Hari ini adalah hari pertama Rose bekerja. Dia akan tiba di kantor sepuluh menit sebelum bel berbunyi, dia tidak ingin memberikan kesan buruk di hari pertamanya. Dia diantar ke mejanya oleh orang yang mewawancarainya kemarin. Ketika dia ditunjukkan tempat duduknya, dia terkejut karena orang yang duduk di sebelahnya adalah Claire. Dulunya pegawai suaminya, kini satu kantor lagi. “Rose, perkenalkan. Ini Claire, asistenmu, dan Claire adalah manajer baru kita," kata wanita itu. "Halo, Rose?" Claire juga terkejut. "Kalian saling kenal?" "Iya bu, dia adalah istri dari mantan bos saya di perusahaan sebelumnya," ucap Claire. "Wah? Benarkah? Bagus sekali, tidak meminta pekerjaan pada suamimu." "Hanya mencari suasana baru, Bu." Rose tersenyum canggung. “Padahal seingatku, perusahaan tempat Claire bekerja dulu itu besar lho. Kamu pasti bosan, makan, dan ingin bekerja.” “Jangan panggil aku ibu, panggil saja namaku. Bukankah kamu asisten CEO? Seharusnya aku yang memangg
Andrew telah dipindahkan ke ruang rawat inap setelah operasi dua hari lalu. Sebelumnya, si kecil harus dirawat di ICU selama dua malam. Steven dan Rose pun tidur di kursi ruang tunggu selama dua malam, hal itu dikarenakan Rose sama sekali enggan meninggalkan Andrew. Padahal harus mengorbankan punggungnya dan Steven yang sudah sangat kaku karena duduk semalaman. Itu terjadi dua malam berturut-turut. Bagaimana lagi, kalau bukan di sini Rose juga tidak akan tenang. Dia akan gelisah sepanjang malam memikirkan putranya. Pagi-pagi sekali perawat memindahkan Andrew ke ruang rawat inap VVIP sesuai permintaan Steven. Steven dan Rose cukup lega karena Andrew sudah memasuki masa pemulihan. Setidaknya Andrew menjadi lebih baik. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kondisinya sangat memprihatinkan. Andrew juga telah menunjukkan tanda-tanda sadar. Dengan menggerakkan jarinya beberapa kali, dia pun mulai mengigau. Ponsel Steven berbunyi, ia lalu menjawab panggilan masuk itu. Karena
"Beri aku seorang anak! Aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan," kata Steven. Dia adalah pemilik perusahaan yang memiliki cabang di seluruh dunia. Hartanya tak terhitung jumlahnya. "Kenapa harus saya? Saya hanya pegawai Anda, Pak," kata Rose. "Yah, karena kamu pantas mendapatkannya. Ayo lakukan sekarang!" tanya Steven, sudah mulai melepas bajunya satu per satu. Rose menutup matanya. Dia tidak bisa melakukan itu dengan bosnya sendiri. Rose adalah seorang yatim piatu dan baru bekerja di salah satu perusahaan Steven selama seminggu. Namun sebelumnya Rose melakukan kesalahan karena terlambat ke kantor. Hal ini membuat Rose dipanggil oleh bosnya untuk menemui bosnya, Steven. Steven hendak memeluk Rose tetapi Rose mundur. Dia merasa enggan untuk melaksanakan hukuman. Padahal dia tahu bahwa biasanya jika dia terlambat ke kantor, dia mungkin akan memberikan peringatan. Namun sebelumnya dia terlambat karena bus kota yang dia tumpangi tiba-tiba mogok dan dia menunggu kedatangan
Pesan kedua adalah dari debt collector. [Kamu pandai menghasilkan uang. Jika Anda mengetahui hal ini, mengapa Anda tidak selalu pandai menghasilkan uang? Jika sudah lama seperti ini, bunga utang Anda akan meningkat. Tidak apa-apa. Yang penting sekarang utangmu sudah lunas.] Rose bahkan lebih terkejut. Ternyata perkataan Steven tidak main-main padahal itu akan membantu semua biaya ekonomi. Itu berarti dia harus melakukan apa yang diminta Steven, yaitu menikah dan memberinya anak. Pada malam hari. Rose telah didandani dengan sangat cantik oleh penata rias yang diminta datang oleh Steven. Dengan bantuan gaun berwarna peach dan tiara di kepalanya, Rose terlihat sangat cantik. Dan ternyata adiknya juga pergi ke rumah Rose. "Charlotte, kamu di rumah?" Rose bertanya masih di depan cermin. Melirik kedatangan kakaknya. "Tentu saja, aku akan pulang. Hari ini kakakku akan menikah, dan aku juga dijemput lebih awal. Selamat! Karena kamu akan menikah dengan pria yang baik," kata Charlo
