Share

Bab 4

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-10-27 13:42:41

Hari demi hari berlalu, kini sudah satu bulan Sora tinggal satu atap bersama Durand. Beberapa kali ia mendapati wanita datang ke rumah.

Namun, ia tak ingin tahu mengenai urusan Durand lebih dalam. Sora hanya ingin hidup tenang selama di sana. Meski beberapa kali telinganya mendengar suara-suara yang menarik perhatiannya.

Namun, pikirannya terus bertanya, di manakah Viktor selama ini? Mengapa di mansion mewah ini tak terlihat keberadaannya?

Hari ini, tepat pukul 14.00 waktu setempat, Sora sudah tiba di mansion. Jam pulang lebih awal dari biasanya.

Begitu memasuki ruang tamu luas itu, langkahnya terhenti begitu salah satu pelayan menghampirinya.

“Tolong berikan ini pada Tuan Durand. Aku sudah tidak tahan ingin ke belakang.” Pelayan itu memberikan dokumen tersebut pada Sora secara paksa.

Posisi Sora tidak siap, hingga hampir membuat dokumen itu terjatuh dari tangannya. “Eehh … tung … gu.”

Pelayan itu sudah menjauh, sebelum Sora berkata lebih lanjut.

Sora menghela napasnya panjang, lalu membolak-balikkan dokumen di tangannya. “Apa ini? Aku tidak pernah melihat sampul dokumen seperti ini,” gumamnya pelan.

Cap stempel di atas dokumen itu membuat Sora penasaran. Bentuk melingkar dengan tambahan ornamen mahkota dan rantai itu terlihat unik menurutnya.

Belum selesai dengan rasa penasarannya, tiba-tiba saja ada yang menarik tangannya dari arah samping, sehingga tubuhnya ikut berputar ke arah yang sama.

Pelakunya hanya satu, Durand.

Rahang pria itu mengeras, ditambah tatapan menusuk, seperti ingin menerkamnya hidup-hidup.

“Kenapa berkas ini ada di tanganmu?” suaranya penuh penekanan. “Siapa yang mengizinkanmu menyentuhnya?!”

“Bu-bukan saya–”

“Aku tidak menyuruhmu bicara!” teriak Durand, suaranya menggema memenuhi ruangan, tak memberi kesempatan untuk Sora menjelaskan.

Dengan tarikan kasar ia merampas berkas itu dari tangan Sora. Perlahan, pria itu melangkah maju.

Sora reflek melangkah mundur, hingga kakinya tersandung dan tubuhnya terjatuh di atas lantai.

Durand menghempaskan dokumen itu ke atas meja di dekatnya, membuat Sora terlonjak. Napasnya memburu, tangannya mencengkram dagu wanita itu kuat. “Katakan, siapa yang mengirimmu menjadi mata-mata di rumahku?”

Sora menggeleng. Tangannya berusaha menyingkirkan cengkeraman Durand, tetapi cengkeraman itu semakin menguat. Tenaga Durand lebih besar darinya.

Ada sedikit kemarahan dalam hatinya. Bagaimana mungkin ia dituduh sebagai mata-mata? Selama di rumah itu, ia seperti sandera. Tak dibiarkan berbicara, ataupun melakukan sesuatu.

“Saya bukan mata-mata, Tuan!” suara Sora sedikit meninggi. “Bisakah Anda mendengar jawaban saya terlebih dulu?!”

Senyum sinis mengembang di wajah Durand. “Kau sudah berani sekarang.”

Durand melepas cengkraman sedikit kasar, membuat kepala Sora tertoleh ke samping. “Mari kita lihat sejauh mana kau bersikap sok polos.”

“Beruntung kau kali ini.” Durand kembali menegakkan tubuhnya, dan menambahi, “Bersiaplah untuk makan malam.”

Tanpa menunggu jawaban Sora, Durand melangkah pergi.

Sementara di balik dinding dapur, salah satu pelayan menghela napas panjang. Mengelus dadanya, bersyukur ia selamat dari cengkeraman pria itu, dan membiarkan Sora menjadi tumbalnya.

