Share

02

“Woy Minggir!” teriak seseorang.

Orang yang sedang mengendarai sepeda itu sudah berkali-kali berteriak pada El untuk minggir karena dia akan lewat tapi El tidak menggubrisnya. Dia tetap berjalan di tempatnya. Akhirnya orang itu berteriak sangat kencang. Barulah El berhenti kemudian menoleh ke belakang dengan jengkel.

“Berisik!” bentak El.

Seperti biasanya, bahkan cuma masalah kecil pun El langsung tersulut amarahnya. Dia hendak memukuli orang yang naik sepeda itu yang sudah berhenti karena dihentikan oleh El. Namun, beberapa orang yang lewat mencoba menghentikan El.

Sejak kepulangan Sereia dari rumahnya, El merasa seperti orang linglung. Dia pikir karena rokoknya sudah habis. Dia memutuskan untuk ke warung untuk membelinya. Biasanya dia tidak membeli di warung yang letaknya paling dekat dari rumahnya, tapi karena dia pikir, kali ini benar-benar gawat jadi dia tidak punya pilihan lain selain ke warung terdekat.

Suasana hatinya semakin kesal karena dihentikan mengamuk oleh beberapa orang. Setelah membeli rokok dia pulang ke rumah. Dia mengambil ponselnya. Ada banyak pesan masuk dari teman-temannya.

Kebanyakan menanyakan soal bagaimana ia menghabiskan waktu bersama Sereia. Namun, alih-alih menjawab pertanyaan teman-temannya, ia justru lebih tertarik pada pembicaraan teman-temannya mengenai Reza yang katanya sedang bersama Sereia.

El tidak ingin percaya bahwa belum lama Sereia menghabiskan waktu bersamanya, dia sudah bersama lelaki lain terlebih itu adalah temannya sendiri. Tidak. Kalau dia berpikir seperti itu maka sama saja dia tidak waras.

El tidak ingin peduli, tentu saja, dia tidak peduli mengenai apa yang teman-temannya lakukan selagi itu tidak merugikan dia. Lagipula, itu bukan urusannya. Namun, dia merasa sedikit aneh. Malam ini, perasaannya benar-benar tidak seperti biasanya.

El merasa mulai diganggu oleh sesuatu.

El tidak tahan lagi. Dia mengambil jaketnya kemudian bergegas ke tempat dia biasa nongkrong dengan teman-temannya. Sebelum ibunya pulang kemudian memarahinya seperti biasanya karena dia belum mendapatkan pekerjaan.

Sesampainya disana, El disambut oleh teman-temannya.

“Bagaimana dengan Sereia?”

Baru saja El turun dari motor sudah ada yang bertanya seperti itu. Beberapa temannya yang mengenalnya begitu dekat, merasa heran karena El tidak se-antusias seperti biasanya. Mereka bertanya-tanya apa yang menyebabkan lelaki itu murung. Apalagi lelaki itu ditanya dan jadi pembahasan di grup chat malah tidak menunjukkan respon apapun.

“Yah, tidak buruk juga,” jawab El santai.

“Wanita itu menerima tawaran Reza setelah tidur denganmu, benar-benar murahan kan?” tanya salah satu temannya.

“Kau tidak merasa dikhianati El?”

Teman-temannya tertawa.

“Kalau kalian tertawa sekali lagi, aku akan menghajar kalian semua!” ancam El.

Seketika teman-temannya berhenti tertawa.

Sebenarnya pertanyaan itu mengena sekali di hatinya. Namun, tentu saja El berusaha menyangkal dan menyembunyikannya setengah mati.

“Tidak usah pikirkan perempuan bejat itu El, sekarang ayo kita main,” ajak sahabat karibnya, Lingga.

El menggelengkan kepalanya. “Uangku habis. Ngomong-ngomong, kenapa wanita itu jadi seperti itu?”

“Hah? Wanita itu siapa? Sereia maksudmu?” tanya Lingga.

El mengangguk. “Dia sangat berubah daripada waktu masih sekolah. Apakah itu benar-benar dia?”

“Aku juga kaget saat melihatnya setelah sekian lama. Apa kau tidak tahu? Waktu mau lulus kan orang tua Sereia meninggal setelah kecelakaan dan dia katanya mempunyai banyak adik. Kalau tidak salah, adiknya ada tiga. Mungkin dia jadi seperti itu karena adik-adiknya,” kata Lingga.

El tidak pernah mendengar soal ini.

