"Kau bisa mengantarkan dia ke rumah," kata Lingga pada Sereia.
Sereia langsung melepaskan tangan El yang melingkar di pinggangnya. Dia tidak mau menjadi pusat perhatian apalagi ketika dirinya dipeluk oleh lelaki yang begitu ia benci ini. Jika tidak ada seorang pun disini, dia sudah mengambil heelsnya kemudian memukul wajah El. Lancang sekali lelaki ini.Bagaimana jika orang-orang mulai berpikir yang tidak-tidak mengenai mereka? Sereia sungguh tidak ingin terlibat dengan El. Tidak pernah ingin."Dia mabuk berat," kata Lingga."Bisakah kau membawanya pergi?" tanya Sereia dengan nada cemas pada Lingga."Tidak bisa. Dia akan menghajarku sampai babak belur," ucap Lingga. "Kalau dia memelukmu, berarti dia ingin kau yang mengantarnya pulang. Kau bisa naik motor? Aku akan meminjamkanmu motorku karena jika menggunakan motornya El kau tidak akan bisa karena yah, kau tahu sendiri motor dia bagaimana."Sereia menggelengkan kepalanya cemas. Dia memperhatikan sekitarnya yang tengah memperhatikannya. Entah kenapa, dia merasa teman-temannya El menjauhinya. Apakah itu karena El menempel padanya?Sereia menatap Rasya mencoba meminta bantuan. Kenapa El tidak mau melepaskan pelukannya padahal dia sudah berusaha sangat keras untuk melepaskan pelukan lelaki ini dan menjauh darinya. Rasya juga tidak memberikan respon apapun. Akhirnya karena bingung setengah mati dan tidak mau menjadi pusat perhatian lebih lama lagi, Sereia pun mengambil kunci motor dari tangan Lingga dan mulai keluar dari tempat ini.Sesampainya di parkiran bersama Lingga dan Rasya, Sereia mencubit tangan El sekuatnya, masih berharap El mau melepaskan pelukannya. Lelaki ini mabuk tapi dia tadi ikut berjalan jadi dia tidak sepenuhnya hilang kesadaran kan? Sereia yakin akan hal itu."Bisakah kau melepaskanku? Aku ingin pulang. Adik-adikku sudah menungguku di rumah," kata Sereia. Dia menengok ke El yang tengah menyenderkan kepalanya di pundaknya yang sebelah kanan.El masih memejamkan matanya."Kalau begitu bawa saja El ke rumahmu," kata Lingga."Tidak mungkin. Kau bantu aku melepaskan dia dan bawa dia pulang. Bukankah kau temannya?" tanya Sereia pada Lingga."Dibilang dia akan marah padaku kalau mengetahui aku mencoba menghentikannya mendekatimu.""Apa?" tanya Sereia."Kau tidak tahu kalau El menyukaimu?"Sereia terdiam sejenak karena terkejut. Dia selalu berpikir bahwa El membencinya setengah mati. Setiap kali mereka bertemu, El selalu mengeluarkan kata-kata yang jahat padanya."Jangan bicara omong kosong," kata Sereia.Lagipula, bagi Sereia, cinta itu tidak lebih dari sekedar omong kosong. Jika ada orang lain yang mengaku mencintainya, maka dia akan menganggap bahwa orang tersebut berbohong. Apalagi dia sudah tidur dengan banyak lelaki, siapa yang mau menerimanya dengan tulus."Kalau tidak percaya tanyakan saja. Dia mungkin akan mengaku karena keadaannya tidak sadar," kata Lingga.Lingga pun menarik motornya dari parkiran ke tempat yang lebih lapang kemudian menyerahkannya pada Sereia juga membantunya menarik El. Sereia menatap khawatir pada Rasya."Bagaimana aku pulang?" tanya Sereia pada Lingga."Kau bisa meminjam motorku kalau kau mau atau temanmu ini ikut denganmu ke rumah El," kata Lingga.Sereia menoleh ke Rasya, meminta jawaban