Malam harinya, meja panjang di ruang makan itu kini terisi berbagai macam hidangan. Mulai dari appetizer, hidangan utama dan hidangan penutup.

Sora duduk di kursi seberang, mematung, seperti boneka. Ini pertama kali baginya makan malam di meja panjang, dengan berbagai hidangan mewah.

Di kursi ujung, Viktor duduk menunjukkan kharismanya. Sementara Durand duduk di sebelah kanan, menatap sinis ke arah Sora.

Sepanjang makan malam, Sora hanya diam, menunduk ke arah piring miliknya. Hingga akhirnya suara Viktor memecah keheningan.

“Aku dengar kau punya potensi yang bagus, Sora.” Viktor mengawali dengan penuh wibawa. “Papamu selalu mengatakan padaku, kau adalah gadis yang cerdas.”

Sora tersenyum tipis. Baru saja ia ingin menjawab, suara Durand menghentikannya.

“Dia memang cerdas,” sela Durand dengan nada sarkatik. “Dia cerdas menyembunyikan wajah liciknya, Pa. Lihat saja, bahkan dia tidak bernapas di depan kita.”

Sora kembali menunduk, menyuapkan hidangan penutup ke dalam mulutnya. Diam jauh lebih baik daripada mengucapkan kata-kata yang salah.

“Bagaimana kabarmu di kampus, Sora?” Viktor mencoba mencairkan suasana, tak menghiraukan putranya.

“Baik, Tuan,” jawab Sora singkat.

“Hanya ‘baik’?” sela Durand lagi. Ia menyandarkan punggungnya, dengan kepala tertahan oleh jari telunjuknya. “Apa kau tidak memiliki teman dan bersosialisasi?”

Senyum sinisnya membuat Sora muak. Ia sadar, bahwa Durand mencoba mengintimidasinya.

Senyum Durand semakin lebar. “Owh … mungkin aku perlu mencari tahu semuanya sendiri, tidak ada yang bisa dipercaya dari dirimu.”

“Durand!” Terdengar nada memperingatkan dari Viktor, tetapi Durand tetap abai.

Pandangan Sora tertuju pada Durand. Tangannya menggenggam sendok kuat-kuat menahan amarahnya. Ia baru menyadari, tinggal di keluarga ini, kebebasan yang ia inginkan terasa mustahil.

Hari berikutnya, Durand tampak sibuk di ruang kerjanya. Tangannya membalikkan lembar demi lembar dokumen di tangannya. Kertas-kertas itu berisi asal usul Sora, hari ini baru sempat ia membukanya.

“Tidak ada yang mencurigakan, Tuan Muda. Semua catatannya bersih,” jelas anak buahnya.

Durand menutup map itu lalu melemparnya ke atas meja. “Kau sudah tertipu dengan wajah polosnya. Berikan padaku jadwal lengkapnya dan siapa saja dosen yang mengajarnya. Setelah itu lakukan tugasmu selanjutnya.”

****

Moscow State University.

Di tengah hiruk pikuk kampus, Sora bertemu dengan Katharina, sahabat karibnya yang ia kenal sebelum terjebak dalam sangkar emas. Jauh dari dinding mansion Volkov, Sora sejenak melupakan semua aturan tak tertulis yang Durand berikan.

Ia tertawa lepas, tanpa beban. Mereka berbagi cerita, dan tugas kuliah. Tawa dan perbincangan mereka tampak akrab.

Itu adalah momen singkat kebebasan dan kebahagian Sora yang mulai tidak bisa ia rasakan.

Sora tidak tahu, setiap pergerakannya, setiap ucapannya telah diawasi.

Di balik dinding perpustakaan, Durand mengamati. Ia datang, tetapi tak menunjukkan batang hidungnya. Ia melihat Sora berbincang dengan Katharina, melihat betapa bahagianya wanita itu.

Tawa itu menimbulkan rasa tidak senang di hati Durand. Ini bukan cemburu. Akan tetapi, Sora di bawah kekuasaannya, miliknya, asetnya.

