Share

Chapter 4

Author: Rara Radika
last update Last Updated: 2025-12-03 02:19:49

"Apa yang kau inginkan untuk hadiah ulang tahunmu, Nora?"

Nora berdiri di depan meja di dalam ruangan pribadi Isaac. Bersama pria itu yang duduk seraya membelakanginya. Menghisap cerutunya berulang kali, sebab bisa Nora lihat asap putih yang mengepul dari balik tubuh besarnya.

Ia mengalihkan pandanganya dari Isaac, memandang ke arah lain pun dirinya terdiam.

Apa yang Nora inginkan sebagai hadiah ulang tahunya, ia sendiri tidak tahu. Harta, kekayaan serta nama besar dan suami yang disegani, dirinya telah memiliki semua hal sempurnan itu. Meskipun, dengan suami yang tak pernah ia lihat sosoknya sekalipun.

Bagaimana jika permintaan sebagai hadiah ulang tahun ialah melihat wajah Isaac secara langsung? Permintaan gila yang tentunya tak akan berani Nora pinta sebab, yang akan ia dapatkan ialah cekikan dari pria itu.

Nora masih ingat kejadian tragis yang menimpa dirinya saat awal-awal pernikahannya bersama Isaac. Saat itu, selalu dengan brutal Isaac menjamah tubuhnya tanpa memperlihatkan sosoknya sedikit saja. Lantas, Nora yang naif menolak untuk melayani pria itu. Mengatakan jika dirinya akan menurut jika ia bisa melihat wajah Isaac yang sebenarnya. Namun, alih-alih mendapatkan apa yang dirinya inginkan, Nora malah berakhir di ranjang rumah sakit akibat cekikan Isaac yang mencederai tulang lehernya.

"Sebuah kalung berlian yang baru dikeluarkan oleh Makenna," jawab Nora. Telah ia siapkan jawaban seperti ini karena tahu Isaac akan memintanya.

"Lagi?" Isaac memberinya pertanyaan, lagi.

"Aku ingin berlibur ke pantai."

"Kau akan pergi minggu depan, Nora," balas Isaac.

"Gracias, Senor."

"De nada, esposa mía."

(Sama-sama, Istriku)

Nora mengangkat wajahnya memandang sosok Isaac. Menatap pada pantulan cermin yang menampilkan wajah tak jelas Isaac di sana. Menatap intens pun dalam sosok suaminya yang tengah menghisap cerutu, mengakitbatkan pantulan wajah Isaac di cermin hilang terhalang oleh asapnya yang tebal.

"Senor ...."

Seorang pengawal masuk ke dalam ruangan bersama seorang Wanita cantik yang berdiri di ambang pintu, mengenakan topi besar yang hampir menutupi sebagian wajahnya.

"Sarai telah tiba, Senor." Pengawal menyampaikan.

"Bawa dia masuk, lalu antarkan Senora keluar," titah Isaac.

"Sí. Senor."

"Por favor, Señora."

(Silahkan, Nyonya)

Nora menatap Isaac dengan intens sebelum dirinya berbalik pergi. Menilik wanita yang berdiri di ambang pintu yang langsung menunduk memberi hormat padanya kala Nora berjalan melewati dirinya.

"Senora," salam Sarai bernada rendah.

Pintu ruangan pribadi itu ditutup bersamaan dengan terhentinya langkah Nora. Terdiam Nora memandangi pintu besar yang seolah sedang tertawa mengejek sebab sang suami membawa terang-terangan wanita lain ke dalam ruang pribadinya.

"Siapa wanita itu?" tanya Nora pada pengawal.

"Sarai, pelayan pribadi senor, Señora."

"Pelayan pribadi?" Nora bergumam.

Sosoknya yang cantik dan seksi, berada di dalam ruangan pribadi bersama seorang pria lalu menamai dirinya sebagai pelayan pribadi. Apa yang wanita itu layani?

Nora berbalik pergi. Menghentakan kakinya yang terbalut higheels tinggi hingga menimbulkan bunyi yang nyaring. Melangkah cepat menuruni tangga menuju lantai utama.

"Senora ...."

