Share

7. Elea Anastasia

Penulis: Nousephemeral
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-08 12:14:16

Elea kehilangan buku matematikanya. Padahal besok ada tugas matematika yang harus dikumpulkan.

Untungnya tugasnya sudah dikerjakan. Dan Elea yakin bukunya pasti tertinggal di rumah pohon akibat tadi dia membereskan barang-barangnya dengan terburu-buru.

Elea berencana untuk mengambil bukunya yang tertinggal itu besok pagi saja — pagi-pagi sekali. Sekarang dia tidak berani karena khawatir pria tadi masih ada di sana.

Meskipun Elea belum yakin, tapi dari suaranya sepertinya pria itu adalah putra bungsu Kartanegara yang dibangga-banggakan itu.

Elea masih bisa merasakan panas wajahnya saat mengingat kejadian di rumah pohon. Dia yang terbata-bata menyebut namanya, bahkan suaranya nyaris hilang tertelan rasa gugup.

Bagaimana dia tergesa-gesa meminta maaf sebelum akhirnya ngibrit seperti anak kecil yang ketahuan berbuat kenakalan. Kesan pertamanya di mata si tuan muda pasti sangat memalukan.

Elea sontak menenggelamkan wajahnya di bantal. Seolah dengan begitu, dia bisa menghapus memori memalukan itu dari benaknya.

Dia tidak menyangka ternyata rumah pohon tersebut milik putra bungsu Kartanegara. Dia merasa rumah pohon itu adalah tempat di mana si tuan muda bisa menikmati kedamaian jauh dari hiruk pikuk mansion keluarganya.

Melihat tuan muda langsung berkunjung ke rumah pohon di hari pertama kepulangannya menyiratkan jika tempat itu cukup berarti baginya.

Elea jadi semakin malu karena sempat menjadikan tempat itu tempat pribadinya. Tanpa sadar dia sempat mengklaim tempat itu sebagai miliknya.

Ah, betapa memalukannya.

Untung saja si tuan muda tidak mungkin tahu hal itu.

Elea kembali berguling dengan tidak nyaman. Kantuk belum menyerangnya, padahal Elea ingin segera memejamkan mata agar berhenti terus mengingat kejadian memalukan tadi.

Tapi, kejadian itu begitu lekat di kepalanya. Atau mungkin tepatnya… yang terus terbayang-bayang adalah momen saat dia beradu pandang dengan si tuan muda.

Elea kembali menenggelamkan wajahnya di bantal. Kali ini bukan karena malu. Tapi, menyembunyikan pipinya yang merona.

.

.

Sesuai rencana, pagi-pagi sekali — bahkan ibunya pun belum bangun — Elea menyelinap keluar kamar.

Merapatkan mantel tebalnya untuk menghalau dingin yang menusuk, Elea berjalan dengan cukup tergesa menuju rumah pohon.

Elea mendongak, berdiri di hadapan rumah pohon itu sejenak. Ragu untuk naik hanya karena dugaan tidak masuk akalnya yang berpikir Rendra tidur di sana.

Setelah menepis pikiran konyolnya, Elea memutuskan untuk naik. Dia mengintip masuk lewat kaca terlebih dahulu, sebelum membuka pintunya dan masuk ke rumah pohon yang terbilang luas untuk dibilang rumah pohon. Hanya karena bangunannya dibangun menyatu dengan pohon sehingga namanya rumah pohon.

Elea mengernyit kebingungan ketika tidak menemukan buku yang dicarinya. Dia sudah mencari ke semua sudut— meskipun tidak percaya juga buku itu sampai terselip ke sudut-sudut karena dia hanya belajar di satu tempat — tapi hasilnya tetap tidak ada.

Elea kembali mencari sekali lagi. Karena tidak percaya bukunya tidak ditemukan padahal dia sangat yakin pasti tertinggal di sini. Dia berjongkok, memeriksa bagian bawah meja, lalu kembali ke sudut-sudut lain. Tetap tidak ada.

Elea mencengkeram rambutnya frustrasi. Berusaha mengingatnya dengan jelas. Jadi, bertanya-tanya apa mungkin dia salah mengingat?

Matahari perlahan-lahan mulai menunjukkan eksistensinya. Hal itu buat Elea memutuskan untuk segera pergi dari rumah pohon dan berharap buku yang dicarinya ternyata terselip di tempat penyimpanan buku di kamarnya.