Kebahagiaan dan kebebasan itu harusnya miliknya, bukan untuk dibagi dengan orang lain.

Dan ketika malam tiba, Sora harus kembali ke sangkar emasnya. Untuk mengisi waktu luangnya, ia mengerjakan sisa-sisa tugasnya yang tertunda. Dibawanya pulang beberapa buku dari perpustakaan.

Sora menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, Menghela napas panjang. Akhirnya, bab Karya Sastra Klasik Rusia selesai ia rangkum. Jemarinya yang pegal mengambil segelas air putih, untuk membasahi kerongkongannya.

Malam semakin larut. Ia mulai menutup buku-bukunya. Namun, tiba-tiba, suara ketukan pintu dari luar memecah keheningan.

Apakah itu Durand?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 7

    Anak buah yang dikenal Stepan itu sedikit membungkuk. “Maafkan saya, Tuan.” Durand adalah Tuan Muda Volkov yang terkenal intimidasinya dan ketidakmudahan. Di mata semua orang, ia seperti gunung es yang tak tersentuh. Sejak kecil, ia tidak dikenalkan dengan kelembutan, melainkan tentang perintah dan hukuman. Ia dibesarkan dengan bayang-bayang disiplin militer yang ketat dan keras. Akhirnya, ia tumbuh menjadi sosok yang kaku, tanpa belas kasih dan dingin. Kelembutan dan kehangatan adalah bahasa yang tidak pernah ia pelajari.Semua pekerja di Mansion harus menuruti semua aturannya yang tak tertulis. Ia tak menerima kesalahan sekecil apapun. Satu kali melakukan kesalahan, maka hukuman harus diterima. Namun, Stepan adalah satu-satunya orang yang bisa berbicara leluasa dengan Durand. Satu-satunya orang yang boleh melanggar aturan tak tertulisnya karena informasi yang ia bawa menentukan nasib semua orang. “Katakan,” ucap Durand tak menoleh. Ia mengambil satu batang rokok, menjepitnya

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 6

    Ucapan tajam Durand itu langsung menembus hatinya. Seketika air matanya berhenti, digantikan kepalan tangan erat. Api di perapian itu memantul di matanya, seolah kobaran itu adalah bentuk amarahnya yang siap membakar Durand. Kini, matanya bukan lagi menggambarkan kesedihan, tetapi kemarahan dan kebencian. Ia bisa menerima semua bentuk hukuman Durand untuknya. Namun, untuk kali ini, Sora tak bisa menerima perlakuan pria itu padanya. Sora bangkit dengan perlahan. Matanya menatap ke arah Durand. Tatapan ketakutan itu kini menjadi tatapan kebencian yang baru lahir. Ia tak lagi peduli dengan semua aturan pria itu. “Saya tahu jika barang itu hanya sampah di mata Anda, Tuan. Tapi, apakah Anda berhak membuang barang milik orang lain?!” Sora menaikkan suaranya satu oktaf. Durand terdiam. Alisnya sedikit terangkat melihat kemarahan Sora. Sora tersenyum sinis, kemudian melanjutkan, “Anda membuktikan betapa besarnya kekuasaan Anda hingga membakar satu-satunya kepingan emas milik Yatim Piat

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 5

    Jantung Sora berdebar kencang. Tangannya mulai menjauh dari buku lalu menoleh ke arah pintu. Apakah dia harus membukanya?Ketukan itu kembali terdengar disertai suara perempuan dari balik pintu. “Nona Sora.”Sora menarik napas lega. Ternyata, itu adalah pelayan di rumah ini. “Ya?” sahut Sora, sambil berjalan ke arah pintu. Begitu pintu terbuka lebar, pelayan perempuan itu segera memberitahu, “Tuan Durand meminta Anda datang ke ruangannya, Nona.” Perasaan takut kembali menggerogoti hatinya. Namun, ia tak dapat menolak perintahnya. Sora mengangguk lalu mengikuti langkah pelayan itu, membawanya ke ruangan Durand. Mereka harus melewati lorong interior yang mewah dengan gaya klasik. Langit-langit tinggi berwarna putih mewah dihiasi ukiran stucco emas yang mahal. Di ujung sana, pintu ganda berwarna coklat tua dan dihiasi ukiran rumit berwarna emas. Semakin mereka dekat dengan pintu itu, ritme jantung Sora semakin kencang. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan dan baya

