Share

Obsesi Buta Tuan Mafia
Obsesi Buta Tuan Mafia
Author: Sya Reefah

Bab 1

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-10-27 13:39:22

“Kau pikir dunia akan memberimu waktu berkabung? Dunia tidak mengenal belas kasihan, Nak!”

Suara berat itu berasal dari belakang. Seorang pria yang mengenakan setelan jas hitam dan membawa dua tangkai bunga krisan putih di tangannya.

Sora menoleh. Matanya basah karena air mata, tangannya gemetar di atas gundukan tanah yang masih basah.

Pria paruh baya itu bukan bagian keluarga, tetapi semua orang di pemakaman membuka jalan begitu ia melangkah.

Sora bertanya bingung, “Siapa Anda?”

Pria itu menatap nisan, lalu beralih ke arah Sora. “Orang yang berhutang darah pada Papamu. Dan hari ini, aku bayar lunas.”

Kata itu terasa asing di telinganya. Butuh waktu lama untuk Sora mencerna ucapan tersebut. Pandangannya beralih dari nisan sang papa, kemudian kembali pada pria di hadapannya.

Hutang darah? Apa maksudnya?

Sora menatapnya dengan penuh tanda tanya. “Saya tidak mengerti, Tuan.”

“Papamu pernah menyelamatkanku dua puluh lima tahun yang lalu.” Pria itu maju satu langkah. Ia mengeluarkan amplop dari balik jasnya, lalu memberikan pada Sora. “Dia menuliskan ini untukmu, dia tahu jika ini akan terjadi. Sekarang, ikutlah denganku. Kediaman Volkov satu-satunya tempat teraman untukmu.”

Volkov?

Tentu nama itu tak asing baginya. Nama itu terkenal seantero kota Moskow karena bisnis dan kekayaannya.

Namun di balik itu, banyak rahasia yang tidak satu orang pun ketahui.

Yang menjadi pertanyaannya, bagaimana bisa papanya memiliki kedekatan dengan keluarga itu? Tak semudah itu orang dari kalangan bawah seperti mereka bisa dekat dengan mereka.

Jika dia adalah bagian dari keluarga Volkov, berarti, pria yang ada di hadapannya saat ini adalah Viktor. Kepala keluarga Volkov.

Sora menatap amplop tersebut. Amplop itu masih tersegel rapi, dan terdapat tulisan tangan papanya di atasnya. Meski merasa penasaran, ia tak bisa membukanya sekarang.

“Saya tidak bisa–”

“Ini sudah kesepakatan, Nak,” sela Viktor cepat. Suaranya tenang, tetapi mampu membuat Sora tak bisa membantah.

Tak lama kemudian muncul dua orang berpakaian serba hitam di belakangnya. Mereka tak bicara, hanya menunggu Sora berdiri.

Viktor menekuk lututnya, meletakkan bunga krisan di atas nisan baru itu. Kemudian melanjutkan, “Ikutlah dengan mereka. Mereka akan membawamu ke tempat barumu.”

Sora tak punya pilihan.

Dua pria itu menuntun Sora masuk ke dalam mobil.

Beberapa detik kemudian, mobil hitam mewah itu melaju, menuju mansion Volkov.

Sora duduk di kursi belakang. Surat dari papanya masih di genggaman. Entah mengapa, ia merasa isi surat itu akan mengubah segalanya. Membuatnya tak berani membukanya.

Setelah satu jam perjalanan, mobil hitam itu mulai memasuki gerbang. Di tengah halaman luas itu, bangunan megah berdiri kokoh. Pilar-pilar tinggi itu mempertegas kekuatan bangunan itu.

Mobil berhenti di depan pintu masuk. Pintu belakang mobil terbuka. Tanpa menunggu aba-aba Sora pun turun.

Baru saja ia turun, suara berat langsung menyambutnya dengan nada tidak suka.

“Papamu membuat permintaan terakhir yang menarik!”

