Share

Bab 2. Dua Pilihan

Penulis: Rifat Nabilah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-23 00:49:58

"Aku serius! Papa adalah orang yang meminta Anastasya untuk menikah denganku, dan aku setuju, jadi, jika kamu ingin menyalahkan seseorang atas pernikahan ini, maka seharusnya kamu menyalahkan aku, satu hal lagi, Alesha, jangan memaksaku untuk memilih, karena itu sangat sulit bagiku," balas Samuel.

Amarah meluap dari Alesha, tangannya berkali-kali memukul Samuel karena tidak mendapatkan jawaban yang semestinya. Namun, sebelum Alesha semakin tak terkendali, Anastasya menghentikan tangan Alesha, Anastasya tidak ingin ada yang melukai Samuel, sekalipun pelakunya adalah istri pertama dari suaminya sendiri.

"Jauhkan tanganmu dari suamiku!"

Anastasya dengan penuh keberanian berdiri untuk melindungi suaminya.

Tatapan Alesha sekarang sangat menakutkan, bahkan seolah-olah dia memberi tanda bahwa akan ada sesuatu yang besar dan berbahaya terjadi pada Anastasya yang dia lihat karena kebenciannya.

"Suamimu? Dia masih suamiku! Pernikahanmu dengan Sam hanya sebagai penggantiku, tapi lihat diriku sekarang, aku baik-baik saja, apa kamu bisa mengerti bahwa tugasmu sudah selesai? Berapa uang yang kamu mau, aku akan bayar sekarang juga jika kamu mau pergi meninggalkan Sam," kata Alesha yang ingin menjaga suaminya.

Samuel merasa marah mendengar Anastasya diperlakukan dengan begitu buruk. Dia menarik tangan Anastasya untuk masuk melewati Alesha.

"Biarkan dia berkata apa saja tentangmu, kita masuk, jangan dengarkan dia," kata Samuel berkata pelan.

Anastasya mengikuti suaminya masuk ke dalam rumah, meninggalkan Alesha yang kembali melihat suaminya yang berulang kali menyelamatkan Anastasya.

"Sam! Kamu benar-benar membuatku marah! Seharusnya kamu mengusirnya dan tetap di sisiku, lihat saja apa yang akan aku lakukan jika dia tetap tinggal di rumah ini," kata Alesha.

Alesha sakit hati karena harus menghadapi kenyataan bahwa suaminya telah membagi tempatnya di rumah yang dulu menjadi saksi perjalanan pernikahannya dengan Samuel.

Alesha melangkah ke dalam rumah, mencari Samuel dan Anastasya. Dia akhirnya menemukan kebenaran saat melihat dari luar pintu yang tidak sepenuhnya tertutup.

Di dalam, Anastasya sudah bersama Samuel. Mereka berada di kamar berdua, merasa lebih tenang dibandingkan saat berhadapan dengan Alesha.

"Maafkan aku, Anastasya, kamu dan calon anak kita tidak seharusnya menerima hinaan dari Alesha, aku tahu kamu selalu ada untukku saat aku hampir tidak bisa mengendalikan diri, kamu menerima diriku apa adanya, namun kita juga tidak bisa menyalahkan Alesha jika dia marah kepada kita, karena dia tidak tahu tentang pernikahan ini, aku mengerti betapa sulitnya hal ini bagimu Anastasya. Tapi, maukah kamu memahami semua ini?"

Anastasya menggenggam tangan suaminya dan berkata, "Ya, itu adalah risiko yang harus aku ambil dengan menikahi suami orang, apa yang Alesha katakan padaku memang ada benarnya," balas Anastasya.

Samuel memeluk Anastasya dengan lembut, tidak ingin melihat kesedihan di wajahnya, apalagi membuat calon anaknya merasakannya juga.

"Terima kasih, Anastasya, hanya kamu yang mengerti aku saat ini, semoga Alesha segera memahaminya, dan aku berharap kita bisa hidup bersama," ucap Samuel.

Anastasya melepaskan pelukannya, "Apakah berarti kamu akan mempertahankan pernikahanmu dengan Alesha?" tanya Anastasya, berharap Samuel mengakhiri pernikahannya bersama Alesha.

