Share

Obsesi Gila sang Pangeran Neraka
Obsesi Gila sang Pangeran Neraka
Penulis: Lullaby

Prolog

"Dasar wanita iblis! Penjahat kejam!" Baroness Phillies berteriak dengan marah, sorakannya bergema di ruangan istana yang mewah.

Cannaria Swan, terombang-ambing di antara para ksatria pengawal yang menahan tangannya. Dia mengenakan gaun compang-camping yang kini tercemar oleh noda darah. Gaun mewah bertabur permata yang biasanya dia kenakan sekarang hanya tinggal kenangan.

Dalam perjalanannya menuju istana, wajahnya sudah dipukuli beberapa kali dengan sarung tangan logam oleh para ksatria pengawal. Mulutnya robek, luka, dan bengkak hingga membuatnya sulit berbicara.

Meskipun mencoba berjalan dengan kekuatannya sendiri, para ksatria dengan kasar mendorongnya. Ketika kakinya terkilir, dia tak punya pilihan selain menyerah pada dorongan mereka. Pergelangan tangannya yang dipelintir oleh ksatria itu begitu bengkak, dan lengannya yang patah membuatnya semakin menderita.

"Bagaimana kamu bisa meracuni Ellie? Dia selalu baik padamu." Baroness Phillies berteriak lagi, kemarahannya tak terbendung. "Apa yang telah dia lakukan hingga kamu bisa sejahat ini, huh? Dasar wanita tidak tahu diri!" Tanpa peringatan, Baroness Phillies mendekati Cannaria dan menampar pipinya dengan keras.

Tidak perlu dijelaskan, rasa sakitnya hampir tak tertahankan. Tubuh Cannaria terjatuh ke lantai, hingga pandangannya memudar. Dia menatap wanita tua itu dengan mata kabur.

Dengan tangis terisak, Baroness Phillies berlari keluar ruangan. Dia berencana untuk menyerang Cannaria dengan apa pun yang bisa dia temukan, baik itu pisau atau kandil, dia sama sekali tak peduli.

Namun, seorang pria yang telah mengamati situasi sejak awal menghampiri Baroness dan berkata, "Sudah cukup."

Pria itu adalah Ellios Demente de Diaz, sang Putra Mahkota.

"Bagaimana saya bisa menganggapnya cukup, Yang Mulia? Dia hampir membunuh anak saya. Ellie, calon Putri Mahkota sekaligus tunangan Anda, hampir saja kehilangan nyawa karena perbuatannya. Saya merasa harus membalas dendam." Baroness Phillies berlutut dan menangis dengan penuh kesedihan.

Iya, Ellie Phillies masih hidup. Dia berdiri dengan tangan gemetar, menyaksikan semua yang terjadi di belakang Ellios. Kondisinya lemah setelah mengkonsumsi racun yang katanya, diberikan oleh Cannaria karena rasa cemburu.

Cannaria memang telah lama mengagumi sang Putra Mahkota dan bermimpi untuk memiliki hatinya. Namun, takdir memilih Ellie sebagai calon Putri Mahkota sekaligus tunangan Ellios.

Sementara Baroness, Ibunda Ellie, tidak akan membiarkan seorang penjahat seperti Cannaria hidup lebih lama lagi dan mengancam nyawa putrinya.

"Apa kamu benar-benar berniat membunuhnya? Meskipun kamu adalah seorang putri Duke, tetapi kejahatan yang kamu lakukan terlalu besar untuk dimaafkan." Suara Ellios terdengar rendah dan berat. Tatapan matanya tanpa emosi, terlihat tenang.

Cannaria tersenyum dengan sinis, "Bukan saya yang memberikan racun pada minuman itu. Saya tidak akan melakukan tindakan seceroboh itu hanya untuk membunuhnya."

"Jalang sialan! Tidak ada gunanya kamu menyangkal! Semua bukti sudah menunjuk padamu!" Baroness Phillies meledak dalam kemarahan.

Cannaria kembali tertawa sinis. Dia tidak berniat menyangkal bahwa dia adalah orang jahat, tetapi dia tidak bisa menahan tawanya saat diperlakukan seperti orang bodoh. Faktanya, dia sama sekali tidak pernah memberikan racun kepada Ellie seperti yang dituduhkan. Semua ini terasa seperti konspirasi.

Namun, menghadapi persepsi buruk sebagai seorang wanita jahat, alasan dan penjelasannya sekarang sudah tidak berarti. Hukum akan menentukan nasibnya, dan hari ini adalah hari pengadilan di istana.

"Seandainya saya benar-benar ingin membunuhnya, dia pasti sudah mati sekarang. Tapi lihat, dia masih hidup, meski dengan begitu tak tahu malu," ucap Cannaria dengan susah payah. Mulutnya penuh dengan darah dan lidahnya terluka parah akibat gigi yang tajam.

"Penghinaan! Beraninya kamu menghina calon Putri Mahkota," seru salah satu ksatria yang kembali memukul wajah Cannaria. "Bawa pengkhianat ini ke pengadilan dengan segera!" Dia berseru.

