Share

03

Alih-alih lupa, El justru memimpikan perempuan itu. Pintu kamarnya digedor-gedor oleh ibunya. El pun segera bangkit menghampiri ibunya.

"Apa?" tanya El.

"Sana! Beli lauk!" titah ibunya. Dia memberikan uang 50 ribuan pada putranya itu. El menerimanya.

El yang masih mengantuk pun langsung ke depan. Dia baru ingat saat melihat motornya. Motornya masih belum bisa nyala. Motornya sering tiba-tiba mati tapi jarang mati saat ia pulang dari tempat nongkrong.

"Ma, aku boleh minta uang tambahan. Aku mau ke bengkel sekalian!" ucap El setengah berteriak.

Ibunya El buru-buru keluar setelah memasak nasi. "Makanya kerja jadi kamu bisa beli motor baru!"

Motornya El memang keluaran lama.

Mendengar perkataan ibunya, kantuk El buyar. "Jangan terus-menerus mengaitkan dengan aku harus bekerja. Aku juga sudah berusaha sebisaku. Mama pikir kalau aku keluar kalau bukan buat mencari pekerjaan memangnya apalagi?"

"Kamu judi dan main perempuan!" bisik ibunya tajam. Setelah itu, dia masuk ke dalam.

Tidak mau membuat ibunya lebih marah lagi, El pun terpaksa menuntun motornya ke bengkel terdekat. Sesampainya disana, dia bertanya pada orang-orang disana dimana ia bisa beli lauk dan mereka menunjukkan tempatnya. El pun berangkat kesana jalan kaki karena katanya tidak jauh sementara motornya ditinggal.

Rumah makan itu cukup luas. Bagian dalamnya terlihat cukup bagus. El berdiri di depan bilik kaca dimana makanan-makanan disimpan di dalamnya.

"Silahkan mas," ucap perempuan di dalam rumah makan tersebut.

"Ayam goreng dua, pakai sambel terasi, terus tumis daun singkongnya 10 ribu," kata El.

"Ada tambahan lagi?"

"Sudah itu saja."

"Totalnya 23 ribu."

El mengambil uang di saku celananya lalu matanya fokus memperhatikan perempuan di balik bilik kaca yang sedikit gelap ini yang sedang membungkus lauk untuknya. Ketika menyadari sesuatu, dia menyipitkan matanya. Dia pun sedikit membungkuk kemudian menyipitkan kedua matanya untuk melihat lebih jelas ke perempuan itu.

Saat pertama kali mendengar suaranya, dia pikir itu sedikit mirip dengan suara Sereia. Namun, dia sama sekali tidak kepikiran kalau perempuan yang sedang melayaninya ini adalah wanita itu.

El pun masuk ke dalam rumah makan tersebut untuk melihat lebih jelas. Dan alangkah terkejutnya dia saat melihat sosok yang berdiri dibalik bilik kaca.

"Kau bekerja disini," ucap El.

Sereia juga sama terkejutnya. Dia tidak habis pikir bahwa yang saat ini berada di dekatnya adalah El. Suaranya memang mirip tapi dia pikir, mana mungkin itu El. Namun ternyata memang benar dia.

Sereia fokus pada apa yang ia lakukan tanpa melirik sedikitpun kepada El.

“Apakah dengan Reza lebih menyenangkan dibandingkan bersamaku?” tanya El.

El pikir dia sudah gila menanyakan itu kepada Sereia. Dia seharusnya tidak mengeluarkan pertanyaan seperti itu, itu tidak ada hubungannya sama sekali dengannya mau Sereia lebih senang bersama Reza. Dia sendiri tidak mengerti dengan dirinya saat ini.

“Totalnya 23 ribu,” kata Sereia sambil menyerahkan makanan-makanan tersebut kepada El tanpa menatap lelaki itu sama sekali.

El memperhatikan pakaian Sereia. Bahkan lehernya pun ditutupi. Pasti karena apa yang sudah ia lakukan kemarin. Meski begitu, dia tidak kepikiran untuk minta maaf.

El menerima lauk yang ia beli kemudian menyerahkan uang 50 ribu.

“Kalau tambahan rames satu bungkus berapa?” tanya El.

“10 ribu.”

“Baiklah, rames satu.”

Sereia yang sedang mengambil kembalian langsung berhenti kemudian mengambil kertas minyak.

“Untuk kamu,” kata El.

Sereia langsung menoleh ke El. Matanya menyipit semakin dingin. El menatapnya dengan sedikit senyuman di bibirnya.