Sora baru saja tiba. Namun, sambutan yang diterimanya jauh dari kata baik. Meski ucapan itu tenang, tetapi ia tahu bahwa kata-kata itu mengandung sarkatik.

Tangannya meremas ujung bajunya karena gugup. Tatapannya kini tertuju pada sosok pria yang berdiri di ambang pintu mansion mewah itu, Mikhail Durand Volkov, calon pewaris jaringan mafia yang sudah ditentukan.

Di mata internasional, mereka dikenal sebagai perusahaan logistik. Namun di balik layar, mereka mengendalikan perdagangan senjata, dan barang ilegal lainnya.

Mereka tidak mudah diajak negosiasi. Mereka main cantik dan efisien. Banyak negara tahu, tapi mereka tak berani menyentuh.

Pria itu memiliki paras rupawan. Namun aura intimidasi sangat kuat pada dirinya.

Mata gelapnya menelisik penampilan Sora dari ujung rambut hingga ujung kaki, menatapnya selayaknya hewan buruan.

Ia melanjutkan ucapannya dengan nada mencemooh, “Dia menjadikanku dan organisasiku penjaga untukmu. Apa dia pikir tempat ini penampungan yatim piatu?”

“Tuan, saya–”

“Siapa yang menyuruhmu menjawab?” sela Durand cepat.

Mulut Sora terkunci rapat, genggaman di bajunya mengencang karena rasa gugup semakin membuncah. Ia tak ada hak untuk menjawab, apalagi untuk membantah setiap ucapan pria itu. Keberadaannya di sini hanya sebagai beban, dan ia menyadari itu.

Durand melangkah mendekat, langkahnya terukur penuh dominasi. Hanya melalui tatapannya mampu membuat punggung Sora basah.

“Jangan menatapku seperti itu!” suaranya dingin, dan penuh otoriter. “Kau bukanlah yatim piatu yang memiliki kebebasan, kau adalah bagian kekuasaanku sekarang.”

Durand sedikit membungkuk, sehingga wajahnya sejajar dengan Sora.

Reflek Sora sedikit bergerak ke belakang, dan menahan napas. Ia bisa melihat tatapan mematikan pria di depannya.

“Dan setiap bagian dari kekuasaanku, aku akan menjaganya dengan seluruh tenagaku. Atau ….” Ia sengaja menjeda ucapannya, membuat suasana semakin tegang. “Menghancurkannya hingga tak tersisa.”

Mendengarnya, membuat Sora meneguk ludahnya susah payah. Ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia mengangguk, mengakui kekalahan yang bahkan pertarungan belum dimulai.

Sebuah senyum sinis muncul di bibir pria itu. Puas melihat wajah polos itu tidak bisa membantah semua ucapannya.

Durand kembali menegakkan tubuhnya, kedua tangannya tersumpal di dalam saku celananya. “Kamarmu di lantai dua paling ujung. Jangan berbicara jika tidak ditanya, jangan berbicara dengan pelayan tanpa seizinku, jangan membuka pintu lain. Di rumah ini, kau tidak ada hak untuk berbuat sesuka hati.”

Durand melirik pengawalnya yang sudah siap di belakangnya. “Bawa dia masuk. Tunjukkan di mana kamarnya, dan pastikan dia memahami semua aturan yang kubuat.”

Pengawal itu mengangguk.

Durand berbalik melangkah masuk, dan membiarkan pengawalnya mengambil alih menuntun Sora menuju sel barunya.

Sora mengikutinya pasrah, ia menyadari bahwa sepenuhnya hidupnya kini dikendalikan Durand.

Waktu tengah malam, Sora terbangun, tenggorokannya terasa kering. Tak ada air di atas meja.

‘Jangan bicara dengan pelayan tanpa seizinku.’

Aturan itu berputar di kepalanya. Rasa haus yang tak terbendung membuatnya turun ke dapur, mengambil air, sesuatu yang harus ia ambil sendiri di lantai bawah.

