Share

Obsesi Liar CEO
Obsesi Liar CEO
Author: Authoring

Ayo, Masuk!

"Tante, kumohon jangan, Tan. Aku belum siap!"

Terdengar suara teriakan dari pintu belakang club dan juga suara kebisingan musik disco yang sangat menggelegar. Memekakkan telinga. Tetapi, banyak manusia yang menyukainya.

Buktinya, perempuan berpakaian minim setengah telanjang tengah memamerkan bentuk tubuhnya dan juga wajahnya yang benar-benar menggoda iman pria yang berada di dalam clubini.

Musik, tarian erotis, minuman berbau menyengat yang disukai mereka di sini, asap rokok dan masih banyak lagi.

Seorang wanita berusia 35 tahun yang mengenakan dress di bawah lutut dengan atasan yang terbuka tengah menarik tubuh mungil gadis yang berumur 21 tahun.

Apa? 21 tahun? Ya, gadis itu dulu bertanya padanya bagaimana cara menghasilkan uang, karena orangtuanya tak sanggup membayar biaya sekolah yang menunggak 7 bulan lamanya.

Sangat mengenaskan.

Tapi, tak mengurung niat wanita itu untuk terus menyeret gadis yang memberontak itu ke meja di mana pria dan wanita tengah duduk di sofa sambil bermain judi.

Untuk membayar lebih tinggi gadis yang masih virgin itu kepada lelaki hidung belang dan berdompet tebal atau lelaki yang kesepian.

"Hei, apa kabar kalian? Now, aku bawakan gadis ini. Dia berumur 16 tahun dan membutuhkan uang untuk biaya hidupnya," ucap wanita itu setelah mereka sampai di sana.

Suara musik yang menggelegar itu tak terdengar dengan kerasnya sehingga atensi mereka yang tadi sempat berteriak histeris karena kekalahan.

"Berapa bayarannya?" tanya pria berbadan gempal dan perut buncitnya. Jangan lupakan jas hitam yang mahal melekat di tubuhnya.

"Cukup mahal, lima ratus juta gimana?"

Gadis itu menatap wanita yang menyeretnya tak percaya. Ternyata ini yang dilakukan padanya. Pantas saja ia menyuruhnya untuk berdandan dengan cantik dan membelikannya dress ketat berwarna maroon sepuluh senti di atas lutut.

Dia gugup.

Mata berkaca-kaca.

Jantungnya berdetak kencang karena ia benar-benar takut akan dibawa ke hotel oleh pria-pria yang berada di depannya.

"Oke, Aku ambil tujuh ratus gimana?" tanya pria lain yang tengah megang segelas wine. Di samping kiri dan di samping kanannya terdapat wanita-wanita berpakaian sexy yang duduk di dekatnya.

"Sembilan ratus juta," ucap pria yang memangku jalang di atas pangkuannya.

Sementara pria yang tengah duduk sendirian, menatap ke arah mereka yang bernegosiasi untuk menawarkan harga yang fantastis pada gadis yang berada di samping wanita paruh baya tersebut.

Dia bersama dengan bodyguardnya. Bukan takut akan dicopet, melainkan dia hanya ingin sendiri tanpa harus diganggu oleh wanita-wanita yang berada di club ini.

"Ada apa di sana?" tanya pria berkulit putih tersebut.

"Ada negosiasi, Tuan. Karena gadis baru yang bekerja sebagai gadis sewaan. Jadi, mereka menawarkan harga tersebut, Tuan," jelas salah satu dari mereka yang tengah duduk di sofa lain.

"Panggilkan Fanya, aku ingin melihat gadis itu," pinta pria tersebut yang diangguki oleh mereka.

Salah seorang dari bodyguard itu berjalan menuju meja yang tak jauh dari para pria yang tengah bernegosiasi itu.

"Tuan Marvel meminta Anda untuk segera ke mejanya."