Samuel mencoba menarik napas dalam sebelum menjawab pertanyaan Anastasya, matanya penuh dengan dilema dan beban yang berat, "Anastasya, aku tidak bisa memberikan jawaban sekarang, aku tahu ini tidak adil untukmu, untuk Alesha, bahkan untuk calon anak kita, tapi aku juga bertanggung jawab atas segala keputusan yang sudah aku buat, aku hanya meminta sedikit waktu untuk mencari jalan terbaik bagi kita semua."

Anastasya menundukkan kepala, matanya berkaca-kaca tetapi dia mencoba menahan tangis yang hampir pecah. Ia tidak ingin terlihat lemah lagi di depan Samuel, "Samuel, aku sudah belajar menerimamu, tapi aku butuh kejelasan, aku tidak ingin hidup dalam ketidakpastian seperti ini terus-menerus."

Samuel mengulurkan tangan, menggenggam jemari Anastasya dengan lembut, "Aku janji, aku akan mencari solusi, hanya saja, aku mohon bersabarlah sedikit lagi, aku tidak pernah bermaksud menyakitimu atau Alesha."

Di luar kamar, amarah Alesha masih membara. Ia berjalan mondar-mandir seraya memikirkan langkah apa yang akan diambilnya selanjutnya. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh orang yang dulu dipujanya sebagai suami ideal. Rumah yang menjadi tempat kenangan termanis pernikahannya, kini terasa seperti medan pertempuran.

"Samuel ... kamu pikir aku akan duduk diam melihat ini semua? Jangan harap!" gumam Alesha dengan suara yang cukup keras untuk didengar oleh dirinya sendiri.

Di sisi lain, perasaan cemas menyelimuti hati Anastasya dan Samuel. Samuel menyadari bahwa apa yang dilakukan Alesha bisa lebih dari sekadar ucapan, dan ia mengakui bahwa ia terjebak dalam sebuah konflik yang semakin sulit untuk diatasi.

"Anastasya," panggil Samuel.

"Iya, Samuel," jawab Anastasya.

"Ada Alesha yang juga memerlukan penjelasan dariku, aku harap kamu bisa percaya padaku."

Anastasya mengangguk perlahan, walaupun di dalam hatinya masih ada kegelisahan ketika dia harus menerima kenyataan itu.

Anastasya telah memilih untuk bersabar, sedangkan Samuel merasa terjebak di antara dua pilihan, dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya menginginkan keputusan yang pasti darinya.

Alesha sudah memikirkan langkah-langkah berikutnya untuk merebut kembali posisi yang seharusnya menjadi miliknya tanpa ada seorang pun yang mencoba mengubahnya.

Samuel keluar dari kamarnya dan melihat Alesha berada di sana. Dia menyadari bahwa Alesha adalah seseorang yang tidak mudah menyerahkan apa yang dia miliki, terutama jika berkaitan dengan Samuel yang sangat dicintainya.

"Alesha, kita perlu berbicara," kata Samuel saat sudah berada di depan Alesha.

"Ya, aku juga ingin berbicara denganmu," jawab Alesha.

Di tempat yang menjadi pilihan mereka berdua, yang berada dekat dengan lift rumah, Alesha tampak ingin mengingat kembali betapa bahagianya mereka saat bersama Samuel sebelum kecelakaan itu terjadi.

"Aku ingin kita berbicara di sini, mengenang masa lalu yang indah, terutama saat kamu menggendongku ke kamar sebelum malam pertama kita," kata Alesha.

Samuel teringat saat itu, dia tersenyum dan tidak dapat melupakan apa yang telah terjadi, karena perasaannya tetap sama. Hatinya yang tak berubah terhadap Alesha membuat setiap sudut rumah mereka mengingatkannya pada kenangan itu.

"Tentu saja, aku setuju, tidak ada masalah, lihatlah, setiap sudut rumah ini masih sama, Alesha, kamu bisa merasakannya, tempat favorit kita, di mana kita bisa santai dan aku bisa memelukmu dari belakang sambil melihat keluar jendela, akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan," jawab Samuel sambil mulai duduk di sana.