Pelayan serta pengawal menunduk memberi hormat mengiri langkah Nora yang semakin cepat keluar dari area mansion. Masuk ke dalam mobil yang telah siap dengan supir yang sigap membukakan pintu untuknya.

"Bawa aku pulang," pinta Nora pada sang supir.

"Sí, Señora."

********

" La Senorita ...."

"Di mana ayah?"

"Di dalam ruang pribadi, Senorita."

Nora berjalan cepat menuju ruang pribadi sang ayah—Rayan Lenero. Membuka pintu lalu masuk ke dalam, mendapati pria paruh baya dengan raut sangar tengah duduk di balik meja pada kursi kebesaranya.

"Di mana sopan santunmu, Nora Vargas."

Menunduk dalam wajah cantik Nora. "Maafkan aku Ayah, aku tergesa karena mendengar kabar mengenai ibuku."

Rayan Lenero menggeram mendapati tingkah laku putrinya. Kerutan pada keningnya semakin dalam kala Nora mengatakan alasan datang menemuinya.

"Bagaimana kabar tentang ibuku?" Nora bertanya. Raut wajahnya penuh akan harap.

Pria paruh baya itu melemparkan map coklat yang cukup tebal ke atas meja. Map yang berisikan bayaran kepada putrinya sebab telah sudi Rayan gunakan sebagai alat tukar untuk wilayah yang diberikan Isaac kepadanya.

Segera Nora ambil map tersebut ke dalam pelukanya. Map yang berisikan sebuah informasi berharga sang ibu yang telah menghilang belasan tahun lamanya, yang entah di mana wanita itu kini berada.

"Gracias."

Wajah Nora tertunduk disertai mata yang berbinar. Telah ia tunggu cukup lama informasi sang ibu, yang rela ia tukarkan dengan hidup dan matinya.

Beruntung Rayan tak mengingkari janjinya. Ketika satu tahun yang lalu pria tua itu berjanji akan mencari keberadaan sang ibu jika Nora mau dinikahkan dengan Isaac Mallen Vargas.

Demi wilayah kekuasaan yang telah Rayan inginkan sejak lama, bisa begitu dengan mudahnya ia dapatkan hanya dengan memberikan putrinya sebagai alat penukaran.

"Nora, sebaiknya kau tidak berpikir untuk kabur dari sisi pria itu setelah kau mendapatkan apa yang kau inginkan." Rayan memperingatkan.

Nora memeluk erat map coklat di dalam pelukanya. Setelah apa yang telah ia korbankan demi isi di dalam map tersebut. Lantas selanjutnya, demi apa dirinya bertahan.

"Bertahanlah untuk nyawa Ayahmu ini, Nora," pungkas Rayan seolah tahu isi pikiran putrinya.

Seorang ayah yang tega menukarkan putrinya untuk sebuah wilayah kekuasaan. Kini, dirinya meminta untuk sebuah pertahanan nyawa.

"Sí."

Berbalik pergi Nora setelah menunduk hormat kepada sang ayah. Tak alih pandangan Rayan dari sosok putrinya yang telah hilang di balik pintu besar. Mengambil serta menyulut cerutu pada selah bibirnya, menghisap pelan lalu menghembuskan asap tebal.

Melihat Nora membuat Rayan kembali teringat akan sosok wanita Tionghoa yang ia nikahi. Wanita cantik berwajah lembut dan memiliki senyuman yang indah nan manis. Satu-satunya wanita yang sampai saat ini bersarang di dalam hatinya yang telah membeku. Wanita yang memilih pergi meninggalkan suami serta putrinya demi memilih keluarga yang menentang pernikahan mereka.

Seandainya saat itu Rayan lebih tegas dan mengekang kepergianya, mungkin mereka masih bersama-sama sampai saat ini.

Sementara itu, Nora berada di dalam kamarnya. Mengeluarkan setiap lembar kertas yang berisikan informasi mengenai ibunya.

Dipeluk erat foto wanita Tionghoa cantik yang wajahnya hampir Nora lupakan. Tak sadar jika air matanya mulai menetes membasahi permukaan pipinya yang halus.