***

Seminggu berlalu, Elea masih belum menemukan buku matematikanya.

Di titik ini saking herannya karena dia sangat yakin bukunya tertinggal di rumah pohon, Elea sampai berani menuduh si tuan muda Rendra yang mengambilnya. Meskipun tuduhan lancang tersebut langsung ditepisnya kuat-kuat karena… ya ampun seorang tuan muda mengambil buku matematika seorang anak SMA adalah hal paling mustahil yang mungkin terjadi.

Namun, sekeras apa pun Elea mencari, bukunya tak kunjung ditemukan. Tak hanya buku matematikanya, buku lainnya yang waktu itu dia bawa ke rumah pohon, yaitu sebuah novel klasik pun tidak ada.

Elea sudah kembali ke rumah pohon itu, tetap tidak ada.

Ketika hari ini dia hendak kembali mencarinya lagi ke sana, Elea terkejut ketika di depan sana melihat Rendra tengah berjalan dengan langkah yang begitu elegan.

Apa si tuan muda juga akan ke rumah pohon?

Sejak terakhir kali bertemu di rumah pohon, baru sekarang lagi Elea melihatnya.

Elea menimbang-nimbang sebentar. Meskipun mustahil Rendra yang mengambilnya, bukannya tidak ada salahnya bertanya? Mengingat pria itu yang terakhir kali berada di rumah pohon.

Elea mengepalkan tangan erat. Membulatkan tekadnya untuk bertanya pada si tuan muda. Dengan langkah hati-hati, Elea berjalan mengikutinya dari kejauhan.

Karena tidak sedang berhadapan, Elea berani menatap pria itu dengan terang-terangan. Dari belakang saja, sosoknya memancarkan sesuatu yang sulit dijelaskan.

Postur tubuhnya tegap sempurna, bahunya yang lebar tampak kokoh, garis punggungnya lurus. Padahal hanya dari belakang, tapi kesempurnaan rupa pria itu tampak jelas.

Cara melangkahnya saja terlihat penuh kendali. Seperti untuk melangkah saja pria itu sudah memperhitungkannya. Meskipun tentunya tidak demikian, karena itu pasti berkat pembawaannya yang memang alami elegan dan berkelas.

Kedua tangannya tenggelam di saku celana yang tidak menunjukkan satu pun kerutan. Elea menelan ludah, lalu mengerutkan dahi. Tidak percaya ada orang yang berjalan seelegan itu padahal cuma jalan-jalan di hutan.

Elea menundukkan kepala. Diam-diam menyembunyikan kekagumannya yang berlebihan. Benar kata pelayan, sosok tuan muda begitu sempurna. Prestasinya, wajahnya, tubuhnya, semuanya sempurna tanpa cela. Belum lagi Elea mendengar, tuan muda selalu memperlakukan pelayan dengan baik.

Kenapa bisa ada pria sesempurna itu? Ya, jelas sekali lingkungan di mana dia tumbuh pun memengaruhi.

Elea kembali mengangkat kepalanya dan langsung mengernyitkan kening ketika Rendra berbelok ke jalan setapak yang bukan menuju rumah pohon.

Ketika Elea masih bertanya-tanya ke mana pria itu akan pergi, sebuah paviliun yang pernah Elea lihat waktu berjalan-jalan namun tidak berani mendekatinya terlihat.

Apa mungkin Rendra akan ke paviliun itu?

Dugaannya benar.

Elea menggigit bibir. Sebelum pria itu benar-benar masuk, Elea mempercepat langkahnya, lalu memanggil dengan jantung yang langsung berdebar gugup. “Tuan?”

Ketika pria itu berbalik dan menatapnya, Elea sontak menundukkan pandangan, menautkan masing-masing tangannya di depan tubuhnya.

“Tuan, maaf jika saya lancang,” sambungnya hati-hati. “Saya Elea. Yang waktu itu… berada di rumah pohon. Apa saya boleh menanyakan sesuatu?”

Elea menunggu respons pria itu dengan gugup. Satu detik, dua detik, lima detik, respons dari Rendra belum terdengar. Ketika detik kesepuluh, barulah suaranya yang setenang danau tanpa riak itu terdengar.

Padahal pria itu hanya menjawab dengan satu kata, “Ya?” Tapi anehnya buat perut Elea melilit. Sensasinya seperti gugup oleh rasa senang yang terlalu berlebihan.