"Semua memang indah Sam, tapi saat ini kenyataan di sudut rumah ini sepertinya sudah tidak sepenuhnya tentang kita berdua, apakah kamu juga melakukannya dengan Anastasya?" tanya Alesha mengawali kembali.

Baru saja suasana mereda, dan Samuel merasa bisa bersantai meski pikirannya sangat kacau, namun Alesha tidak membiarkannya begitu saja, bahkan menambah pikirannya. Samuel sadar bahwa kini perlu membahas keberadaan Anastasya di rumah.

"Tenang Alesha, memang segalanya telah berubah, dan kamu tahu apa yang terjadi, itu yang ingin aku bicarakan denganmu sekarang, apa kamu siap mendengar?"

"Ya, aku siap kapan saja, Sam."

Jawaban itu cukup menenangkan Samuel, tetapi tidak bagi Alesha yang melihat Anastasya ada di sampingnya.

"Kenapa dia ada di sini, Sam? Bukankah ini hanya untuk kita berdua?" protes Alesha.

"Alesha, aku mohon tenang, semua yang kita bicarakan tentang Anastasya, jadi dia berhak berada di sini, Anastasya juga istriku, dan kamu harus mendengar ku hingga selesai."

Alesha mendengus, tidak tahan melihat Anastasya di depannya, terutama duduk di samping suaminya.

"Alesha, aku di sini karena suamiku yang memintaku, jadi kamu tidak bisa mengusirku," kata Anastasya, duduk santai seolah Alesha adalah tamu di antara dirinya dan Samuel.

Alesha memalingkan wajah, enggan melihat Anastasya saat ini. Kehadiran wanita itu hanya membuat amarahnya semakin memuncak.

Samuel, dengan raut penuh ketegangan, mencoba menengahi situasi, "Alesha, Anastasya, aku perlu berbicara serius dengan kalian berdua, terutama Alesha, kumohon kendalikan emosimu, aku mencintaimu, tetapi aku tidak bisa meninggalkan Anastasya, dia sedang mengandung anakku, yang berarti juga anakmu, kamu akan menjadi seorang ibu baginya, meskipun dia bukan lahir dari rahimmu, bisakah kamu menerima kehadiran Anastasya di sini? Dan Anastasya, bisakah kamu menerima Alesha sebagai istri pertamaku?"

Kalimat Samuel meluncur dengan berat hati, penuh rasa dilematis yang tampak sulit baginya untuk menyelesaikan masalah ini. Ia memilih jalan tengah, berusaha berlaku adil terhadap kedua istrinya, meski konsekuensinya berpotensi menghancurkan hati masing-masing.

Anastasya hanya mampu menangis, sementara Alesha tak mampu lagi meredam amarahnya. Dengan geram, ia menghantam meja di hadapan mereka.

"Kamu berpikir aku akan menerima semua ini? Apakah kamu benar-benar berniat melanjutkan pernikahanmu dengan wanita itu?" tanya Alesha, suaranya mengecil di akhir kalimatnya, sindiran yang tajam menggantung di udara sambil menunjuk ke arah Anastasya.

Samuel mencoba tetap tenang meski menghadapi amarah Alesha yang meluap-luap. Ia berdiri tegak di hadapan istri pertamanya, "Alesha, aku ingin adil bagi kalian berdua, apa yang salah dari keputusan ini? Kalian adalah dua istri yang kucintai, dan aku tidak ingin berpisah dari kalian."

"Aku tidak peduli!" potong Alesha dengan suara yang tersengal marah, "Aku tidak mau membagi suamiku, apalagi dengan wanita itu! Aku ingin tetap menjadi satu-satunya istrimu, tinggalkan dia, atau aku akan pergi dan menghapus semua cinta untukmu!"

Anastasya menggenggam tangan Samuel, berharap ia akan tetap bersamanya. Meski masa-masa selama hampir sepuluh bulan ini sudah berat bagi Anastasya, ia sadar bahwa perjuangan untuk mendapatkan tempat dalam hidup Samuel masih jauh dari mudah.