Cannaria menatap Ellios dengan mata yang bengkak dan lebam. Putra Mahkota yang juga merupakan cintanya yang tak terbalas itu tetap diam. Dia juga melirik Ellie, yang masih ketakutan, bersembunyi di balik Ellios. Jika dia bisa menahan rasa sakitnya, dia ingin mengucapkan beberapa kata terakhir, bahkan jika itu hanyalah sumpah serapah kepada Ellie.

Kemudian, Cannaria dihadirkan di pengadilan, yang dihadiri oleh keluarga kerajaan dan para bangsawan. Para penuduh dan saksi menyajikan berbagai bukti, beberapa memang tindakan jahat yang dilakukan olehnya, yang lain hanya cerita mengerikan yang dibuat-buat.

Saat diadili, Cannaria tidak membela diri. Dia terlihat linglung dan lemah.

"Atas nama Putra Mahkota, aku akan memberi hukuman pada Cannaria Swan Shancez. Gelar bangsawanmu akan dicabut. Karena telah merugikan negara dengan kebohonganmu, maka lidahmu akan dipotong agar tidak melakukan kejahatan yang sama lagi. Kedua tanganmu yang berusaha mencelakai Lady Ellie Phillies yang mana seorang calon Putri Mahkota juga akan dipotong sebagai contoh bagi orang lain."

Hukuman mengerikan telah diputuskan. Cannaria akhirnya dibelenggu di penjara bawah tanah yang dalam dan tidak dikenalnya. Dia telah menjadi penjahat terburuk dalam sejarah yang mencoba meracuni calon Putri Mahkota hanya karena kecemburuan.

Algojo datang untuk melakukan tugasnya, memotong satu persatu bagian tubuh Cannaria, sesuai dengan hukuman yang diputuskan. Pisau yang sudah diasah dengan tajam terayun di udara, dan ....

“CUT!”

Tiba-tiba, terdengar aba-aba dari seorang sutradara film yang diikuti dengan suara tepukan dari clapper board, menandakan bahwa syuting hari ini telah selesai.

Iya, yang baru saja terjadi adalah adegan dalam film fantasi historis berjudul 'Bloody Rose' yang hampir mencapai akhirnya. Film ini diadaptasi dari sebuah novel bergenre romantis, tragedi, dan thriller, yang mengarah pada peristiwa tragis yang melibatkan tokoh antagonis di akhir cerita.

Para kru film memberikan tepukan meriah untuk hasil kerja keras mereka. Para aktor dan aktris juga tersenyum cerah, merasa puas karena telah berhasil menyelesaikan adegan dengan baik.

"Kerja bagus, Liora. Aktingmu sebagai Cannaria berhasil membuatku berdebar." Eva, manajer aktris Liora, memberikan dukungan saat membantu Liora menuju ruang ganti.

"Yeah, saat melihatku, semua orang pasti berdebar," seloroh Liora sambil menyentuh wajahnya dengan dramatis. Dia adalah aktris yang berperan sebagai Cannaria.

Eva mengikuti leluconnya dengan senyuman yang dipaksakan, "Tentu saja, kamu selalu memukau."

Liora kemudian memeriksa gaunnya yang kacau dan penuh bercak darah tiruan, "Bagaimana dengan gaun ini? Masih terlihat cantik saat dikenakan olehku, bukan?"

Sejujurnya, itu cukup menggemaskan karena Liora yang melakukannya. Bahkan, para kru dan beberapa aktor yang melihat tingkah unik aktris cantik itu diam-diam bersemu merah dan tersenyum.

Hanya Eva yang tidak goyah dan justru ingin menampol sekaligus memakan Liora bulat-bulat—dalam arti yang sesungguhnya.

"Ya, ya. Tetap cantik, bahkan dengan gaun seperti itu." Eva mendesah. Meskipun sudah lama mengenal Liora, dia masih belum terbiasa dengan kelakuan unik dari aktris sekaligus sahabatnya tersebut.

"Anehnya aku belum merasa puas. Mungkin karena kamu tidak tulus saat mengatakannya." Liora tersenyum manja, mencoba untuk memancing pujian lebih lanjut.

"Hm, kamu cantik dan menarik, Liora." Eva tetap tersenyum, tetapi dengan nada bermalas-malasan.

"Masih belum puas."

"Oh, God! Baiklah, kamu aktris paling cantik, menarik, dan top se ...." Eva menggantung kalimatnya.

"Se ...?"

"Se-Bikini Bottom," kata Eva lempeng.

Liora terkejut, "Kenapa se-Bikini Bottom? Aku bukan ikan ataupun spons, apalagi cumi-cumi."

"Oke, oke, kamu adalah aktris paling cantik, menarik, dan top sejagat raya. Kamu makhluk Tuhan paling seksi yang diciptakan dengan begitu hati-hati seperti sebuah mahakarya seni. Puas?" Tidak ada lagi senyuman di wajah Eva, yang ada hidung kembang kempis.

Siapa lagi yang membuat slogan menggelikan semacam itu. Tentu saja jawabannya adalah Liora sendiri.

Buru-buru Eva menarik tangan Liora agar mempercepat jalan mereka, "Cepat. Jadwal kita masih padat. Jangan membuang-buang waktu dengan hal tidak berguna, oke!"

Liora mengikuti Eva dengan riang, "Baiklah, baiklah! Tapi ingat, tanganku adalah aset negara. Jangan menariknya terlalu keras!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status