Wanita bernama Wu Xiu asal China. Kehidupanya bahagia pun makmur selama bertahun-tahun. Menjalani bisnis besar keluarga yang bergelut diindustri pangan.

Nora amat sangat merasa bahagia bisa mengetahui kondisi ibunya yang baik-baik saja. Meskipun fakta jika wanita itu telah memiliki keluarga baru tidak menghilangkan rasa haru Nora setelah berhasil menemukan kabar dari sang ibu.

Tidak banyak yang Nora ingat dari sosok ibunya selain, jika wanita asli Tionghoa itu menyukai berbagai jenis teh. Itulah sebabnya Nora menginjaki bisnis kedai teh. Dirinya selalu berharap jika ibunya bisa datang untuk berkunjung.

Nora menghapus air matanya setelah mendengar bunyi ponsel yang berdering. Mengembalikan kondisi pita suaranya yang serak sebelum ia menerima panggilan suara.

"Sí, aku akan segera datang."

Segera kembali ia mengemas informasi mengenai ibunya. Membawa map coklat tersebut pergi bersamanya.

"Nora."

Langkah Nora terhenti saat suara nyaring memanggil namanya dari belakang. Gontai Laventa mendekatinya, menilik Nora dari atas hingga bawah.

"Apa yang kau bawa itu, Nora?" tanya Laventa, istri seorang pejabat sekaligus adik kandung Nora. "Kau tidak mencuri berkas milik ayah, bukan?"

Nora menatap adiknya intens. Entah di mana pun dan kapan pun jika keduanya bertemu, maka Laventa selalu habis-habisan mencercanya.

"Jaga bicaramu. Tidakah cukup kau mempermalukanku di acara pembukaan kedai teh kemarin?"

"Cih. Siapa yang mempermalukanmu? Bukankah aku mengatakan hal yang sebenarnya?"

Nora menghela napasnya dalam. Jangan sampai habis kesabaranya menanggapi adiknya itu.

"Kapan kau akan mengajakku berbelanja? Tidak mungkin kau mampu menghabiskan harta suamimu yang banyak itu seorang diri, right?"

"Aku tidak pernah menyentuh uangnya," lugas Nora.

"Pembohong." Laventa melirk Nora dari atas sampai bawah. "Lalu barang mewah dari mana yang kau kenakan ini? Apakah kau menjadi wanita simpanan pria lain untuk mendapatkannya?"

Rahang Nora mengeras menahan rasa kesal. Tak ingin meladeni Laventa lagi, ia segera berbalik meninggalkan wanita itu.

Laventa mendengus kesal. Sebab Nora tak pernah terpancing oleh ejekannya. Selalu bertingkah angkuh dan menahan dirinya seperti itu.

"Aku membenci sikapnya yang seperti itu. Wanita angkuh."

******

Duduk pada sofa tunggal pada ruang utama. Nora ditemani oleh Salma yang membantu memasangkan plester pada tangannya yang terluka sebab tak sengaja terkena cipratan minyak panas saat dirinya belajar memasak tadi siang bersama Tadeo.

Teringat ketika tadi siang pria itu bersimpuh di hadapanya untuk menolong Nora mengoleskan obat luka. Nora terus menatap Salma yang juga tengah bersimpuh dengan posisi sama seolah ia sedang melihat sosok pria itu.

"Senora, Anda melamun."

Nora tersenyum tipis. "Terimakasih telah membantuku, Salma."

"Sí, Senora. Ini  memanglah tugasku."

Salma tetap bersimpuh di hadapan Nora meskipun telah siap mengobati luka pada tangan Nora.

"Berapa usiamu saat ini, Salma?"

"Dua puluh empat tahun, Senora."

"Sejak kapan kau bekerja di sini?" tanya Nora lagi. Dirinya tak pernah tahu apapun tentang pelayannya, sebab biasanya Salma selalu datang bersama Abigail yang kaku dan tak memperbolehkan mereka mengobrol terlalu lama.

"Saat usiaku delapan tahun, aku sudah menjadi pelayan di kediaman senor. Kemudian, karena usiaku paling muda di sini, senor meminta Abigail untuk mengajariku cara pengobatan yang umum dilakukan."

