"Aku pikir kau ini pintar. Nyatanya kau jauh lebih bodoh dariku. Dengarkan ini!" Aku memutarkan rekaman video saat dirinya tadi menelpon seseorang yang sudah kuduga kalau itu adalah ayah biologis dari janin yang Zea kandung. Mata Zea tentu saja membelalak karena dia tentu tidak menyangkal jika aku memiliki rekaman dirinya sedang menelpon tadi. "Ups jangan pingsan dulu. Aku punya satu lagi kejutan buatmu!?" Kuputarkan lagi sebuh rekaman cctv di mana Zea masuk ke dalam kamar hotel suamiku. Wajah perempuan itu semakin memucat. Perlahan dia terdiam tak berkutik. Dia pikir aku bodoh? terbuktilah kalau aku lebih cerdik darinya. Bahkan, detektif yang aku suruh, bisa dengan mudah mengungkap kasus di hotel. Akbar tampaknya mempunyai jaringan yang luas. Hanya dalam waktu beberapa jam, anak buahnya yang ada di kota tempat suamiku menginap, bisa membongkar kelicikan Zea. "Tidak, itu pasti rekayasa.""Hahaha, masih mau ngelak. Sebentar, masih ada video lagi."Aku pegang Zea kuat-kuat agar tida
Sebenarnya aku sedikit curiga sih, apakah Anin tahu kalau anak yang kukandung ini bukan anaknya Rama? Tapi dari mana dia tahu? Apakah dia sudah menyimpan kecurigaan itu?Aku yakin dia belum tahu, hanya saja dia memang tipe wanita yang tidak mau mengalah sehingga dia benar-benar ingin menguasai Rama sendirian.Karena aku kesal aku akhirnya keliling dapur untuk mencari makanan, mungkin dengan cara mengemil maka kekesalanku ini akan berkurang.Akan tetapi, kesialanku lagi-lagi terjadi, aku sudah membuka kulkas dan semua laci yang berada di dapur tapi sama sekali tidak ada camilan yang dapat kutemukan.Aku benar-benar kebingungan, ingin rasanya aku menelpon Rama saat ini juga, tapi aku jadi ragu karena setiap kali aku menelpon Rama, maka aku harus membuat alasan baru, tentu saja itu sangat merepotkan.Karena aku tidak bisa menemukan apa yang aku cari, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke ruang depan, Aku ingin menghibur diriku sendiri. kata orang kalau lagi hamil tidak boleh marah-marah
Tadi juga lelaki yang aku sayang itu langsung mengiyakan permintaanku, tentu saja tidak ada kebahagiaan lain selain mendapatkan perhatian dari orang yang kita sayang."Bereslah itu, ya sudah aku segera meluncur ke sana, pokoknya dijaga baik-baik anak kita karena dengan anak itu lahir dengan selamat di dunia maka selamatlah juga keuangan kita. Bukankah memang itu tujuan kamu?" ucap Dani padaku. "Tentu saja Sayang, anak ini aset buatku juga buat kita. Memang dasar si Rama itu bodoh mau-maunya saja aku bodoh-bodohi kalau anak ini anak dia. Memangnya dia gak bisa mikir apa masa iya hamil satu bulan tapi perut udah segede ini. Kan kalau satu bulan biasanya masih rata. Hahahaha," ucapku sembari terkikik. "Hahahaha kamu benar-benar pintar Sayang. Aku tidak sia-sia menitipkan benih itu padamu. Yah meskipun aku harus menahan rasa cemburuku yang menggebu-gebu tapi tidak mengapa semua ini kita lakukan demi masa depan kita. Ya Sudah aku tutup dulu ya. Aku ada orderan masuk nih biasalah buat sen
Masih terekam jelas di otakku bagaimana murkanya Mas Rama pada Zea. Wanita gila itu berhasil menipu aku dan suamiku. Kejadian ini sungguh menyisakan trauma bagi kami berdua. Aku hanya berharap, semoga masalah ini bisa cepat terselesaikan.Karena bosan menunggu kemacetan, aku pun menyalakan Radio. Memutar-mutar, mencari saluran lagu yang semoga saja bisa menenangkan pikiranku yang sedang kusut. Aku terkejut saat Mas Rama mengganti saluran di saat aku sedang asyik mendengarkan salah satu lagu.“Kenapa diganti, sih, Mas!” omelku kesal. Wajahku juga semakin bertambah masam.“Sebentar. Aku mau mendengarkan berita ini,” sahut Mas Rama padaku. Wajahnya berubah kaku, fokus mendengarkan berita di Radio itu.Aku pun melakukan hal yang sama. Menyimak dengan baik berita yang sedang disiarkan. Dari berita Radio yang aku dan Mas Rama dengar, ada pembacokan yang dilakukan oleh istri pada suami yang ketahuan sedang berselingkuh. Berita itu membuat aku dan Mas Rama mematung sejenak. Lalu kami saling