"Aku hanya mengikuti keputusanmu, Samuel," ungkap Anastasya dengan berat hati.

Samuel menatapnya penuh penghargaan, "Anastasya, kamu adalah istri yang selalu memahami situasi, aku yakin anak kita kelak mewarisi sifat terbaik darimu."

Namun kata-kata Samuel hanya memperparah ketegangan. Alesha membalas tatapan suaminya dengan sikap angkuh dan kemarahan. Ia merasa dipermainkan di hadapan wanita yang baru saja merebut sebagian dari kebahagiaannya.

Anastasya menambahkan komentar yang makin menyulut konflik, "Anak kita akan menjadi sosok luar biasa, lebih baik dari ayah maupun ibunya, tapi tidak seperti ibu lainnya yang hanya tahu cara marah-marah," ujar Anastasya dengan sengaja menyindir Alesha.

Setelah itu Samuel memegang perut Anastasya dengan lembut sebelum mengecupnya di hadapan istri pertamanya. Alesha merasa tak lagi dapat mengendalikan emosinya.

"Jadi kamu punya keberanian bersikap mesra dengannya di depanku? Sampai di sini batas kesabaranku!" kata Alesha dengan nada tinggi.

"Kami bebas mengekspresikan kasih sayang di mana saja," ucap Anastasya dengan percaya diri, membuat situasi semakin rumit.

Samuel mencoba menenangkan keadaan, tetapi Alesha semakin tegas menunjukkan kemarahannya, "Aku tidak berbicara denganmu! Aku berbicara dengan Sam! Menurutku percakapan ini selesai, aku ingin masuk ke kamar bersama suamiku."

Namun Anastasya tak mudah menyerah. Ia menarik lengan Samuel sambil berkata lembut, "Samuel, anakmu membutuhkan ayahnya malam ini, bisakah kamu ke kamarku?"

Samuel terdiam sejenak, pikirannya terpecah dua antara permintaan Anastasya dan tatapan yang menuntut dari Alesha. Situasi semakin memanas, namun Samuel berusaha tetap tenang.

"Anastasya, aku harus menemani Alesha malam ini, kamu harus mengerti," katanya pelan namun penuh tekanan.

Anastasya jelas merasa tidak puas. Baginya, berbagi suami bahkan untuk satu malam bukan hal yang dapat diterima. Maka ia mencoba membujuk Samuel dengan segala cara.

Anastasya mencoba membujuk suaminya untuk tidak bersama Alesha, "Aku mohon Samuel, ini adalah harapan anak kita, kata Papamu, kamu tidak boleh menolak permintaan anak ini, karena Papamu akan sangat marah padamu."

Samuel teringat ancaman dari Papanya, yang tidak bisa mengabaikan calon cucunya karena itu adalah cucu kesayangannya. Bahkan Anastasya sudah menjadi menantu kebanggaan orang tuanya.

"Ya, aku akan tidur bersama anakku dan kamu," kata Samuel sambil melepaskan genggaman tangan Alesha yang sudah begitu erat.

Anastasya diselimuti kebahagiaan saat memeluk suaminya di depan Alesha, memberikan kesan bahwa persaingan antara mereka kini berpihak pada dirinya. Namun, Alesha tidak tinggal diam. Alih-alih berkelanjutan dalam kemarahan yang semakin memuncak, ia mulai merancang strategi cerdas untuk mendapatkan perhatian suaminya daripada sekadar menyerah pada emosi.

Meski situasi tampak mendukung Anastasya, Alesha memilih untuk tidak menyerah. Samuel dan Anastasya bahkan belum sempat masuk ke kamar, yang menurut Alesha masih membuka peluang bagi dirinya untuk mengambil kendali tanpa kehilangan posisi di hati sang suami.

Alesha dengan nada lemah sambil menekan kepalanya seperti orang yang tengah kesakitan, "Sam, aku merasa pusing, bisa bantu aku ke kamar? Aku baru mulai pulih setelah masa koma yang panjang, tolong hubungi dokter pribadiku dan berikan obatnya padaku, kamu tidak keberatan, kan?"