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 4

    Hari demi hari berlalu, kini sudah satu bulan Sora tinggal satu atap bersama Durand. Beberapa kali ia mendapati wanita datang ke rumah. Namun, ia tak ingin tahu mengenai urusan Durand lebih dalam. Sora hanya ingin hidup tenang selama di sana. Meski beberapa kali telinganya mendengar suara-suara yang menarik perhatiannya. Namun, pikirannya terus bertanya, di manakah Viktor selama ini? Mengapa di mansion mewah ini tak terlihat keberadaannya?Hari ini, tepat pukul 14.00 waktu setempat, Sora sudah tiba di mansion. Jam pulang lebih awal dari biasanya. Begitu memasuki ruang tamu luas itu, langkahnya terhenti begitu salah satu pelayan menghampirinya. “Tolong berikan ini pada Tuan Durand. Aku sudah tidak tahan ingin ke belakang.” Pelayan itu memberikan dokumen tersebut pada Sora secara paksa. Posisi Sora tidak siap, hingga hampir membuat dokumen itu terjatuh dari tangannya. “Eehh … tung … gu.”Pelayan itu sudah menjauh, sebelum Sora berkata lebih lanjut. Sora menghela napasnya panjang,

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 3

    “Aku tidak suka mengulangi perintahku!” lanjut Durand dengan nada penuh ancaman. “Jangan paksa aku mendobraknya, Sora!” Dengan tangan gemetar Sora membuka pintu. Membuka pintu ataupun tidak, hukuman akan tetap diterima. Belum sepenuhnya pintu terbuka, Durand mendorong Sora masuk dan menutup kembali pintu kamar tersebut dengan sedikit keras. Pria itu mencengkram pundak Sora, lalu mendorongnya ke dinding. “Kau sudah melanggar aturan malam ini.” Jari-jari besarnya menekan pundak wanita itu hingga membuatnya meringis kesakitan. “Sudah kukatakan, kau tidak ada hak melakukan sesuatu sesuka hati di sini!”Sora menggeleng, mencari kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. “Saya mendengar suara–”“Tutup mulutmu!” potong Durand, sebelum Sora menyelesaikan ucapannya. “Aku tidak memintamu berbicara, dan aku tidak butuh alasanmu!”Sora yang dikuasai ketakutan kini hanya menundukkan pandangannya. Pria di hadapannya benar-benar kasar, bahkan pada seorang wanita lemah sepertinya.“Dengar baik-baik.

  • Obsesi Buta Tuan Mafia   Bab 2

    Sora mematung.Dengan langkah lebarnya Durand mendekat.Sora masih menunduk, fokusnya pada kaki pria itu. “Apa itu?” Matanya tertuju ada gelas di tangan Sora.Sora diam. Akan tetapi, hatinya berteriak panik. Durand semakin mendekat, tatapannya penuh intimidasi membuat gelas yang ada di tangan Sora bergetar. “Aku bertanya, apa yang ada di tanganmu?” Sora berpikir, haruskah ia menjawabnya?Melanggar aturan adalah kesalahan, tetapi mengabaikan pertanyaan Durand itu jauh lebih buruk. Dengan suara pelan dan nyaris berbisik, ia menjawab, “Air, Tuan.”Seketika, udara di sekeliling semakin mencekam. Suasana hening itu membuat tawa mematikan Durand terdengar jelas. “Air?” Durand mengulang. Ia kini berdiri tepat di depan Sora. “Aku tidak menyuruhmu berbicara!”Keberanian Sora semakin menciut. Ia memberanikan diri menatap Durand, lalu tak lama pandangan itu kembali turun. Ia takut, sekaligus bingung. “Tapi … Anda bertanya, Tuan. Saya hanya mengikuti peraturan yang Anda buat.”Sora tahu, i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status