“Ya salah Mas sendiri. Kenapa tidak memeriksa dulu? Asal percaya saja hanya karena melihat test pack,” omelku yang kembali kesal.“Mau bagaimana lagi, Nin? Ini sudah menjadi jalan takdir,” keluh Mas Rama seraya menyandarkan tubuhnya pada sofa.“Mas ini bagaimana, sih? Kenapa jadi pasrah begini?” protesku dengan tatap horor.“Bukan mau pasrah, Nin. Tapi coba kamu ambil sisi positifnya. Jika saja aku tidak rujuk dengan Zea, mungkin kamu tidak bisa melakukan investigasi, kan? Sampai sekarang, kita juga tidak akan pernah tahu kalau Zea sudah hamil sebelum dia menjebakku,” tutur Mas Rama padaku.Aku mengangguk. “Benar juga. Beruntung aku kemarin mengajakmu untuk datang diam-diam ke rumah Zea, Mas. Coba saja tidak. Kita tidak akan pernah tahu rencana busuk Zea itu,” cerocosku berapi-api.“Kayaknya memang Tuhan sudah membuat rencana ini dengan sebagus mungkin. Bukankah, skenario Tuhan jauh lebih baik dari skenario manusia? Aku yakin kau juga setuju dengan ini, Nin,” tukas Mas Rama dengan mel
Aku dan mas Rama saling bertukar pandang, seolah-olah ada sesuatu yang tersimpan dalam benak kami masing-masing.Akan tetapi, rupanya Mami menyadari sikap yang ditunjukkan olehku dan juga suamiku secara tiba-tiba. Mami pun menghentikan kegiatan makannya dan menyipitkan kedua matanya menatap kami dengan tajam."Ada apa? Kenapa reaksi kalian seperti itu?" tanya Mami yang saat ini mulai merasa penasaran.Kecanggungan mulai menyelimutiku, entah apa yang harus aku katakan pada Mami, karena aku sendiripun tidak ingin salah bicara. Terlebih pada awalnya Mami selalu bersikap lembut pada Zea dibanding denganku.Aku pun kembali melirik mas Rama yang sibuk kembali dengan makanannya, sungguh ... lelaki itu terlihat sangat kalem saat ini.Dengan mencondongkan tubuhku aku pun bergumam, "Kamu saja yang jelaskan, Mas. Supaya Mami percaya."Mas Rama mendelikkan pandangannya dan berdecih, "Kamu sajalah. Tidak apa-apa kok."Mami mulai merasa heran dengan gelagat kami yang cukup terlihat aneh, aku pun me
“Mami di rumah saja. Biar kami yang mengurus ini semua,” ujar Rama dengan nada rendah.“Mami ingin mendampingi kalian,” tukas mami dengan nada sedikit memaksa. “Kalau kepolisian tiba-tiba meragukan laporan kalian, Mami akan jadi saksi agar mereka mau langsung memproses pengaduan kita.”“Tapi, Mami ….”“Mas Rama.” Aku menyela perkataan Mas Rama karena ucapan mami tadi cukup masuk akal bagiku. “Mungkin tidak ada salahnya kita membawa Mami, Mas,” tukasku. “Mami pasti merasa resah dan tak enak hati menunggu kabar dari kita di rumah.”Wajah mertuaku itu tampak langsung cerah dan tersenyum dengan ekspresi berharap atas kalimatku. “Tuh, kan, Anin saja setuju agar Mami boleh ikut,” ujarnya pada putranya.Mas Rama menghela napas pelan dan akhirnya dia mengangguk pasrah. “Baiklah, Mami boleh ikut, tapi asalkan Mami tetap diam kalau belum diminta bicara. Situasi nanti akan serius dan Rama tidak ingin kepolisian bingung dan meragukan laporan kita.”Mami mengangguk dan senang. Aku pun mengganden
“Seharusnya kau membesarkan anakmu dengan baik, Rosa. Bukan malah membiarkannya menjadi penipu dan meneror anakku.”Mami melotot, sepertinya sejak dari kantor polisi tadi ini lah perasaan yang ditahan-tahan Mami Sekar, sehingga akhirnya ledakan amarah mami langsung meledak di sini.“Heh! Anakmu itu tuh yang tidak tau diri!” Bu Rosa melirik Rama dengan sorot mata benci. “Dia yang sudah menjebak Zea dan membuat anakku itu menderita! Bisa sadar diri dulu, tidak!”Mami mengeraskan rahangnya, bersiap melontarkan kalimat balasan karena Bu Rosa menyindir Mas Rama. Tapi aku segera menahan lengan Mami dan mengelus-elus bahunya.“Mi … sudah, Mi,” tukasku. Situasi ribut ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. “Malu kalau dilihat sama tetangga di sini, orang-orang akan tahu b