Melihat kondisi Alesha, rasa khawatir segera merambat ke benak Samuel. Bayangan masa lalu, ketika kondisi Alesha memburuk akibat kecelakaan yang dia sebabkan, kembali terulang dalam ingatannya. Samuel pun segera mengambil keputusan.

Samuel melepaskan pelukan hangatnya dari Anastasya untuk menopang tubuh Alesha agar tetap tegak, "Tentu saja, Alesha, aku akan membantumu."

Anastasya yang sebelumnya menikmati kebersamaannya dengan Samuel kini merasa marah dan kesal. Geram melihat keputusan Samuel yang mendadak berubah haluan. Komitmennya seolah dipatahkan begitu saja demi memenuhi permintaan Alesha.

"Samuel, bukankah tadi kamu bilang akan bersamaku? Kenapa sekarang berubah pikiran lagi?" tanya Anastasya dengan nada kecewa, mencoba memahami situasi yang terasa tidak adil baginya.

"Aku minta maaf, Anastasya, saat ini Alesha membutuhkan bantuan ku lebih daripada siapa pun, coba pahami keadaannya, soal Papa, jangan khawatir, aku yang akan bertanggung jawab menghadapi segala situasinya nanti," jawab Samuel tegas, menunjukkan keseriusan pada pilihannya meski harus menghadapi protes dari Anastasya.

Seketika Anastasya berdiri mematung, memegang perut besarnya dengan tatapan penuh tekad. Dari kejauhan, ia memperhatikan Samuel dan Alesha meninggalkannya untuk masuk ke kamar mereka, seolah tanpa memikirkan perasaannya. Dalam kesunyian itu, Anastasya berbicara lirih pada janin yang dikandungnya, "Tenang saja, sayang, Ibu akan pastikan ayahmu tetap menjadi milik kita berdua, Ibu akan melakukan segalanya agar dia meninggalkannya."

Senyum perlahan muncul di wajah Anastasya. Ia tak ingin kalah dari Alesha. Baginya, segala sesuatu belum berakhir. Ada sebuah peluang yang muncul saat Alesha melakukan pemeriksaan dokter nanti. Berbekal tekad itu, ia segera melangkah menuju kamar pasangan tersebut, masuk tanpa permisi, hanya untuk mendapati Samuel tidak ada di dalam.

"Di mana Samuel?" tanyanya kepada Alesha yang sedang berbaring di tempat tidur.

Alesha tampak kesal melihat keberanian Anastasya yang menyusup ke ruang pribadinya. Dengan nada sinis ia menjawab, "Itu bukan urusanmu! Jangan beraninya bertanya tentang suami orang!"

Tanpa gentar, Anastasya mendekat dan berbisik manis di telinga Alesha, "Jangan terlalu berisik, mungkin Samuel akan mendengarnya, aku tahu hubungan kalian tak akan bertahan lama, seharusnya semua ini berakhir, dan Samuel hidup dengan aku dan anak ini, tanpa kamu."

Langkah Anastasya surut sedikit demi sedikit, tetap menjaga jarak karena ia tahu tangan Alesha terlalu ringan untuk menyerang orang tanpa ragu.

Alesha merespons dengan kemarahan yang meledak, "Jaga bicaramu! Kamu yang seharusnya pergi dari kehidupanku dan Sam! Bagiku, kamu itu tidak ada! Jangan pernah berharap aku menyerah dan meninggalkan semuanya karena kamu!"

Tidak mau kalah, Anastasya membalas dengan penuh keberanian, "Kalau begitu, bersiaplah karena aku akan mengambil semua cinta dari hati Samuel."

Amarah Alesha semakin memuncak hingga ia memukul tempat tidur dengan keras. Suara itu cukup mengundang perhatian Samuel yang ternyata berada di kamar mandi. Beberapa saat kemudian, Samuel keluar dengan raut wajah penuh tanda tanya.

"Alesha, apa yang terjadi?" tanya Samuel dengan khawatir.