Pria berbadan kekar itu berdiri tepat di samping Fanya, wanita yang membawa gadis virgin itu. Dengan sekali anggukan, pria berbadan kekar itu berlalu dan diikuti oleh Fanya dengan menarik pergelangan tangan gadis yang tengah hancur tersebut.

Terpaksa ia harus mengikuti langkah Fanya menuju ruangan yang dituju. Ruangan yang berdinding kaca buram dengan sofa merah.

Sesampainya di depan pria itu, Fanya menundukkan kepalanya dan tersenyum manis kepada pria yang tengah menatap gadis yang berada di sampingnya.

"Ada apa, Tuan?" tanya Fanya dag dig dug.

Pria itu menatap Fanya sebentar lalu kembali menatap gadis yang menundukkan kepalanya sejak ia berjalan ke mejanya hingga berada di depannya.

Rambutnya yang sedikit kusut, dress yang melekat di tubuhnya dan tak lupa ia menggenggam ujung dress-nya.

Gugup.

Takut.

Ia ingin pulang saja dari clubitu.

"Berapa kau akan menyewa gadis itu? Apa dia masih virgin?" tanya pria itu membuat gadis yang menundukkan kepalanya tetap menundukkan kepalanya tak berkutik.

'Ya Tuhan, selamatkan aku dari manusia-manusia yang bodoh ini,' batin gadis itu seraya memainkan kuku-kukunya.

"Ah, a-apakah Anda akan membelinya, Tuan? Dia masih gadis, masih virgin. Dia belum berpengalaman untuk menghangatkan ranjang Anda, Tuan. Nanti saya carikan yang lain sa--"

"Berapa kau akan menyewa gadis itu?" potong pria tersebut dengan menatap tajam ke arah Fanya.

Fanya terlihat gugup, tapi ia berusaha untuk terlihat biasa saja sambil mengangkat tangan kirinya dan menyingsingkan beberapa helai rambitnya ke belakang telinga.

'Huh, sabar Fanya. Dia sangatlah kaya. Kenapa kau harus gugup seperti ini,' batinnya.

"Aku akan menjualnya seharga 2 miliar, Tuan."

Gadis yang berada di sampingnya mendongakkan kepala menatapnya tak percaya.

Apakah 2 miliar itu akan dibagikan padanya juga? Atau uang sebanyak itu hanya untuk dia sendiri?

Gadis itu kembali menundukkan kepalanya. Takut berhadapan dengan pria yang berada di depannya.

Pria itu menyandarkan punggungnya di kepala sofa dan meneguk air mineral di gelasnya.

3 botol wine di atas meja itu hanya terbuka 1 botol saja dan yang meminumnya hanyalah 2 bodyguardnya saja.

"Apa itu terlalu mahal? Apa kau yakin dia masih virgin? Bagaimana jika dia tak virgin?" tanya pria itu dengan nada yang meremehkan.

Gadis itu hanya menelan ludahnya dengan kasar. Ia tak bisa berbuat apa-apa. Ini demi perekonomian keluarganya.

"Ya, saya yakin, Tuan. Jika Anda tak percaya, Anda bisa membuktikannya sekarang juga. Tapi, bayar dulu uang mukanya. Setelah gadis ini benar-benar virgin, barulah Anda bayar sesuai dengan apa yang saya inginkan," terang Fanya seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Sombong.

Pria itu tersenyum kecut. Bagaimana bisa ada gadis yang masih virgin di jaman sekarang? Bahkan dengan tawaran yang dikeluarkan Fanya membuatnya ingin membuktikan apakah gadis itu masih perawan atau tidak. Atau itu hanyalah permainan Fanya saja? Uang muka? Ini pertama kalinya Fanya meminta uang muka saat ia menawarkan jalang-jalang miliknya. Biasanya pria itu akan membawa ke sebuah kamar khusus dan membayarnya pada Fanya atau pada jalang tersebut.