“Mungkin aku bisa dapat bonus,” kata El setengah berbisik.

Sereia mengerti maksud ucapan El. Dia mendengar dari rekan-rekan El bahwa lelaki ini seringkali berjudi dan main perempuan. Malah bisa dibilang setiap hari. Namun di sisi lain, lelaki ini belum mendapatkan pekerjaan jadi terkadang dia hutang ke temannya.

Sereia berpikir bahwa El ingin menghabiskan waktu bersamanya tanpa membayarnya. Itu yang dimaksud soal bonus yang dia katakan.

“Hargaku bukan 10 ribu,” jawab Sereia dingin.

“Tapi di tempat tidurku kamu sampai memoh-”

“Terima kasih atas perhatian palsumu. Ini kembaliannya,” ucap Sereia sambil menyerahkan uang kembalian kepada El.

El tidak mau menerimanya jadi Sereia meletakkannya di meja. Setelah itu, dia meninggalkan El.

“Padahal aku hanya bercanda. Aku memang berniat memberi. Mungkin saja kamu belum sarapan,” kata El.

Sereia mengeluh di dalam hati. Untung saja baru dia yang datang kesini. Kalau ada yang mendengar pembicaraannya dengan El, bisa gawat. Dia memutuskan untuk membersihkan meja makan lalu setelah cukup lama, dia menoleh ke arah depan untuk memastikan apakah El sudah pergi.

Pelanggan baru datang. Sereia balik lagi ke tempat tadi untuk melayani pelanggan tersebut dan dia tidak sengaja menemukan uang 10 ribu tergeletak di tempat tadi dia menaruh kembalian untuk El. Dia curiga uang ini sengaja ditinggalkan oleh El. Bahkan jika lelaki itu berniat tulus, dia tidak akan pernah menerimanya.

Tidak hanya uang 10 ribu yang ditinggalkan oleh El, tapi juga pesan singkat. Sereia mengecek ponselnya. Dia pikir dari orang lain ternyata dari El. Benar juga, dia berencana memblokir nomornya.

El

Minggu besok reunian. Aku yakin kamu tidak akan datang karena malu pada mereka karena kamu sudah menjadi kupu-kupu malam.

Setelah membaca pesan tersebut, Sereia langsung memblokir nomor El.

"Nomorku langsung diblokir," gumam El.

El bertanya pada Lingga apakah dia tahu dimana rumah Sereia. Setelah mendapatkan jawabannya, dia pun berencana menuju kesana.

El benar-benar tidak pernah sejauh ini kalau soal perempuan.

Bagi El, cinta itu tidak lebih dari sekedar omong kosong. Dia tidak pernah ingin memiliki pacar karena menurutnya itu akan membuatnya semakin terkekang. Banyak perempuan yang menyatakan cinta padanya dan dia memanfaaatkan mereka. Alasannya karena dia pikir mereka yang menyatakan cinta padanya hanya tertarik dengan penampilannya saja.

Ayah El sudah lama pergi dari rumah. Dia bercerai dengan istrinya karena masalah keuangan dan kelakuan putranya. El adalah anak tunggal. Namun, El merasa bahwa dia tidak pernah disayang.

Sejak kecil, El sering dimarahi oleh ayahnya. Tidak hanya dimarahi menggunakan kata-kata tapi dia juga sering dipukul hingga wajahnya sering bengkak dan dibawa ke bidan oleh ibunya. Itulah kenapa El tumbuh menjadi orang yang sering main tangan dan amarahnya mudah sekali terpancing.

Sebelum ke desa tempat tinggal Sereia, El menaruh lauk yang ia beli di rumah dan menyerahkan uang kembalian pada ibunya.

“Kembaliannya kenapa cuma segini? Kamu mengambilnya?” tanya sang ibu setengah berteriak karena El begitu terburu-buru keluar.

“...Anggap saja begitu!” jawab El.

“Anggap saja begitu, benar-benar itu anak!” keluh ibunya.

El balik ke bengkel untuk mengambil motornya. Kira-kira lima menit berlalu, dia sampai di desa tempat tinggal Sereia.

“AKu tidak tahu kalau dia tinggal disini, lumayan dekat dari rumahku. Dia juga bekerja di rumah makan, apakah dia sudah lama berada disana atau masih baru?" bisik El.

El melihat seorang anak laki-laki dan perempuan. Mereka mengenakan seragam sekolah sd. Dia pun mendekati mereka.

“Permisi dek, mau tanya, rumahnya Sereia dimana ya?” tanya El.

Kedua anak itu saling pandang.

“Sereia kan kakak kami.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status