atas ucapan Lingga."Apakah kamu mau Ras?" tanya Sereia pada Rasya.Rasya mengangguk.Akhirnya mereka bertiga pun ke rumah El. Lingga menyusul sedikit lebih lama. Dalam perjalanan, Sereia sedikit kesusahan mengendarai motornya. Sesampainya di rumah El, mereka disambut oleh ibunya El."El!"Ibunya El sangat kaget ketika melihat Sereia memapah El."Anak ini benar-benar!"Ibunya El terlihat sangat marah hingga wajahnya memerah. Dia langsung merebut El dari tangan Sereia. Melihat ibunya El kesusahan membawa putranya, Sereia pun membantunya. Mereka masuk ke dalam kamar El."Terima kasih ya nduk sudah mengantarkan anakku pulang. Namamu siapa?" tanya ibunya El."Sama-sama tante dan namaku Sereia," jawab Sereia ramah."Oh begitu. Memangnya kamu mau dengan putraku yang masih jadi pengangguran? Maafkan kelakuan putraku jika dia sering bersikap tidak baik kepadamu ya. Sebenarnya, aku sudah sering mendengar yang tidak baik mengenai dia tapi aku sungguh tidak menyangka dia memiliki pacar yang rela sampai mengantarkannya ke rumah seperti ini. Putraku pasti menyayangimu."Sereia melirik ke Rasya yang berada di dekatnya. Rasya juga menatap Sereia dan tidak mengatakan apapun.Ibunya El ternyata salah paham mengira bahwa Sereia adalah pacarnya putranya. Sudah seperti itu, ibunya terlihat begitu bahagia sampai-sampai Sereia tidak tega mengatakan bahwa dia adalah temannya El bukan pacarnya. Tidak. Bahkan Sereia tidak menganggap El sebagai temannya karena dia sangat membenci lelaki itu."Tidak apa-apa tante. Kalau begitu, aku dan temanku pamit dulu," kata Sereia.Ibunya El mengangguk kemudian mengantarkan Sereia dan temannya sampai ke depan rumah. Ibunya El memperhatikan motor yang dibawa Sereia. Tentu saja dia tahu itu adalah motornya Lingga. Kapan-kapan dia akan bertanya pada Lingga mengenai gadis ini."Aku sangat berharap El mendapatkan gadis yang baik karena dia berperilaku buruk kuharap dia berubah menjadi lebih baik juga," bisik sang ibu.Sereia memberikan kunci motor Lingga pada ibunya El karena dia akan membonceng temannya.Tidak lama kemudian, Lingga datang setelah Sereia dan Rasya pulang.Lingga memutuskan untuk mampir ke rumah El lebih dulu kemudian mengobrol dengan ibunya El."Tadi itu pacarnya El?" tanya ibunya El.Lingga tidak langsung menjawab. "Bagaimana mengatakannya ya? Tanya saja pada putramu bibi. Kelihatannya dia sudah sadar."El mendekati Lingga. Kondisinya kelihatan berbeda jauh seperti sebelumnya yang terlihat mabuk berat. Lingga curiga kalau sahabatnya itu sebenarnya tidak benar-benar mabuk. Dia hanya berpura-pura."El, mau sampai kapan kamu seperti itu terus? Kamu sudah memiliki pacar. Sebaiknya cepat cari kerja lalu menikah," ketus ibunya."Haha ibumu sudah menginginkan cucu El," sahut Lingga."Besok aku akan melamar kerja."Apa yang dikatakan El ibunya pikir hanya omong kosong belaka tapi meski begitu dia berharap anaknya tidak cuma bicara saja. Tapi ternyata benar. Putranya bangun pagi-pagi sekali, langsung mandi, dan berpakaian rapi."Kamu mau mendaftar kemana?" tanya sang ibu."Entahlah!" jawab El sambil terus melangkah ke motornya.El pun sampai di rumah makan dimana Sereia bekerja. Awalnya Sereia jaga malam tapi sejak saat itu, dia masuk pagi. El mendekati Sereia. Ini adalah