Pria itu menatap gadis yang masih saja menundukkan kepalanya. Ia benar-benar terancam sekarang. Harga dirinya ia jual kepada pria yang benar-benar tak ia kenal sama sekali.

"Baiklah, aku akan membawanya."

Pria itu memberikan kode pada bodyguardnya agar memberikan amplop coklat itu pada Fanya.

Tap!

Amplop coklat itu mereka letakkan di atas meja. Tebal dan ia bisa mengira-ngira harganya pasti sangat banyak.

Fanya mengulurkan tangannya untuk mengambil amplop yang berisi uang tersebut lalu membukanya.

"Follow me!" perintah pria tersebut pada gadis yang sedari tadi menundukkan kepalanya.

"Grace, ikuti pria itu. Dia sudah membayarmu padaku, nanti kau akan mendapatkan bayaran juga darinya. Kau harus memuaskannya, jadilah yang terbaik. Maka bayaranmu akan berlebih dari padaku," ujar Fanya seraya berbisik sebelum akhirnya para bodyguard itu menyuruhnya agar berjalan di belakang sang majikan mereka.

Grace perlahan melangkahkan kakinya mengikuti pria yang telah membayarnya melalui Fanya.

Gugup, sangat gugup dan ia tak tahu bagaimana takdir dan kehidupan selanjutnya nanti.

Baru 5 langkah, Grace menoleh ke belakang dan mendapati Fanya yang tengah tersenyum bahagia seraya mengecup uang dengan lembaran yang tebal.

"Manusia licik," umpat Grace lalu kembali menoleh ke depan.

Ternyata mereka sudah di parkiran mobil.

"Masuklah bersama Tuan, Nona. Duduklah di belakang bersamanya," kata pria itu lalu menutup pintu kursi penumpang setelah Grace masuk ke dalam mobil mewah dan mobil itu berjalan meninggalkan parkiran club.

Pria yang berada di samling Grace hanya diam sambil memegang i-Padnya. Entah apa yang ada di dalam sana, tetapi Grace tak ambil pusing. Saat ini, dia harus menenangkan pikiran dan hatinya.

"Kita ke hotel xxx, ya."

Pria itu memberi arahan pada sang bodyguardnya. Sementara Grace semakin ketakutan. Apa yang akan mereka lakukan di hotel sana? Pikiran Grace mulai berkecamuk.

Pria yang berada di sampingnya melirik ke arah Grace yang diam-diam memperhatikan guratan wajah gadis itu.

Takut.

Gugup.

Rasanya beradu menjadi satu. Tak mengubah penasaran pria tersebut untuk membuktikan bahwa gadis yang ia bawa dengan mobil mewahnya sekarang apakah benar masih virgin atau tidak.

Di perjalanan, Grace memilih bungkam seribu bahasa. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Rasa menyesal sudah muncul di lubuk hatinya. Ini yang pertama dan terakhir kalinya. Ia tak mau terlibat dalam permasalahan seperti ini lagi dalam hidupnya. Harga dirinya telah hilang oleh Fanya.

"Nona, ini air mineral. Minumlah."

Pria kekar yang duduk di depannya memberikan sebotol air mineral yang masih disegel itu pada Grace.

Dari tadi, pria yang mengemudikan mobil sang majikannya itu memperhatikan bagaimana raut wajah Grace yang tampak gugup dan memberikan kode pada sang teman untuk membuka dashboard mobil yang terdapat air mineral di sana.

"Ah, terimakasih."

Grace mengambil sebotol air mineral itu, lalu membuka segel dan meneguk air tersebut agar gugupnya hilang.

Lega, tetapi hanya sedikit. Tak masalah, ia bahkan tak menyadati bahwa tenggorokannya sangat kering dan seharusnya ia siram dengan air dingin.

"Bisa dipercepat lajunya, Pak Yudi?" tanya pria yang berada di samping Grace tersebut tanpa melepas tatapannya dari i-Pad yang berada di pangkuannya.