Elea mencoba mengendalikan rasa gugupnya sebaik mungkin. Dengan kepala yang masih tertunduk — campuran sebagai bentuk hormat dan menyembunyikan pipinya yang merah — dia kembali membuka mulutnya.

“Beberapa waktu lalu, saya meninggalkan buku di rumah pohon. Buku matematika dan juga… sebuah novel.” Dia menggigit bibirnya, ragu untuk melanjutkan karena takut ini terdengar konyol. “Maaf karena saya lancang. Saya kembali ke rumah pohon itu untuk mencarinya,” tapi dia tetap memilih melanjutkan, “apakah mungkin Tuan melihatnya… atau….” Elea menggantung kalimat itu, merasa sangat bodoh atas pertanyaannya.

Seperti sebelumnya, jawaban dari pria itu tidak langsung terdengar. Ada jeda yang cukup panjang sampai buat Elea ingin melarikan diri saja dan menarik kembali pertanyaannya.

Seiring hening yang tercipta, rasa malu dan gugup semakin menjalar. Ketika Elea memutuskan untuk pamit pergi saja, suara pria itu memecah tegang.

“Buku itu ada di paviliun. Kamu bisa mencarinya sendiri.”

Serta-merta, Elea mengangkat kepala kaget. Yang sejurus kemudian langsung menunduk saat mata pria itu tertuju lekat-lekat ke arahnya.

Tunggu-tunggu.

Si tuan muda bilang bukunya ada di paviliun. Kenapa bisa ada di paviliun saat dia saja tidak pernah menginjakkan kaki di sana?

Apa benar pria itu yang mengambilnya? Ah, mengambil rasanya lebih terdengar seperti mencuri. Pria itu mengamankan bukunya? Tapi, kenapa harus dia yang mencarinya sendiri di paviliun?

“Maaf Tuan sebelumnya,” sahut Elea lagi. “Tapi… saya tidak berani untuk mencarinya sendiri.”

“Jadi, kamu menyuruh saya mencarinya?”

“Bukan seperti itu,” sanggah Elea cepat, mengangkat kepala, lalu kembali menunduk lagi. Dia masih menjaga kesopanannya meskipun mulai bingung dengan maksud pria itu yang terdengar aneh. “Paviliun itu milik Tuan. Saya tidak berani untuk masuk apalagi sampai menggeledah tempatnya untuk mencari barang saya.”

“Tapi, sebelumnya kamu sudah pernah masuk ke tempat pribadi saya kalau kamu lupa.”

Elea sontak membeliak, wajahnya memerah. “Sa-saya tidak tahu kalau rumah pohon itu milik Tuan. Sekali lagi saya minta maaf.” Dia menundukkan kepalanya semakin dalam. Tangannya yang tertaut di depan tubuhnya semakin erat.

“Apa kamu selalu begitu? Masuk ke tempat orang lain hanya karena tidak tahu pemiliknya?”

“Tidak seperti itu, Tuan.” Di titik ini, Elea seperti tengah dipermalukan habis-habisan. “Saya hanya berpikir tempat itu sudah tidak terpakai. Sebabnya saya berani masuk. Sekali lagi saya mohon maaf.” Saking malunya, Elea ingin segera berlalu dari hadapan pria itu. Dan memang itu yang akan dia lakukan.

Tidak peduli lagi pada buku matematikanya atau pun novelnya, Elea akan pamit saja dan melupakan kejadian memalukan hari itu maupun hari ini. “Saya mohon maaf sekali lagi, Tuan. Saya pamit — “ Sebelum Elea benar-benar pamit, suara tenang pria itu menyelanya.

“Angkat kepalamu.”

Perintah yang buat Elea bingung, gugup, namun cemas di saat bersamaan. Dengan perlahan, Elea mengangkat kepalanya. Dan tatapan Rendra langsung menyergapnya.

Sorot Rendra tidak menunjukkan amarah, tapi juga tidak ramah. Tatapan itu lebih seperti seorang hakim yang tengah menilai sesuatu. Dalam diam, pria itu mempelajarinya, membuat Elea merasa begitu kecil di hadapan kehadirannya yang mendominasi. Tinggi badannya yang sepertinya hanya sebatas dada pria itu membuatnya merasa semakin ringkih saja.

“Berapa umurmu?”

Meskipun tidak mengerti alasan pria itu tiba-tiba menanyakan umurnya, Elea tetap menjawab — tidak mungkin juga tidak dijawab — dengan nada bicara yang jelas menyimpan kebingungan. “… 16 tahun.”