pertemuan kedua mereka di rumah makan."Sebenarnya aku tidak mau mengatakan ini tapi terima kasih sudah mengantarkanku pulang. Kau tidak perlu melakukannya seharusnya," kata El."Jika tidak ada urusan, silahkan pergi dari sini.""Seperti itukah caramu melayani pelanggan? Pantas saja tidak ada yang menyukaimu."Sereia tidak langsung menjawab. Sejak mengetahui kedatangan El, dia sama sekali tidak menatap ke lelaki ini."Dimana bosmu? Aku ingin mendaftar bekerja disini."Sereia dan ketiga adiknya pada akhirnya mencoba mengunjungi keluarga dari ayah mereka. Sereia mengajak Lingga untuk berjaga-jaga apabila mereka ditahan lagi, Lingga bisa mengambil tindakan untuk menyelamatkan mereka, jika ia bisa melakukannya. "Kenapa kamu kesini hah?! Gara-gara kamu, suamiku sampai dihajar babak belur oleh bodyguardnya juragan! Dan gara-gara kamu juga, kita semakin terlilit hutang dimana-mana!"Sereia menghela nafas. Adik-adiknya sudah bertambah besar dan mereka lebih tenang menghadapi bibi mereka, mereka sudah tidak sama lagi seperti sebelumnya. "Aku kesini ingin bersilaturahmi dengan keluarga. Maafkan semua kesalahnku dan adik-adikku bibi. Dan maaf juga apabila selama kami tinggal disini, kami merepotkan kalian," kata Sereia."Tentu saja kalian merepotkan! Kalian benar-benar tidak tahu diri dan tidak tahu diuntung!" ketus bibi Sereia."Kalau begitu kami tidak akan lama bibi, ini, untuk bibi dan paman. Untuk keluarga lain aku akan memberikannya sendiri," kata Serei
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Sereia mengancam Samuel."Aku yakin kamu dikenal oleh orang-orang sebagai bos yang baik dan bertanggung jawab, Samuel. Aku juga yakin kamu tidak akan mau karirmu hancur begitu saja. Kepribadian yang kamu bangun itu, kau pasti tidak menginginkannya hancur begitu saja kan?" tanya Sereia. "Akh!"Samuel tampak frustasi. "Tidak mungkin aku kalah dari orang yang bahkan tidak bisa memberikanmu apapun kecuali penderitaan kan?""Jujur saja Samuel, aku memang mengincar uang. Maksudku, lebih tepatnya, aku lebih butuh uang daripada seseorang untuk menemaniku," kata Sereia. "El masuk penjara dan dia keluar dari penjara entah beberapa tahun lagi. Aku tidak berencana menunggu karena aku tidak tahu apakah perasaannya padaku masih ada atau tidak nanti."Samuel tampak berbinar-binar. "Mungkinkah aku masih memiliki kesempatan?"Sereia ingin membeberkan kalau dia awalnya mengincar Samuel karena hartanya tetpi dia rasa dia tidak bisa membeberkan soa
"Sudah lama sekali ya, Sereia, Kai, Erix, dan Flosie? Kalian terlihat baik-baik saja dan malah...bahagia."Bibi mereka, Feyre, menghampiri mereka. Sereia menyipitkan kedua matanya. "Apa yang kalian mau? Apa kalian mau seperti keluarga ayah kami? Apa kalian bekerja sama dengan mereka untuk mengendalikan kami?""Justru kebalikannya. Aku sudah mendengar tentangmu yang dijodohkan dengan seorang juragan yang sudah memiliki banyak istri. Mana mungkin kami akan membiarkannya begitu saja. Paman dan bibimu disana meminta kami untuk menyuruhmu menuruti keinginan mereka tetapi kami tidak mungkin begitu saja menyerahkanmu pada mereka. Kalian berempat, pulanglah ke rumah keluarga besar ibu kalian!""Tidak!" tegas Erix. "Aku mengerti. Kalian tenang saja, aku akan membiayai keperluan kalian," kata Feyre."Tidak perlu bibi. Kak Sereia sudah bekerja dan dia bisa menyekolahkan kami seorang diri," kata Flosie. "Apa? Benarkah itu?" tanya Feyre.Sereia menganggukkan kepalanya."Itu tidak mungkin. Kamu
