“Woy Minggir!” teriak seseorang.
Orang yang sedang mengendarai sepeda itu sudah berkali-kali berteriak pada El untuk minggir karena dia akan lewat tapi El tidak menggubrisnya. Dia tetap berjalan di tempatnya. Akhirnya orang itu berteriak sangat kencang. Barulah El berhenti kemudian menoleh ke belakang dengan jengkel.“Berisik!” bentak El.Seperti biasanya, bahkan cuma masalah kecil pun El langsung tersulut amarahnya. Dia hendak memukuli orang yang naik sepeda itu yang sudah berhenti karena dihentikan oleh El. Namun, beberapa orang yang lewat mencoba menghentikan El.Sejak kepulangan Sereia dari rumahnya, El merasa seperti orang linglung. Dia pikir karena rokoknya sudah habis. Dia memutuskan untuk ke warung untuk membelinya. Biasanya dia tidak membeli di warung yang letaknya paling dekat dari rumahnya, tapi karena dia pikir, kali ini benar-benar gawat jadi dia tidak punya pilihan lain selain ke warung terdekat.Suasana hatinya semakin kesal karena dihentikan mengamuk oleh beberapa orang. Setelah membeli rokok dia pulang ke rumah. Dia mengambil ponselnya. Ada banyak pesan masuk dari teman-temannya.Kebanyakan menanyakan soal bagaimana ia menghabiskan waktu bersama Sereia. Namun, alih-alih menjawab pertanyaan teman-temannya, ia justru lebih tertarik pada pembicaraan teman-temannya mengenai Reza yang katanya sedang bersama Sereia.El tidak ingin percaya bahwa belum lama Sereia menghabiskan waktu bersamanya, dia sudah bersama lelaki lain terlebih itu adalah temannya sendiri. Tidak. Kalau dia berpikir seperti itu maka sama saja dia tidak waras.El tidak ingin peduli, tentu saja, dia tidak peduli mengenai apa yang teman-temannya lakukan selagi itu tidak merugikan dia. Lagipula, itu bukan urusannya. Namun, dia merasa sedikit aneh. Malam ini, perasaannya benar-benar tidak seperti biasanya.El merasa mulai diganggu oleh sesuatu.El tidak tahan lagi. Dia mengambil jaketnya kemudian bergegas ke tempat dia biasa nongkrong dengan teman-temannya. Sebelum ibunya pulang kemudian memarahinya seperti biasanya karena dia belum mendapatkan pekerjaan.Sesampainya disana, El disambut oleh teman-temannya.“Bagaimana dengan Sereia?”Baru saja El turun dari motor sudah ada yang bertanya seperti itu. Beberapa temannya yang mengenalnya begitu dekat, merasa heran karena El tidak se-antusias seperti biasanya. Mereka bertanya-tanya apa yang menyebabkan lelaki itu murung. Apalagi lelaki itu ditanya dan jadi pembahasan di grup chat malah tidak menunjukkan respon apapun.“Yah, tidak buruk juga,” jawab El santai.“Wanita itu menerima tawaran Reza setelah tidur denganmu, benar-benar murahan kan?” tanya salah satu temannya.“Kau tidak merasa dikhianati El?”Teman-temannya tertawa.“Kalau kalian tertawa sekali lagi, aku akan menghajar kalian semua!” ancam El.Seketika teman-temannya berhenti tertawa.Sebenarnya pertanyaan itu mengena sekali di hatinya. Namun, tentu saja El berusaha menyangkal dan menyembunyikannya setengah mati.“Tidak usah pikirkan perempuan bejat itu El, sekarang ayo kita main,” ajak sahabat karibnya, Lingga.El menggelengkan kepalanya. “Uangku habis. Ngomong-ngomong, kenapa wanita itu jadi seperti itu?”“Hah? Wanita itu siapa? Sereia maksudmu?” tanya Lingga.El mengangguk. “Dia sangat berubah daripada waktu masih sekolah. Apakah itu benar-benar dia?”