Rendra memiringkan kepalanya sedikit. Sebuah gerakan kecil yang nyaris tidak kentara, tapi cukup menunjukkan jawaban itu menarik perhatiannya.

Matanya yang gelap menyimpan sesuatu yang sulit dijelaskan. Sebuah keinginan tertahan yang tidak pernah dia perkirakan sebelumnya akan dia dapatkan pada gadis muda yang bahkan belum masuk umur legal di hadapannya itu.

Namun, semua itu terselubung rapi di balik pembawaannya yang tenang. Dia tidak berkata apa-apa untuk beberapa saat, hanya terus memandangi Elea dengan tatapan intens.

Tatapan milik seseorang yang terbiasa mendapatkan apa pun yang dia inginkan. Namun, selama ini Rendra tidak pernah benar-benar menginginkan sesuatu karena bahkan sebelum dia menginginkannya, sesuatu itu sudah menjadi miliknya.

Tapi, sekarang… tampaknya dia baru saja menginginkan sesuatu yang belum disiapkan untuk menjadi miliknya.

Elea.

Elea Anastasia.

Nama yang cantik. Cocok untuk sosoknya yang cantik.

Dan sesuatu yang cantik yang berada di wilayah kekuasaannya pastilah harus menjadi miliknya.

[]

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   Extra Part 6

    Alasan yang membuat Elea pada akhirnya seolah memberi harapan baru kepada Rendra karena ia membutuhkan pria itu. Kenapa ia mengizinkan Rendra masuk ke dalam rumahnya dan bahkan memberinya makan, karena ia butuh pria itu untuk membuktikan sesuatu. Ia ingin membuktikan, apakah mimpi buruknya akan tetap datang meski pria itu ada di sisinya. Mimpi yang selama ini terus menghantuinya — di mana setiap kali ia melihat anak kecil itu menghilang, tanah di bawah kakinya tiba-tiba terbelah dan ia jatuh tanpa bisa berpegangan pada apa pun. Dan mimpi buruknya akan selalu sama. Seperti video yang sama yang terus diputar ulang. Tidak pernah ada bagian yang kurang, tidak pernah ada bagian yang ditambahkan. Sama. Selalu sama. Tapi, di mimpinya saat berada di rumah sakit… ada kejadian yang berbeda. Di dalam mimpi itu, Rendra datang. Ia meraih tangannya, menariknya agar tidak jatuh, memeluknya dan mengatakan, “semuanya akan baik-baik saja.” Yang ajaibnya membuat mimpinya yang awalnya gelap gulita

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   Extra Part 5

    Di bawah langit pagi yang perlahan memanas, Rendra melihat Elea tiba-tiba berjalan mendahuluinya tanpa merespons sepatah kata pun kata-katanya. Ia tidak tahu pasti apa Elea mau memberinya kesempatan sekali lagi atau diamnya adalah bentuk lain dari penolakannya. Rendra masih bergeming di tempat, sementara matanya terus mengikuti Elea yang kini sudah menaiki teras rumahnya, membuka pintu, lalu kepalanya bergerak — menoleh ke arahnya.Tatapan mereka bertemu. Perempuan itu tidak mengatakan apa pun dan hanya menatapnya seolah tengah menyampaikan sesuatu lewat matanya. Dan Rendra mendadak terlalu bodoh karena tidak dapat menangkap maksudnya.Antara tidak mengerti atau memang tidak mau salah paham karena ia mengira maksud tatapan Elea itu agar menyuruhnya untuk ikut masuk. “Aku boleh ke sana?” tanya Rendra akhirnya. Seperti sebelumnya, Elea tidak merespons dengan mulut. Perempuan itu hanya tiba-tiba langsung masuk ke dalam rumahnya, buat Rendra pada akhirnya mengerti Elea mempersilakanny