"Senor yang memintanya?" tanya Nora penasaran.

"Sí, Señora.”

"Apa kau pernah mengobati senor, atau melihat wajahnya?"

"Señora ...." Salma menciut, seolah pertanyaan Nora ialah hal tabu tak tak bisa ia jawab.

Nora mengerti akan hal tersebut. "Tidak masalah, tidak perlu menjawabku."

Nora mengambil ponselnya yang berdering di atas nakas. Sebuah pesan masuk dari nomor Tadeo yang mengirikan jadwal perjanjian mereka akan bertemu. Tanpa menjawab, Nora hanya membacanya.

"Señora, apa Anda bahagia?"

Nora terdiam. Pandanganya langsung kosong mendengar pertanyaan seperti itu.

Apakah dirinya bahagia? Dia bahkan tidak tahu arti dari kebahagiaan itu.

********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 8

    Bau desinfektan yang menguar kuat seolah telah bersahabat dengan indera penciumanya. Dua minggu penuh Nora berada di rumah sakit untuk pemulihan. Tidak melakukan apapun, tidak bertemu Isaac, pun pemulihanya berjalan dengan lancarHatinya cukup tenang untuk beberapa saat karena pria itu yang sama sekali tak mengunjunginya. Tidak mengusik Nora selama dirinya berada di rumah sakit.Wanita itu kini duduk di sofa yang terletak pada ruang rawatnya. Memangku buket bunga yang Dorty berikan sebab wanita paruh baya itu baru saja menjenguk keadaanya. Di lihat dari raut wajahnya yang tenang, sepertinya Dorty belum tahu alasan Nora dirawat di rumah sakit ialah karena menantunya.Jadi bisa disimpulkan jika Laventa masih baik-baik saja. Pun, Isaac belum menyentuhnya. Pria itu malah telah menghabisi ayahnya dengan sadis.Perasaan Nora membeku ketika ia dengar Rayan telah meninggal dunia. Tak ada rasa sedih ataupun kehilangan. Dunianya tetap berjalan seolah sosok ayah memang tak pernah ada di dalam k

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 7

    "Jadi bagaimana kondisinya?""Harus dilakukan operasi pengangkatan.""Persetujuan dari wali pasein.""Wali pasien menyetujui segala tindak rawatan demi menjaga keselamatan pasein.""Baik, segera siapkan ruang operasi dan hubungi dokter anatesi."Sayu-sayup matanya terbuka. Samar ia melihat lampu cerah nan menyilaukan. Masih bisa ia dengar beberapa orang tengah berbincang, terdengar juga bunyi dari alat-alat rumah sakit di sekitarnya.Terbaring lemah tubuhnya di atas ranjang rumah sakit di dalam ruang ICU. Bersama beberapa dokter seta perawat yang sibuk memeriksa keadaanya.Kondisinya amat sangat kritis. Ia kehilangan banyak darah serta perut dalamnya penuh luka. Membuat wanita itu harus melakukan operasi segera untuk menyelamatkan nyawanya.Tidak ....Tanganya bergerak memegangi perut. Menetes bulir bening membasahi ujung mata wanita itu. Bibirnya bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu.Tolong selamatkan bayiku.*******Di dalam ruangan pribadinya Isaac berada. Duduk pada kursi kebe

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 6

    Satu minggu penuh Nora terserang demam. Lemah kondisi tubuhnya mengakibatkan wanita itu tak bisa berangkat bekerja. Ditambah Isaac yang selalu menemani Nora setiap malam malah semakin memperburuk kondisi kesehatanya.Abigail tak berkutik kala Isaac memanggilnya untuk menjelaskan kondisi Nora saat ini. Pasalnya, dari hari pertama demam hingga saat ini kondisi kesehatan Nora sama sekali tak membaik. Bimbang dokter paruh baya ini hendak menjelaskan jika alasan utama wanita itu sakit ialah karena Isaac terus berada di sekitarnya."Kondisinya masih belum membaik?" tanya saac. Duduk pada kursi kebesaran di dalam ruang pribadinya. Pria itu menghisap cerutu."Sí, Senor.""Padahal dia meminum obat secara teratur," cetus Isaac. Sebab dirinyalah yang selalu memberikan Nora obat setiap malam. Melalui mulut ke mulut. Berlalu Isaac keluar dari ruanganya meninggalkan Abigail. Hanya mampu menghela napas pria paruh baya itu sebab ia tahu ke mana senornya akan pergi. Ruang pribadi gelap kini sebab la