“Aku juga kaget saat melihatnya setelah sekian lama. Apa kau tidak tahu? Waktu mau lulus kan orang tua Sereia meninggal setelah kecelakaan dan dia katanya mempunyai banyak adik. Kalau tidak salah, adiknya ada tiga. Mungkin dia jadi seperti itu karena adik-adiknya,” kata Lingga.El tidak pernah mendengar soal ini.“Kenapa aku baru mendengar soal ini?” tanya El.“Kita jarang membicarakan soal dia kan? Waktu orang tuanya meninggal juga banyak yang tidak tahu. Mungkin karena dia tertutup. Kami juga baru tahu kalau dia adalah kupu-kupu malam juga baru-baru ini makanya kami baru sering membicarakannya,” ucap Lingga.“Kau tidak mau mencobanya Ngga?” tanya lelaki lain.Lingga melirik ke arah El yang terlihat fokus memikirkan sesuatu. “Tidak. Aku tidak mau membuat masalah.”Mendengar suara Lingga yang hati-hati, El melirik ke sahabatnya itu. Lingga tampaknya menyadari kegelisahannya. Dia paham kemana arah ucapan sahabatnya itu.“Yang benar saja,” ketus El. Dia tidak mungkin memikirkan Sereia sampai sejauh itu. Dia tidak akan pernah lagi tidur bersama perempuan itu. Tidak akan pernah.Seperti biasa, El pulang ketika jam menunjukkan pukul satu dini hari. El lagi-lagi harus bersiap mendengar ocehan ibunya. Dia juga harus siap menerima lemparan benda-benda dapur.Sungguh, suasana hatinya semakin malam semakin buruk. Sejak tadi, dia menahan diri untuk tidak mengecek ponselnya. Dia tidak peduli kalau teman-temannya membicarakannya. Dia pikir jika dia sampai melihat pembicaraan teman-temannya yang pasti sedang membahas Reza dan Sereia, suasana hatinya kemungkinan besar akan semakin memburuk.Di tengah jalan, motor yang dikendarai El tiba-tiba mati. El mencoba menyalakan motornya. Suasana begitu sepi, tidak ada bengkel terdekat, dan tidak ada seorang pun. Dia juga jauh dari rumah-rumah warga.“Kenapa harus mati sekarang sih!” teriak El luar biasa keras sampai menendang motornya hingga motornya jatuh.Hari ini El anggap sebagai hari terburuknya.“Dasar wanita pembawa sial. Aku mengalami hari yang buruk pasti gara-gara sudah tidur bersamanya,” batin El.El pun terpaksa menuntun motornya sampai ke rumah.“Kupikir kamu menginap di rumah teman karena sudah ketahuan melakukan sesuatu di luar batas. Kenapa tidak menginap sekalian di rumah teman?” tanya sang ibu begitu melihat putranya dari jendela, dia langsung membuka pintu rumah dan menginterogasi putranya.El malas menjawab pertanyaan ibunya jadi dia menyingkir dan bergegas ke dalam kamarnya.“Tunggu dulu El! Aku dengar dari tetangga kalau kamu membawa perempuan ke rumah. Apa yang sudah kau lakukan?” tanya sang ibu. "Aku sudah mewanti-wanti kamu untuk tidak pernah membawa perempuan ke rumah."“Aku tidak mau membahas soal itu ma. Aku sudah besar," jawab El tanpa berhenti melangkah."Kalau sudah besar kenapa kamu tidak bekerja? Sudah seperti itu, kamu tidak pernah berubah. Tidak ada pengertiannya sama sekali membantu ibumu. Ibumu capek pulang kerja demi kita bisa makan. Seperti ini rumah masih berantakan. Kamu isinya main terus!"El diam saja. Jika dia menjawab kemungkinan besar mereka malah bertengkar. Ia bertahan mati-matian untuk tidak marah karena ini sudah larut malam dan jika ada tetangga yang mendengar bisa saja