"Baik."

Mobil mewah yang Grace tumpangi melaju melewati malam dan Grace hanya bisa diam.

***

Sesampainya di depan hotel mewah, pria itu turun tanpa menunggu sang bodyguard membukakan pintu untuknya. Grace tetap dengan wajah datarnya saat bodyguard pria tersebut membukakan pintu untuknya.

"Masuklah ke dalam hotel itu, Nona. Tuan sedang melakukan check in hotel."

Mereka mengarahkan Grace agar masuk ke dalam lobi hotel itu karena majikan mereka sudah berada di sana untuk melakukan check in memakai hotel malam ini.

Grace melipat bibirnya sejenak seraya memandang megahnya hotel di depannya. Di mana tempat inilah nantinya, tidur bersama pria yang tak ia kenal.

Grace melangkahkan kakinya perlahan, memasuki hotel tersebut dan melihat bahwa pria itu tengah menatapnya datar.

"Bisakah kau percepat langkahmu? Lamban sekali."

Pria itu berjalan memasuki hotel tersebut dan diikuti Grace dari belakang. Grace menatap ke kanan dan ke kiri.

'Hotelnya benar-benar mewah, pasti bayarannya mahal untuk beberapa malam saja,' batin gadis itu lalu masuk ke dalam lift dan pria itu menekan tombol 29.

Di dalam lift, hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Grace diam dan sedikit melirik ke arah pria yang tengah berdiri di samping kanannya dengan wajah datar.

Setelan jas merah dengan warna senada di celana dan kemeja hitam yang melekat di tubuhnya menambah kesan dingin pada pria ini.

Grace menelan salivanya saat pria yang berada di sampingnya menoleh ke arahnya.

"Kenapa kau menatapku begitu? Saya tahu saya tampan, jangan sampai air liurmu jatuh ke lantai saat kau menatapku seperti itu," ujar pria tersebut.

'Benar-benar sombong sekali. Masih banyak kok, laki-laki yang lebih tampan darinya. Contohnya Vito,' batin Grace sambil mencebikkan bibirnya.

Ting!

Pintu lift terbuka, mereka berjalan keluar lift dan Grace tetap mengikuti pria tersebut dari belakang. Langkah pria itu sangatlah cepat, sehingga Grace harus menahan dressnya agar tak tersingkap ke atas saat ia melangkah.

Pria itu berhenti di depan pintu dengan nomor 345 seraya memasukkan kunci yang ia bawa saat selesai melakukan check in.

Ceklek!

Pintu hotel terbuka, pria itu terlebih dahulu masuk lalu membuka sedikit pintu untuk Grace yang sedari tadi masih berdiri di depan pintu kamar hotel mereka.

"Ayo masuk," ujar pria tersebut.

Glek!

Grace menelan salivanya lalu melangkahkan kakinya perlahan seiring jantungnya berdetak kencang.

Apa selanjutnya yang akan pria ini lakukan padanya?

Itulah yang bersarang di dalam otaknya. Pria itu mengunci pintu tersebut saat Grace masuk ke dalam kamar mereka dan memasukkan kunci pintu kamar ke dalam guci kecil bergambar kelinci putih di dekat nakas pintu.

Pria itu membalikkan tubuhnya lalu menatap Grace yang masih berdiri yang tak jauh dari pintu kamar.

Lalu Grace masuk ke dalam kamar dan duduk di bibir ranjang dengan tangan gemetar dan berkeringat.

Sementara pria itu melihat gelagat aneh dari Grace yang tak biasa. Wanita yang selalu menghangatkan ranjangnya biasa langsung menerkam dirinya. Sangat agresif. Tetapi, Grace hanya diam tanpa berkata-kata.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dissa Patania
......... gmna ya klnjutannya
goodnovel comment avatar
Farhan Iyan
Penasaran dengan kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status