."

"Jaga omongan kamu, Andinu. Aku ini Kakak kamu. Hormat dikit dong."

"Halah ... males banget ribut sama kamu. Buang-buang energi."

Andini berlalu pergi meninggalkan Maya dan Bi Munah yang masih terduduk di lantai.

"Bangun, Bik. Lain kali Bibik jangan diam saja kalau Andini buat ulah," kata Maya membantu Bi Munah bangun.

Air mata yang sedari tadi ditahan akhirnya luruh juga. Bi Munah bisa menahannya dari Andini, tapi tidak dengan Maya. Gadis itu sangat menyayanginya, sudah menganggap Bi Mumah keluarga sendiri. Perhatian dari Maya membuat hati wanita gempal itu terharu.

"Tidak apa-apa Non, Bibik udah biasa dimarahi Non Andini begini."

"Marah sih boleh aja , Bik. Tapi kalau sudah menyakiti kayak gini namanya sudah tindak kekerasan.  Emang Andini marah kenapa sih Bik, sampai banting piring segala?"

"Biasa, Non. Nggak suka dengan sarapan yang Bibik buat pagi ini. Padahal tadi malam Non Andin sendiri yang pesan minta dibuatkan nasi goreng. Katanya eneg sama bau terasinya. Padahal kan Bibik bikin nasi gorengnya dari dulu ya kayak gitu. Biasanya juga Non Andin suka."

Maya memperhatikan dengan seksama. Gadis itu iba melihat keadaan Bi Munah.

"Kan cuma masalah sepele itu, Bik."

"Iya, Non. Bibik juga tidak tahu. Hanya masalah bau terasi dan mangga muda saja Non Andin bisa sampai marah begitu."

"Mangga muda?" tanya Maya sedikit heran.

"Iya, Non. Tadi malam Non Andin juga minta dicarikan mangga muda. Bibik juga ndak tahu mau buat apa. Akhir-akhir ini memang Non Andin suka minta yang aneh-aneh, Non."

Maya semakin heran dengan cerita Bi Munah. Sepertinya ada yang aneh dari Andini. Satu notif pesan masuk ke ponselnya membuat Maya mmbatalkan niat untuk mengorek lebih jauh tentang Andini.

"Bik, maaf ya. Saya harus berangkat sekarang. Bibik yang sabar ya, Bibik bersihkan dulu pecahan piring ini, nanti sore setelah saya pulang kita bicarakan lagi soal ini. Sekarang ada hal penting yang harus saya kerjakan," pamit Maya, lalu bergegas menuju mobil.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status