“Kenapa aku baru mendengar soal ini?” tanya El.

“Kita jarang membicarakan soal dia kan? Waktu orang tuanya meninggal juga banyak yang tidak tahu. Mungkin karena dia tertutup. Kami juga baru tahu kalau dia adalah kupu-kupu malam juga baru-baru ini makanya kami baru sering membicarakannya,” ucap Lingga.

“Kau tidak mau mencobanya Ngga?” tanya lelaki lain.

Lingga melirik ke arah El yang terlihat fokus memikirkan sesuatu. “Tidak. Aku tidak mau membuat masalah.”

Mendengar suara Lingga yang hati-hati, El melirik ke sahabatnya itu. Lingga tampaknya menyadari kegelisahannya. Dia paham kemana arah ucapan sahabatnya itu.

“Yang benar saja,” ketus El. Dia tidak mungkin memikirkan Sereia sampai sejauh itu. Dia tidak akan pernah lagi tidur bersama perempuan itu. Tidak akan pernah.

Seperti biasa, El pulang ketika jam menunjukkan pukul satu dini hari. El lagi-lagi harus bersiap mendengar ocehan ibunya. Dia juga harus siap menerima lemparan benda-benda dapur.

Sungguh, suasana hatinya semakin malam semakin buruk. Sejak tadi, dia menahan diri untuk tidak mengecek ponselnya. Dia tidak peduli kalau teman-temannya membicarakannya. Dia pikir jika dia sampai melihat pembicaraan teman-temannya yang pasti sedang membahas Reza dan Sereia, suasana hatinya kemungkinan besar akan semakin memburuk.

Di tengah jalan, motor yang dikendarai El tiba-tiba mati. El mencoba menyalakan motornya. Suasana begitu sepi, tidak ada bengkel terdekat, dan tidak ada seorang pun. Dia juga jauh dari rumah-rumah warga.

“Kenapa harus mati sekarang sih!” teriak El luar biasa keras sampai menendang motornya hingga motornya jatuh.

Hari ini El anggap sebagai hari terburuknya.

“Dasar wanita pembawa sial. Aku mengalami hari yang buruk pasti gara-gara sudah tidur bersamanya,” batin El.

El pun terpaksa menuntun motornya sampai ke rumah.

“Kupikir kamu menginap di rumah teman karena sudah ketahuan melakukan sesuatu di luar batas. Kenapa tidak menginap sekalian di rumah teman?” tanya sang ibu begitu melihat putranya dari jendela, dia langsung membuka pintu rumah dan menginterogasi putranya.

El malas menjawab pertanyaan ibunya jadi dia menyingkir dan bergegas ke dalam kamarnya.

“Tunggu dulu El! Aku dengar dari tetangga kalau kamu membawa perempuan ke rumah. Apa yang sudah kau lakukan?” tanya sang ibu. "Aku sudah mewanti-wanti kamu untuk tidak pernah membawa perempuan ke rumah."

“Aku tidak mau membahas soal itu ma. Aku sudah besar," jawab El tanpa berhenti melangkah.

"Kalau sudah besar kenapa kamu tidak bekerja? Sudah seperti itu, kamu tidak pernah berubah. Tidak ada pengertiannya sama sekali membantu ibumu. Ibumu capek pulang kerja demi kita bisa makan. Seperti ini rumah masih berantakan. Kamu isinya main terus!"

El diam saja. Jika dia menjawab kemungkinan besar mereka malah bertengkar. Ia bertahan mati-matian untuk tidak marah karena ini sudah larut malam dan jika ada tetangga yang mendengar bisa saja menghampiri mereka seperti yang pernah terjadi saat itu. Lalu selain itu ibunya akan semakin mengeluarkan kalimat-kalimat yang membuat hatinya terasa nyeri.

El masuk ke dalam kamar kemudian menutup pintu dengan sedikit membantingnya. Dia merebahkan diri di ranjang sambil memejamkan matanya. Tetapi saat dia mencium aroma yang familiar dia langsung membelakkan matanya. Dia menghirup lagi untuk memastikannya.

Bau Sereia masih tertinggal.

El sudah tidak tahan lagi untuk melampiaskan kemarahannya. Dia pun duduk kemudian meninju tembok, tak peduli jika terasa sakit.

“Sebenarnya apa yang terjadi denganku?” bisik El.

El berharap saat bangun besok apa yang terjadi hari ini sudah ia lupakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status