"Tahan sebentar! Sakit ini hanya sebentar. Kamu akan merasakan sensasi yang luar biasa setelah ini," bisik Steven. Dia kemudian mendorong kembali pantatnya. Dan dengan gerakan lambat semakin cepat. Rose yang tadi menyeringai kini berbalik mendesah. Dia tidak lagi kesakitan. Dia merasa baik. Memang benar kata Steven tadi sakitnya hanya sesaat. Tidak butuh waktu lama bagi Rose untuk merasa telah mencapai puncak lagi. Itu berdenyut dan dirasakan oleh Steven. Steven yang juga hendak mencapai puncak akhirnya mengeluarkan cairan putih kental di rahim Rose. Keduanya lemas dan penuh keringat. Steven menekan tubuh Rose dengan nafas yang tidak beraturan. "Terima kasih," bisik Steven di telinga Rose. Rose hanya tersenyum dan merasakan tubuhnya terasa enak. Dia baru sadar kalau dia belum mandi. Tentu saja, bau badannya tidak enak. Dia kemudian meminta Steven untuk tidur di sampingnya saja. "Aku akan mandi," kata Rose. Namun Steven memeluk tubuh Rose seolah tak mau ditinggal pergi ke kam
"Yah, terserah kamu, oke! Tapi sebaiknya kamu tidak seperti ini, Rose! Harga diri suamimu akan hancur jika dia tahu kamu suka makan di pinggir jalan. Kamu bisa lihat sendiri betapa mewahnya dia." adalah. Dia adalah seorang miliarder," kata Claire. "Sudahlah, tidak perlu banyak bicara nanti waktu makan siang selesai hanya karena kamu. Cepat pesan makanan kesukaan kita!" tanya Rose sambil menarik tangan Claire. Claire tidak bisa berhenti memikirkan cara berpikir temannya. Rose harus bisa mengubah sikapnya setelah menikah dengan orang nomor satu di perusahaan. Belum lagi kebiasaannya makan di pinggir jalan. Tapi begitulah Rose. Dia terbiasa melakukan itu. Selama itu masih baik untuk Rose, kenapa tidak? Waktu kantor telah tiba. Rose menunggu Steven dari lantai atas di lobi. Claire pulang lebih awal. Tak lama kemudian Steven muncul bersama anak buahnya. Rose mengikuti di belakang Steven. Dan mereka masuk ke dalam mobil secara bergantian. Dalam perjalanan pulang Steven juga tetap di
"Bisa dibilang begitu. Karena tidak ada yang bisa mengatakan itu selain Pak Steven. Memang Pak Steven pernah menikah sebelumnya. Tapi mereka sudah lama bercerai. Dan pernikahan itu hanya bertahan tidak lebih dari satu tahun," terangnya. Nyonya Luna. Rose mengerutkan kening padanya. "Hah, kok bisa?" "Maaf, saya tidak bisa menjelaskan hal ini karena bukan ranah saya. Mungkin nanti bisa ditanyakan langsung ke Pak Steven," jawab Bu Luna. "Baik," kata Mawar. Dia tidak bertanya lebih banyak. Karena dia merasa suaminya menyembunyikan sesuatu. Setelah itu Rose melanjutkan perjalanannya ke lantai dua. Dia kagum karena rumah itu sangat mewah. Kemarin dia tidak sempat memperhatikan semua itu karena dia terlalu sibuk untuk bingung dan tidak percaya dengan pernikahannya. Akhirnya Rose berhenti dulu di lantai lima karena lelah. Meski terlihat seperti hotel, kamar utamanya ada di lantai lima. Lainnya hanya untuk koleksi dan kamar pembantu. Dan yang di lantai paling atas adalah kama
Mode dinding “Bu Rose,” panggil seorang asisten rumah tangga. Luna memanggil Rose. "Ada apa, Lun?" dia bertanya. "Pak Steven menelepon Anda," jawab Luna. "Baiklah. Aku akan segera ke sana," kata Rose. "Ada apa lagi? Padahal aku masih nyaman di sini," gerutunya. Dia kemudian menuju ke ruang tamu tempat Steven duduk. "Mengapa kamu keluar di malam hari?" Dia bertanya. "Aku nyaman saja berada di luar. Melihat hamparan bintang yang luas di atas langit. Kebetulan bulan tidak ada. Kalau ada, mungkin aku lebih betah saja," jawab Roae santai. Karena alasan terbaiknya adalah menghindari Steven. "Nggak enak keluar malam. Lebih baik lihat bintang dari dalam kamar. Kamu klik tombol yang akan berubah menjadi dinding tembus pandang," jelas Steven. Rose tertegun. Ada tembok seperti itu. Dia tidak bisa mempercayainya. "Ayo ikuti aku!" Steven memerintahkan kemudian Rose mengikuti di belakangnya. Steven menuju ke dinding di mana ada dua tombol. Setelah Steven menekan tombol,