Setelah gelas terisi penuh, Sora cepat-cepat kembali. Namun, ia harus berpapasan dengan Durand di ujung koridor. Pria itu baru saja tiba, lengkap dengan baju serba hitamnya.

Sora menunduk dan bergeser merapat ke dinding, menghindari kekacauan yang mungkin terjadi.

Akan tetapi, suara Durand membuatnya menghentikan langkah. “Berhenti!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 7

    Anak buah yang dikenal Stepan itu sedikit membungkuk. “Maafkan saya, Tuan.” Durand adalah Tuan Muda Volkov yang terkenal intimidasinya dan ketidakmudahan. Di mata semua orang, ia seperti gunung es yang tak tersentuh. Sejak kecil, ia tidak dikenalkan dengan kelembutan, melainkan tentang perintah dan hukuman. Ia dibesarkan dengan bayang-bayang disiplin militer yang ketat dan keras. Akhirnya, ia tumbuh menjadi sosok yang kaku, tanpa belas kasih dan dingin. Kelembutan dan kehangatan adalah bahasa yang tidak pernah ia pelajari.Semua pekerja di Mansion harus menuruti semua aturannya yang tak tertulis. Ia tak menerima kesalahan sekecil apapun. Satu kali melakukan kesalahan, maka hukuman harus diterima. Namun, Stepan adalah satu-satunya orang yang bisa berbicara leluasa dengan Durand. Satu-satunya orang yang boleh melanggar aturan tak tertulisnya karena informasi yang ia bawa menentukan nasib semua orang. “Katakan,” ucap Durand tak menoleh. Ia mengambil satu batang rokok, menjepitnya

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 6

    Ucapan tajam Durand itu langsung menembus hatinya. Seketika air matanya berhenti, digantikan kepalan tangan erat. Api di perapian itu memantul di matanya, seolah kobaran itu adalah bentuk amarahnya yang siap membakar Durand. Kini, matanya bukan lagi menggambarkan kesedihan, tetapi kemarahan dan kebencian. Ia bisa menerima semua bentuk hukuman Durand untuknya. Namun, untuk kali ini, Sora tak bisa menerima perlakuan pria itu padanya. Sora bangkit dengan perlahan. Matanya menatap ke arah Durand. Tatapan ketakutan itu kini menjadi tatapan kebencian yang baru lahir. Ia tak lagi peduli dengan semua aturan pria itu. “Saya tahu jika barang itu hanya sampah di mata Anda, Tuan. Tapi, apakah Anda berhak membuang barang milik orang lain?!” Sora menaikkan suaranya satu oktaf. Durand terdiam. Alisnya sedikit terangkat melihat kemarahan Sora. Sora tersenyum sinis, kemudian melanjutkan, “Anda membuktikan betapa besarnya kekuasaan Anda hingga membakar satu-satunya kepingan emas milik Yatim Piat

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 5

    Jantung Sora berdebar kencang. Tangannya mulai menjauh dari buku lalu menoleh ke arah pintu. Apakah dia harus membukanya?Ketukan itu kembali terdengar disertai suara perempuan dari balik pintu. “Nona Sora.”Sora menarik napas lega. Ternyata, itu adalah pelayan di rumah ini. “Ya?” sahut Sora, sambil berjalan ke arah pintu. Begitu pintu terbuka lebar, pelayan perempuan itu segera memberitahu, “Tuan Durand meminta Anda datang ke ruangannya, Nona.” Perasaan takut kembali menggerogoti hatinya. Namun, ia tak dapat menolak perintahnya. Sora mengangguk lalu mengikuti langkah pelayan itu, membawanya ke ruangan Durand. Mereka harus melewati lorong interior yang mewah dengan gaya klasik. Langit-langit tinggi berwarna putih mewah dihiasi ukiran stucco emas yang mahal. Di ujung sana, pintu ganda berwarna coklat tua dan dihiasi ukiran rumit berwarna emas. Semakin mereka dekat dengan pintu itu, ritme jantung Sora semakin kencang. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan dan baya