Entah sudah berapa tahun dia tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Semenjak menembak orang, dia tidak pernah berhenti gelisah dan ketakutan. Dia memikirkan ibunya, dia memikirkan Sereia, dan dia juga memikirkan dirinya sendiri. Tak dapat dipungkiri dia khawatir berada di penjara untuk selamanya. "Jangan seenaknya menyebutku putramu, pak tua, ayahku sudah mati sejak aku masih kecil," ucap El.Pria itu tercengang. Dia tidak bisa berkata-kata. Segera dia menundukkan kepalanya dan raut wajahnya terlihat sedih. "Pergi saja kalian semua! Tidak ada gunannya menghabiskan waktu berbicara denganku!" ketus El."El, jangan seperti ini. Aku...kamu tahu tidak siapa orang yang sudah mengirimkan dua orang yang menyerangku? Aku kerap mendatangi orang yang berada di rumah sakit itu yang kamu tembak. Dia mengaku kalau yang menyuruhnya adalah Samuel. Padahal aku tidak pernah bercerita padanya mengenai Samuel. Tampaknya dia tidak berbohong. Samuel sampai sekarang masih terus menggangguku," kata Sereia.E
Samuel ternyata jauh lebih jahat daripada yang Sereia kira. Sereia merasa terjebak di lumpur hisap."Dia seharusnya tidak membiarkan kebocoran ini terjadi begitu saja. Apa sebenarnya alasanmu membicarakan soal itu?" tanya Sereia dingin."Aku merasa kasihan padamu. Aku tidak ingin melihatmu datang kesini lagi. Itu seperti mimpi buruk bagiku," kata orang itu. "Alasan aku tidak memaafkan El karena aku khawatir dia akan menyerangku lagi."Sereia menghela nafas. "Tidak! Dia tidak akan melakukannya lagi.""Kau pikir aku akan percaya? Dia sudah menjadi traumaku jadi menyerah saja soal El. Aku sudah membocorkan yang lebih penting daripada mengeluarkan dia dari penjara."Sereia terdiam sejenak. Jika dia bisa memilih, dia lebih memilih El dikeluarkan dari penjara daripada mengetahui tentang Samuel yang sebenarnya jahat padanya. Itu karena dia berencana tidak pernah ingin berurusan lagi dengan Samuel. "Padahal aku bisa meminta pada El untuk tidak menyerangmu lagi. Dia itu sangat luluh padaku t
"Terima kasih banyak bu sudah di izinkan bekerja disini lagi," kata Sereia merasa lega luar biasa."Iya Sereia. Ngomong-ngomong, aku sudah mendengar banyak dari Raden. Kamu yang semangat ya! Jangan putus asa! Adik-adikmu perlu kamu perjuangkan sampai mereka bisa sekolah tinggi! Kamu pasti bisa melakukannya. Buat orang tuamu disana bangga padamu!""Terima kasih banyak bu motivasinya," kata Sereia. "Saya benar-benar berterima kasih.""Sama-sama Sereia. Adik-adikmu sudah masuk sekolah lagi kan?"Sereia menganggukkan kepalanya. "Iya. Keadaan sudah aman akhir-akhir ini jadi aku berpikir untuk mengirim mereka ke sekolah. Karena tidak mungkin jika mereka terus menerus berada di rumah.""Ya benar. Kalau soal biaya sekolah, kamu tidak perlu khawatir. Ibu mau membantumu.""Aku juga!" sahut Raden. Sereia sedikit tercengang. "Sungguh, terima kasih.""Sereia, bisakah kamu mengantarkan ini ke meja disana?" tanya Raden. "Ya tentu saja. Bu, saya izin bekerja dulu ya?""Iya."Ketika Sereia sibuk bek