menghampiri mereka seperti yang pernah terjadi saat itu. Lalu selain itu ibunya akan semakin mengeluarkan kalimat-kalimat yang membuat hatinya terasa nyeri.El masuk ke dalam kamar kemudian menutup pintu dengan sedikit membantingnya. Dia merebahkan diri di ranjang sambil memejamkan matanya. Tetapi saat dia mencium aroma yang familiar dia langsung membelakkan matanya. Dia menghirup lagi untuk memastikannya.Bau Sereia masih tertinggal.El sudah tidak tahan lagi untuk melampiaskan kemarahannya. Dia pun duduk kemudian meninju tembok, tak peduli jika terasa sakit.“Sebenarnya apa yang terjadi denganku?” bisik El.El berharap saat bangun besok apa yang terjadi hari ini sudah ia lupakan.Sereia dan ketiga adiknya pada akhirnya mencoba mengunjungi keluarga dari ayah mereka. Sereia mengajak Lingga untuk berjaga-jaga apabila mereka ditahan lagi, Lingga bisa mengambil tindakan untuk menyelamatkan mereka, jika ia bisa melakukannya. "Kenapa kamu kesini hah?! Gara-gara kamu, suamiku sampai dihajar babak belur oleh bodyguardnya juragan! Dan gara-gara kamu juga, kita semakin terlilit hutang dimana-mana!"Sereia menghela nafas. Adik-adiknya sudah bertambah besar dan mereka lebih tenang menghadapi bibi mereka, mereka sudah tidak sama lagi seperti sebelumnya. "Aku kesini ingin bersilaturahmi dengan keluarga. Maafkan semua kesalahnku dan adik-adikku bibi. Dan maaf juga apabila selama kami tinggal disini, kami merepotkan kalian," kata Sereia."Tentu saja kalian merepotkan! Kalian benar-benar tidak tahu diri dan tidak tahu diuntung!" ketus bibi Sereia."Kalau begitu kami tidak akan lama bibi, ini, untuk bibi dan paman. Untuk keluarga lain aku akan memberikannya sendiri," kata Serei
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Sereia mengancam Samuel."Aku yakin kamu dikenal oleh orang-orang sebagai bos yang baik dan bertanggung jawab, Samuel. Aku juga yakin kamu tidak akan mau karirmu hancur begitu saja. Kepribadian yang kamu bangun itu, kau pasti tidak menginginkannya hancur begitu saja kan?" tanya Sereia. "Akh!"Samuel tampak frustasi. "Tidak mungkin aku kalah dari orang yang bahkan tidak bisa memberikanmu apapun kecuali penderitaan kan?""Jujur saja Samuel, aku memang mengincar uang. Maksudku, lebih tepatnya, aku lebih butuh uang daripada seseorang untuk menemaniku," kata Sereia. "El masuk penjara dan dia keluar dari penjara entah beberapa tahun lagi. Aku tidak berencana menunggu karena aku tidak tahu apakah perasaannya padaku masih ada atau tidak nanti."Samuel tampak berbinar-binar. "Mungkinkah aku masih memiliki kesempatan?"Sereia ingin membeberkan kalau dia awalnya mengincar Samuel karena hartanya tetpi dia rasa dia tidak bisa membeberkan soa
"Sudah lama sekali ya, Sereia, Kai, Erix, dan Flosie? Kalian terlihat baik-baik saja dan malah...bahagia."Bibi mereka, Feyre, menghampiri mereka. Sereia menyipitkan kedua matanya. "Apa yang kalian mau? Apa kalian mau seperti keluarga ayah kami? Apa kalian bekerja sama dengan mereka untuk mengendalikan kami?""Justru kebalikannya. Aku sudah mendengar tentangmu yang dijodohkan dengan seorang juragan yang sudah memiliki banyak istri. Mana mungkin kami akan membiarkannya begitu saja. Paman dan bibimu disana meminta kami untuk menyuruhmu menuruti keinginan mereka tetapi kami tidak mungkin begitu saja menyerahkanmu pada mereka. Kalian berempat, pulanglah ke rumah keluarga besar ibu kalian!""Tidak!" tegas Erix. "Aku mengerti. Kalian tenang saja, aku akan membiayai keperluan kalian," kata Feyre."Tidak perlu bibi. Kak Sereia sudah bekerja dan dia bisa menyekolahkan kami seorang diri," kata Flosie. "Apa? Benarkah itu?" tanya Feyre.Sereia menganggukkan kepalanya."Itu tidak mungkin. Kamu