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   Extra Part 4

    Bolehkah Rendra menganggap dirinya masih memiliki harapan? Beberapa hari ini, Elea tidak melarangnya untuk datang ke ruangan inapnya. Meski kehadirannya lebih seperti dianggap angin lalu atau bahkan mahluk tak terlihat. Mimpi buruk yang menghampiri Elea ternyata tidak hanya terjadi malam itu saja. Setiap malam, Rendra melihat Elea akan mengalami mimpi buruk dengan pola yang sama setiap malamnya. Saat mimpi buruk, tangan perempuan itu akan terangkat seakan ingin menggapai sesuatu yang tak terlihat. Lalu, air mata akan mengalir membasahi pipinya. Membuat Rendra menyimpulkan bahwa Elea sepertinya terus mengalami mimpi buruk yang sama. Fakta Elea terus mengalami mimpi buruk dan bahkan sampai menangis menghadirkan berbagai pertanyaan di benaknya. Mimpi buruk apa yang sebenarnya perempuan itu alami? Apa yang membuatnya terus-menerus dihantui bayangan yang sama setiap malamnya dan sepertinya terlihat begitu menyakitkan? Dan yang lebih mengganggu pikirannya — apa selama tiga tahun ini

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   Extra Part 3

    Mati pastinya lebih mudah dibanding mendapatkan Elea kembali. Dulu saja, saat ia menggunakan segala cara di tangannya — bahkan cara terburuk sekalipun — Elea tetap begitu sulit untuk ditaklukkan. Perempuan itu bukan seseorang yang bisa dengan mudah dipengaruhi atau dipaksa untuk tetap tinggal. Namun, saat itu, Rendra masih memiliki sesuatu yang bisa ia tawarkan — tepatnya masih ada bahan untuk dijadikan ancaman. Masih ada celah untuk meyakinkan Elea bahwa bersamanya adalah pilihan yang benar, meski jalannya penuh paksaan dan kesalahan.Tapi, sekarang?Semuanya sudah terlalu hancur. Tidak ada yang tersisa kecuali luka dan kehancuran yang ia sendiri ciptakan. Kini, di mata Elea, ia tidak lebih dari sumber penderitaan. Tidak ada lagi kebencian yang meledak-ledak, tidak ada kemarahan yang bisa dijadikan pegangan bahwa setidaknya Elea masih memiliki emosi terhadapnya. Yang tersisa hanyalah ketidakpedulian, menganggapnya hanyalah orang asing yang tidak pernah memiliki arti apa pun di hi

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   Extra Part 2

    Rendra terdiam di depan pintu ruang rawat inap vvip Elea. Ucapan dokter yang memeriksa Elea kembali teringang. “Dia mengalami demam dan asam lambungnya naik cukup parah. Kemungkinan besar karena kelelahan, stres, dan pola makan yang tidak teratur. Dia juga sepertinya kurang tidur dan terlalu banyak mengonsumsi kafein. Untuk saat ini, kami akan memberinya cairan infus dan obat untuk menstabilkan kondisinya. Untuk saat ini, ibu Elea perlu istirahat total.” Rendra menghela napas dengan berat. Jadi ternyata, selama ini kondisi Elea tidak sebaik yang terlihat. Menarik napas panjang untuk sekali lagi, Rendra meraih gagang pintu ruangan di hadapannya, diam sesaat, sebelum akhirnya membukanya. Namun, begitu pintu terbuka, dadanya seketika mencelos. Ranjang itu kosong. Elea tidak ada di sana. Dengan panik, Rendra melangkah cepat ke dalam ruangan, matanya liar mencari sosok yang seharusnya terbaring di ranjang. Kecemasan menyesaki dadanya, berbagai kemungkinan buruk berputar dalam kepala

  • Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya   Extra Part 1

    Langkahnya gontai, namun ia terus berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Air dingin menyentuh kulitnya. Ia membasuh wajahnya berkali-kali, berharap bisa menghapus jejak mimpi buruk yang tertinggal.Lalu ia mengangkat wajahnya. Menatap pantulan dirinya di cermin.Wajah itu kini memiliki dua sisi yang berbeda.Di siang hari, ia bisa tersenyum hingga tertawa — seolah semuanya baik-baik saja. Tapi di malam hari, di saat tak ada siapa pun yang melihat… inilah dirinya yang sebenarnya.Seseorang yang kehilangan arah. Dan, kenyataannya memang seperti itu.Ia sudah kehilangan banyak hal dalam hidupnya.Dari mulai keluarganya, bayi yang pernah ia tolak kehadirannya, hingga dirinya sendiri.Karena tidur bukan lagi pilihan — tepatnya, ia tidak mau — Elea akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu selain tidur.Mengikat rambutnya menjadi ekor kuda, ia meraih jaket yang tergantung di belakang pintu, lalu mengenakannya sebelum melangkah keluar. Udara malam menyambutnya dengan dingin y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status