Share

Pesona Kevin

Mang Darto menghentikan mobil tepat di depan pintu masuk Kafe Biru, tempat yang disepakati Kevin untuk pertemuan mereka pagi ini.

Kafe Biru memang benar-benar berwarna biru, mulai dari warna dinding, meja kursi, lampu, hiasan, dan pernak-perniknya semua bernuansa biru.

Begitu masuk ke dalam kafe mereka disambut musik slowrock yang mengalun pelan. Membuat para pengunjung betah berlama-lama duduk sambil mengobrol dengan teman ataupun rekan kerja. Maya dan Reynand berjalan beriringan menuju meja resepsionis.

"Atas nama Bapak Kevin?" tanya Reynand pada pelayan di situ.

"O iya, Bapak Kevin sudah menunggu di ruang VVIP, mari saya antar," jawab pelayan itu ramah.

Mereka dibawa masuk ke arah pintu sebelah kiri kafe, melewati beberapa gazebo out door dan ruang meeting. Mereka tiba pada sebuah ruangan tertutup dengan pernak-pernik bulan dan bintang yang juga berwarna biru tua.

"Silahakan Tuan ... Nyonya. Bapak Kevin sudah menunggu di dalam," kata pelayan itu.

"Terima kasih," jawab Maya dan Reynand bersamaan.

Reynand mengetuk pintu sebelum masuk.

"Silahkan, Nona, dan ini berkas yang Bapak Kevin minta," kata Reynand mempersilahkan Maya masuk dan menyerahkan berkas kerjasama dengan perusahaan Kevin. Sedangkan dia berdiri di luar pintu untuk berjaga.

Maya melangkah anggun, di dalam ruangan dia disuguhkan dengan pemandangan menakjubkan. Langit-langit ruangan dihiasi dengan lukisan awan dan bintang dengan berbagai ukuran. Maya merasa seperti berada di ruang angkasa.

Di dalam Maya melihat seorang laki-laki muda berumur sekitar awal 30-an, berambut lurus dengan potongan model artis Korea, memakai setelan jas hitam dan kemeja biru dengan dasi warna senada.

Kevin yang menyadari kehadiran Maya kemudian bangun dari duduknya dan menyalami Maya.

"Halo ... Ibu Maya, senang sekali hari ini akhirnya saya bisa bertemu langsung dengan pemilik perusahaan terbesar nomor tujuh di Indonesia. Wow ... jauh diluar bayangan saya, ternyata Anda cantik sekali," sapa Kevin ramah.

"Ah ... Anda terlalu memuji, Pak Kevin."

"Mmhh ... no ... Anda memang cantik luar biasa Bu Maya, mari silahkan duduk," Kevin menyalami Maya dan mempersilahkan duduk.

"Just Maya, Pak Kevin," ucap Maya tersenyum.

"Oke Maya, kalau begitu panggil Kevin juga ya. Biar enak ngobrolnya," kata Kevin mulai menggunakan bahasa santai.

"By the way ... terima kasih loh sudah mau menemui saya, suatu kehormatan buat saya bisa bertemu wanita secantik Anda.

Dengar-dengar Anda baru saja sembuh dari sakit, maaf tidak bisa menjenguk waktu itu," kata Kevin sambil mengambil sebuah buket bunga mawar berwarna pink dari kursi di sebelahnya dan diberikan kepada Maya.

"Ini untuk wanita cantik yang kuat dan tangguh sepertimu, Maya," kata Kevin sambil menatap tajam langsung ke manik hitam milik Maya.

Maya salah tingkah menerima buket mawar itu, karena itu diluar dugaan. Tanpa disadari dia menoleh ke arah Reynand yang sedari tadi berjaga di dekat pintu seolah minta persetujuan pada asisten pribadinya itu. Tapi sayangnya Reynand menghadap keluar hingga tidak melihat Maya.

"Terima kasih Kevin, tidak perlu repot sebenarnya, saya juga sudah sembuh, sudah bisa menemui Anda, dan selesai dari sini nanti rencananya langsung ngantor," Maya merasa tidak enak diperlakukan istimewa seperti itu.

"O iya, ini laporan yang Anda minta mengenai proyek pembuatan iklan yang ...." belum sempat Maya melanjutkan, Kevin menghentikan kalimat Maya dengan isyarat mengangkat tangan.

"Please, Maya. Aku mengundangmu bukan untuk berkas ini, jadi tolonglah jangan bahas soal pekerjaan. Kita rileks ... makan sambil ngobrol santai. Biar sedikit fresh gitu, nggak ngomongin kerjaan mulu," kata Kevin.

Maya heran, "Loh bukannya Anda mengundang saya untuk membicarakan proyek kerjasama kita?" tanyanya.

"Siapa bilang? Asistenmu itu?" kata Kevin sambil tertawa. "Good boy," katanya kemudian.

"Jadi ... ini?"

"Yup ... murni makan pagi, alias sarapan," jawab Kevin.

"Tapi Kevin," Maya masih belum mengerti.

Kevin hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Sudahlah ... kita makan dulu, aku lapar," kata Kevin sambil mulai menyantap makanan yang sudah tersedia di meja.

"Ayo dong sambil dimakan. Kamu juga belum sarapan kan?" Kevin mempersilahkan.

Maya yang memang belum sarapan dari rumah memang merasa lapar. Tadi pagi mood makannya sudah hilang duluan sebelum sempat menyantap sarapan gara-gara Andini.

Kevin orangnya cool dan mudah akrab. Sesekali Kevin mencuri pandang saat mereka makan. Dan entah kenapa, si Kevin ini suka sekali tersenyum setiap pandangan mereka bertemu. Diam-diam Maya geram dalam hati.

'Awas saja Rey. Awas nanti kalau sampai kantor, kena kamu. Seenaknya saja mengatur pertemuan nggak jelas begini. Katanya mau cek berkas nyatanya hanya untuk nemenin sarapan,' batin Maya kesal.

"Kamu santai saja soal proyek ini Maya. Klien biar aku yang handle, untuk pengerjaan lapangan sepenuhnya aku serahkan sama tim kamu. Mulai dari pemilihan model sampai ke syuting iklan aku yakin feel kamu lebih mengena dalam hal ini, cuma ...," Kevin menggantung kalimatnya.

"Cuma apa?"

"Sorry to say ya. Aku kurang percaya dengan suamimu, Bramantyo. Entahlah, aku melihat gelagat kurang sehat dari cara kerjanya."

Maya mencoba mencerna kata-kata Kevin. Proyek kerjasama ini Bram yang melobi ke pihak Kevin, ketika Maya dirawat di rumah sakit. Tapi mangkrak selama seminggu, karena Bram sering keluar kantor untuk urusan yang tidak jelas. Akhirnya diambil alih oleh Reynand sesuai arahan Maya.

"Kamu juga harus hati-hati dengan Mama kamu, mmhh ... maksudku mereka berdua," kata-kata Kevin semakin membuat Maya bingung.

"Maksud kamu?" Maya berusaha bertanya, tapi Kevin hanya tersenyum penuh makna.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status