Entah sudah berapa tahun dia tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Semenjak menembak orang, dia tidak pernah berhenti gelisah dan ketakutan. Dia memikirkan ibunya, dia memikirkan Sereia, dan dia juga memikirkan dirinya sendiri. Tak dapat dipungkiri dia khawatir berada di penjara untuk selamanya. "Jangan seenaknya menyebutku putramu, pak tua, ayahku sudah mati sejak aku masih kecil," ucap El.Pria itu tercengang. Dia tidak bisa berkata-kata. Segera dia menundukkan kepalanya dan raut wajahnya terlihat sedih. "Pergi saja kalian semua! Tidak ada gunannya menghabiskan waktu berbicara denganku!" ketus El."El, jangan seperti ini. Aku...kamu tahu tidak siapa orang yang sudah mengirimkan dua orang yang menyerangku? Aku kerap mendatangi orang yang berada di rumah sakit itu yang kamu tembak. Dia mengaku kalau yang menyuruhnya adalah Samuel. Padahal aku tidak pernah bercerita padanya mengenai Samuel. Tampaknya dia tidak berbohong. Samuel sampai sekarang masih terus menggangguku," kata Sereia.E
Samuel ternyata jauh lebih jahat daripada yang Sereia kira. Sereia merasa terjebak di lumpur hisap."Dia seharusnya tidak membiarkan kebocoran ini terjadi begitu saja. Apa sebenarnya alasanmu membicarakan soal itu?" tanya Sereia dingin."Aku merasa kasihan padamu. Aku tidak ingin melihatmu datang kesini lagi. Itu seperti mimpi buruk bagiku," kata orang itu. "Alasan aku tidak memaafkan El karena aku khawatir dia akan menyerangku lagi."Sereia menghela nafas. "Tidak! Dia tidak akan melakukannya lagi.""Kau pikir aku akan percaya? Dia sudah menjadi traumaku jadi menyerah saja soal El. Aku sudah membocorkan yang lebih penting daripada mengeluarkan dia dari penjara."Sereia terdiam sejenak. Jika dia bisa memilih, dia lebih memilih El dikeluarkan dari penjara daripada mengetahui tentang Samuel yang sebenarnya jahat padanya. Itu karena dia berencana tidak pernah ingin berurusan lagi dengan Samuel. "Padahal aku bisa meminta pada El untuk tidak menyerangmu lagi. Dia itu sangat luluh padaku t
"Terima kasih banyak bu sudah di izinkan bekerja disini lagi," kata Sereia merasa lega luar biasa."Iya Sereia. Ngomong-ngomong, aku sudah mendengar banyak dari Raden. Kamu yang semangat ya! Jangan putus asa! Adik-adikmu perlu kamu perjuangkan sampai mereka bisa sekolah tinggi! Kamu pasti bisa melakukannya. Buat orang tuamu disana bangga padamu!""Terima kasih banyak bu motivasinya," kata Sereia. "Saya benar-benar berterima kasih.""Sama-sama Sereia. Adik-adikmu sudah masuk sekolah lagi kan?"Sereia menganggukkan kepalanya. "Iya. Keadaan sudah aman akhir-akhir ini jadi aku berpikir untuk mengirim mereka ke sekolah. Karena tidak mungkin jika mereka terus menerus berada di rumah.""Ya benar. Kalau soal biaya sekolah, kamu tidak perlu khawatir. Ibu mau membantumu.""Aku juga!" sahut Raden. Sereia sedikit tercengang. "Sungguh, terima kasih.""Sereia, bisakah kamu mengantarkan ini ke meja disana?" tanya Raden. "Ya tentu saja. Bu, saya izin bekerja dulu ya?""Iya."Ketika Sereia sibuk bek