Anastasya segera mendekatinya sambil menunjukkan wajah penuh simpati, "Samuel, aku hanya ingin membantu Alesha, namun, dia masih marah padaku, selain itu, aku juga ingin memastikan dia baik-baik saja, bagaimanapun dia itu saudariku, aku tak bisa tenang kalau tidak tahu keadaannya."

Mendengar itu membuat Alesha memandang keduanya dengan tatapan tajam penuh kebencian. Namun situasi memaksanya bertahan di sana lantaran ia harus berpura-pura sakit.

Samuel menenangkan situasi dengan keputusan singkat, "Kamu boleh di sini, aku tidak masalah, sekarang aku akan keluar sebentar menemui dokter, aku akan membawanya ke sini."

Belum sempat Samuel melangkah jauh, Alesha mencoba menahannya dengan sikap lembut yang terkesan manja, "Sam, jangan pergi, aku tak mau ditinggalkan," ucapnya dengan penuh rayuan.

Anastasya yang mendengar ucapan itu merasa muak. Baginya, itu hanyalah trik murahan untuk mengikat perhatian Samuel.

Samuel membalas ucapan lembut Alesha dengan keputusan tegas, "Aku hanya sebentar menemui dokter, tunggu di sini dan tenanglah, aku pasti kembali."

Setelah Samuel pergi meninggalkan ruangan, ketegangan antara Alesha dan Anastasya semakin memuncak. Mereka bertatapan intens seolah masing-masing ingin menegaskan posisi dominan di hadapan lawannya.

Alesha membuka percakapan, "Apa maksudmu aku saudarimu? Aku anak tunggal dan tidak punya saudari lain!"

Anastasya tersenyum kecil menanggapi kerasnya pengingkaran itu, "Anak tunggal? Jadi kamu benar-benar yakin bahwa kamu satu-satunya anak mereka?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Kebahagiaan Anastasya   Bab 5. Semuanya Milikku

    "Ya," kata Anastasya menjawab sambil menoleh, penasaran siapa yang memanggilnya."Apakah ada yang kamu cari?" Anastasya menggenggam tangan seseorang yang kini berada di hadapannya, ternyata benar suaminya yang datang. Awalnya, ia merasa terkejut dan cemas tentang apa yang Samuel mungkin ketahui mengenai percakapannya bersama Alesha. Namun, dari pertanyaannya, sepertinya memang Samuel tidak mengetahuinya. "Ya, Samuel, aku sedang mencari makanan, tadi perutku lapar," ungkap Anastasya, berusaha mengalihkan kecurigaannya agar Samuel tidak menebak yang lain."Begitu, jika itu yang terjadi, aku akan mengambilnya untuk kamu, tapi sekarang, kamu masuk ke dalam kamar, tadi aku terbangun dan kamu tidak ada di tempat tidur, Papa menghubungiku untuk menanyakan tentang kamu, dan mungkin Papa akan segera datang ke sini, Papa selalu rindu dengan kamu dan calon cucunya," kata Samuel menjelaskan.Anastasya mengangguk, "Aku masuk sekarang, sepertinya aku tidak mau makan lagi, kita bisa langsung kemba

  • Obsesi Kebahagiaan Anastasya   Bab 4. Kepribadian Asli

    "Iya, Anastasya?" Samuel menjawab singkat, responsnya tidak memberikan kelegaan pada Anastasya. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana mata suaminya menghindari tatapannya, seolah-olah takut terlalu lama berhadapan."Samuel, aku rasa kamu belum siap menjawab," kata Anastasya dengan suara yang terdengar kecewa. Samuel mengalihkan pandangannya, mencari alasan untuk tidak melanjutkan pembahasan. Ia masih terjebak dalam kebimbangan, hatinya terpecah antara Anastasya dan Alesha."Maaf, Anastasya, aku pikir lebih baik kita istirahat," ucap Samuel, mencoba menghindari topik yang membuatnya gelisah.Anastasya mengangguk pelan, memilih menahan perasaan daripada memperpanjang masalah di hadapan Samuel. Namun di dalam hati, ia tahu bahwa lawannya sangat berat, istri sah dari suaminya sendiri.Mereka berbaring untuk beristirahat di dalam kamar, tetapi pikiran Anastasya terus berkecamuk. Ia belum bisa menerima jika cintanya harus dibagi untuk Alesha. Tidurnya terganggu, matanya menolak terpejam