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 4

    Hari demi hari berlalu, kini sudah satu bulan Sora tinggal satu atap bersama Durand. Beberapa kali ia mendapati wanita datang ke rumah. Namun, ia tak ingin tahu mengenai urusan Durand lebih dalam. Sora hanya ingin hidup tenang selama di sana. Meski beberapa kali telinganya mendengar suara-suara yang menarik perhatiannya. Namun, pikirannya terus bertanya, di manakah Viktor selama ini? Mengapa di mansion mewah ini tak terlihat keberadaannya?Hari ini, tepat pukul 14.00 waktu setempat, Sora sudah tiba di mansion. Jam pulang lebih awal dari biasanya. Begitu memasuki ruang tamu luas itu, langkahnya terhenti begitu salah satu pelayan menghampirinya. “Tolong berikan ini pada Tuan Durand. Aku sudah tidak tahan ingin ke belakang.” Pelayan itu memberikan dokumen tersebut pada Sora secara paksa. Posisi Sora tidak siap, hingga hampir membuat dokumen itu terjatuh dari tangannya. “Eehh … tung … gu.”Pelayan itu sudah menjauh, sebelum Sora berkata lebih lanjut. Sora menghela napasnya panjang,

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 3

    “Aku tidak suka mengulangi perintahku!” lanjut Durand dengan nada penuh ancaman. “Jangan paksa aku mendobraknya, Sora!” Dengan tangan gemetar Sora membuka pintu. Membuka pintu ataupun tidak, hukuman akan tetap diterima. Belum sepenuhnya pintu terbuka, Durand mendorong Sora masuk dan menutup kembali pintu kamar tersebut dengan sedikit keras. Pria itu mencengkram pundak Sora, lalu mendorongnya ke dinding. “Kau sudah melanggar aturan malam ini.” Jari-jari besarnya menekan pundak wanita itu hingga membuatnya meringis kesakitan. “Sudah kukatakan, kau tidak ada hak melakukan sesuatu sesuka hati di sini!”Sora menggeleng, mencari kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. “Saya mendengar suara–”“Tutup mulutmu!” potong Durand, sebelum Sora menyelesaikan ucapannya. “Aku tidak memintamu berbicara, dan aku tidak butuh alasanmu!”Sora yang dikuasai ketakutan kini hanya menundukkan pandangannya. Pria di hadapannya benar-benar kasar, bahkan pada seorang wanita lemah sepertinya.“Dengar baik-baik.

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 2

    Sora mematung.Dengan langkah lebarnya Durand mendekat.Sora masih menunduk, fokusnya pada kaki pria itu. “Apa itu?” Matanya tertuju ada gelas di tangan Sora.Sora diam. Akan tetapi, hatinya berteriak panik. Durand semakin mendekat, tatapannya penuh intimidasi membuat gelas yang ada di tangan Sora bergetar. “Aku bertanya, apa yang ada di tanganmu?” Sora berpikir, haruskah ia menjawabnya?Melanggar aturan adalah kesalahan, tetapi mengabaikan pertanyaan Durand itu jauh lebih buruk. Dengan suara pelan dan nyaris berbisik, ia menjawab, “Air, Tuan.”Seketika, udara di sekeliling semakin mencekam. Suasana hening itu membuat tawa mematikan Durand terdengar jelas. “Air?” Durand mengulang. Ia kini berdiri tepat di depan Sora. “Aku tidak menyuruhmu berbicara!”Keberanian Sora semakin menciut. Ia memberanikan diri menatap Durand, lalu tak lama pandangan itu kembali turun. Ia takut, sekaligus bingung. “Tapi … Anda bertanya, Tuan. Saya hanya mengikuti peraturan yang Anda buat.”Sora tahu, i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status