"Kenapa kamu mencoba lari dariku setelah semua yang kamu lakukan? Apakah kamu mau menjadi pecundang yang melarikan diri dari semua masalah yang menimpamu? Jangan bercanda denganku!" ketus Sereia dingin.El diam sejenak. Orang-orang yang berada di penjara yang sama dengan El memperhatikan Sereia dan El secara bergantian. El masih saja membelakangi sereia meskipun sudah mendengar suara wanita itu. Dia tampak tidak tertarik untuk berhadapan dengan Sereia. "Kalau iya kenapa? Sudahlah tuan putri! Sana pergi! Kamu sudah bebas dari penjahat sepertiku sekarang. Ini adalah waktunya untukmu bersenang-senang dan mencari kebahagiaan yang kamu inginkan."Sereia menendang jeruji besi yang mengurung El. "Bisa-bisanya kamu mengatakan itu setelah semua yang kamu lakukan?""Jadi apa?" tanya El. "Kamu ingin aku dihukum seperti apa atas semua kejahatan yang aku lakukan padamu?""Kau sengaja tidak mau bertemu denganku karena tidak mau mendengar hukuman atau bagaimana?" tanya Sereia. "Bukan jawaban itu
"Kenapa kamu terus datang kesini?"Sereia tidak pernah menyukai kedatangan Lingga. Terutama sejak saat dia menyampaikan berita dari El yang menurutnya tidak masuk akal. "Memangnya tidak boleh? Aku disini sebagai perantara pesan El untukmu. Kamu habis dari mana?" tanya Lingga. "Bukan urusanmu!" jawab Sereia ketus. "Hey, aku ini tidak pernah melakukan apapun padamu jadi jangan benci aku seperti kamu membenci teman-teman kita yang lain. Dengarkan aku, sebaiknya kamu menghilang saja dari El," kata Lingga. "Hah? Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan!""El sudah tidak bisa dikenali lagi.""Katakan dengan penjelasan yang dapat aku pahami! Aku benar-benar tidak paham. Tidak dikenali lagi, maksudnya bagaimana?" tanya Sereia. Lingga menghela nafas. "Kami sebagai teman dekat El bahkan tidak tahu kalau pria itu menyimpan senjata semacam itu. Dia berani emnggunakannya. Masalahnya, dia mendapatkannya dari mana? Kami saja. Tidak. Teman kami yang lebih buruk dari El saja tidak memiliki senj
Sereia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Dia bertanya-tanya kapan hujan akan datang. Dia ingin berdiri dibawah hujan. Dia ingin menikmati dinginnya angin ketika hujan deras datang. El mendadak seperti sebuah puzzle yang tidak bisa dia pecahkan.Setelah mengejarnya seperti orang gila sampai mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkannya, dia mendadak membuangnya seperti tidak membutuhkannya lagi. Memang mereka bersama lagi entah kapan. Tidak. El sempat akan dijatuhi hukuman ppenjara seumur hidup. Sereiia ingin diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya pada El. Ibunya El menemui Sereia di rumahnya. "Sebenarnnya apa yang terjadi antara kamu dan El?""Antara aku dann Elias? Ibu tidak mau bertanya soal kejadian waktu itu?" tanya Sereia dengan pandangan kosong ke depan. "Banyak yang mengatakan El sudah tidak tertolong lagi. Banyak yang mengatakan amit-amit memiliki anak seperti El. Dia itu...aku sendiri sebenarnnya juga sudah lelah menghadapinya. Aku berharap dia menjadi