  • Obsesi Kebahagiaan Anastasya   Bab 3. Kembar

    Alesha berdiri tegap, dengan amarah yang memenuhi dadanya. Dia berteriak, "Ya, aku yakin! Aku adalah keturunan Christopher satu-satunya, dengar Anastasya, kamu tidak akan mendapatkan Sam! Dia masih sangat mencintai aku, buktinya dia mempertahankan aku di depanmu, jadi seharusnya kamu malu sebagai istri pengganti."Namun, ucapan Alesha tidak dibiarkan begitu saja. Anastasya membalas dengan kemarahan yang terpendam lama. Ia menarik rambut Alesha dengan kasar sembari menggunakan tangan lainnya untuk mencekik lehernya. Itu adalah pembalasan atas apa yang sebelumnya dilakukan Alesha padanya.Dengan suara yang tegas, Anastasya mengucapkan kalimat yang menjatuhkan harga diri Alesha."Perhatikan baik-baik kata-kata ini, Alesha! Melawan aku adalah hal yang mustahil, kamu hanyalah masalah kecil untukku, semua yang kamu miliki akan jatuh ke tanganku, termasuk Samuel."Sesak napas dan lemah karena cekikan Anastasya, Alesha berteriak meminta dilepaskan. Namun Anastasya tetap tak bergeming, terus m

  • Obsesi Kebahagiaan Anastasya   Bab 2. Dua Pilihan

    "Aku serius! Papa adalah orang yang meminta Anastasya untuk menikah denganku, dan aku setuju, jadi, jika kamu ingin menyalahkan seseorang atas pernikahan ini, maka seharusnya kamu menyalahkan aku, satu hal lagi, Alesha, jangan memaksaku untuk memilih, karena itu sangat sulit bagiku," balas Samuel.Amarah meluap dari Alesha, tangannya berkali-kali memukul Samuel karena tidak mendapatkan jawaban yang semestinya. Namun, sebelum Alesha semakin tak terkendali, Anastasya menghentikan tangan Alesha, Anastasya tidak ingin ada yang melukai Samuel, sekalipun pelakunya adalah istri pertama dari suaminya sendiri."Jauhkan tanganmu dari suamiku!"Anastasya dengan penuh keberanian berdiri untuk melindungi suaminya. Tatapan Alesha sekarang sangat menakutkan, bahkan seolah-olah dia memberi tanda bahwa akan ada sesuatu yang besar dan berbahaya terjadi pada Anastasya yang dia lihat karena kebenciannya. "Suamimu? Dia masih suamiku! Pernikahanmu dengan Sam hanya sebagai penggantiku, tapi lihat diriku s

  • Obsesi Kebahagiaan Anastasya   Bab 1. Pulangnya Alesha

    "Sam!" Di hadapan mereka berdirilah Alesha, wajahnya tegang penuh amarah, tubuh yang masih mengenakan pakaian pasien berdiri tegap meski baru saja sembuh dari sakit panjang selama dua tahun. Samuel melangkah maju mendekati sosok yang sangat dikenalnya, matanya sulit percaya dengan apa yang dilihatnya. Istrinya yang koma selama dua tahun kini berdiri di depannya, "Alesha ... apakah itu benar-benar kamu?" tanyanya, suaranya nyaris bergetar. Alesha hanya diam beberapa detik sebelum menatap Samuel tajam. Air mata mulai bergulir bebas di pipinya, namun sorot matanya tidak mengendur sedikit pun, "Ini aku, Sam, apa kamu sudah melupakan aku?" Samuel menggeleng perlahan, wajahnya menampilkan kebingungan yang tidak bisa ia sembunyikan, "Tapi ini ... mustahil! Baru pagi tadi aku masih berada di sisimu, menjagamu di kamar rumah sakit, kamu masih terbaring tidak sadarkan diri, dan sekarang ... kamu berdiri di sini? Aku ... aku tak mengerti, apa aku sedang bermimpi?" "Tidak! Ini nyata,"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status