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 5

    Kesabaranya harus seluas samudra maka ia akan tinggal dengan aman di samping pria itu.Berdiri menatap luar dari balik jendela kamarnya. Nora melihat Isaac membawa pergi wanita yang ditemuinya tadi siang dalam ruang pribadi pria itu. Berjalan bersama dalam terang cahaya matahari.Nora tahu, wanita itu pelayanya. Seseorang yang bisa leluasa menatap wajah Isaac tanpa halangan. Meskipun sedikit membuat Nora berkecil hati sebab ia tak pernah miliki kesempatan seperti itu."Kenapa, Abigail? Katakan dengan jelas." Nora berbalik. Gontai menuju tepi ranjang kemudian duduk. Sementara Abigail berdiri tegap di depanya, namun tertunduk wajah pria paruh baya itu."Tolong minum obatmu, Senora.""Aku tidak sakit. Aku tidak ingin meminumnya." Nora menolak dengan lugas. Membuat Abigail tersentak sebab tak biasanya ia tak menurut."Señora ....""Ini melelahkan, Abigail. Aku tak ingin lagi terus menurutinya," papar Nora."Aku juga tak ingin terus bersabar."Abigail tak bisa memaksanya. Ia berlalu memba

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 4

    "Apa yang kau inginkan untuk hadiah ulang tahunmu, Nora?"Nora berdiri di depan meja di dalam ruangan pribadi Isaac. Bersama pria itu yang duduk seraya membelakanginya. Menghisap cerutunya berulang kali, sebab bisa Nora lihat asap putih yang mengepul dari balik tubuh besarnya.Ia mengalihkan pandanganya dari Isaac, memandang ke arah lain pun dirinya terdiam. Apa yang Nora inginkan sebagai hadiah ulang tahunya, ia sendiri tidak tahu. Harta, kekayaan serta nama besar dan suami yang disegani, dirinya telah memiliki semua hal sempurnan itu. Meskipun, dengan suami yang tak pernah ia lihat sosoknya sekalipun.Bagaimana jika permintaan sebagai hadiah ulang tahun ialah melihat wajah Isaac secara langsung? Permintaan gila yang tentunya tak akan berani Nora pinta sebab, yang akan ia dapatkan ialah cekikan dari pria itu.Nora masih ingat kejadian tragis yang menimpa dirinya saat awal-awal pernikahannya bersama Isaac. Saat itu, selalu dengan brutal Isaac menjamah tubuhnya tanpa memperlihatkan so

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 3

    Ruangan besar bernuansa hitam. Di dalamnya dipenuhi dengan rak yang menempel pada setiap sisi dinding berisikan senjata serta holster-holster dalam berbagai bentuk.Berdiri tegap seorang pria menghadap ke arah luar jendela. Memasukan satu lenganya ke dalam saku celana, sementara pada satu lenganya lagi terselip cerutu yang tengah ia hisap.Pria paruh baya di belakangnya menunduk seraya membawa hasil laporan kesehatan Nora. Siap untuk dilaporkan pada sang empu yang meminta dirinya untuk datang."Katakan, Abigail," titah Isaac, tanpa berbalik menatap Abigail. Masih berdiri pada posisi yang sama."Senor ... kondisi señora begitu lemah. Jika Anda terus menggunakan tubuhnya, kesehatanya akan terancam," adu Abigail terang-terangan. Disertai degup jantung yang berpacu dua kali lipat kala ia berhadapan dengan sang empu.Selalu menegangkan atmosfir tempat di mana pun Isaac berada. Membuat semua orang mati kutu saat berhadapan dengan pria dingin yang tak segan menebas kepala hanya karena satu k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status