"Yah, terserah kamu, oke! Tapi sebaiknya kamu tidak seperti ini, Rose! Harga diri suamimu akan hancur jika dia tahu kamu suka makan di pinggir jalan. Kamu bisa lihat sendiri betapa mewahnya dia." adalah. Dia adalah seorang miliarder," kata Claire.
"Sudahlah, tidak perlu banyak bicara nanti waktu makan siang selesai hanya karena kamu. Cepat pesan makanan kesukaan kita!" tanya Rose sambil menarik tangan Claire.
Claire tidak bisa berhenti memikirkan cara berpikir temannya. Rose harus bisa mengubah sikapnya setelah menikah dengan orang nomor satu di perusahaan. Belum lagi kebiasaannya makan di pinggir jalan. Tapi begitulah Rose. Dia terbiasa melakukan itu. Selama itu masih baik untuk Rose, kenapa tidak?
Waktu kantor telah tiba. Rose menunggu Steven dari lantai atas di lobi. Claire pulang lebih awal. Tak lama kemudian Steven muncul bersama anak buahnya.
Rose mengikuti di belakang Steven. Dan mereka masuk ke dalam mobil secara bergantian. Dalam perjalanan pulang Steven juga tetap diam. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Hingga membuat Rose ingin melompat begitu saja dari mobil karena merasa tidak nyaman.
"Dimana kamu makan siang?" tanya Steven, memecahkan kesunyian.
"Di restoran dekat kantor dengan Claire. Kenapa?" dia menjawab. Dia merasa Steven akan mempermasalahkan hal itu.
"Apakah itu nyaman?" Dia bertanya.
"Yah, aku senang melakukan itu. Apakah kamu malu jika aku makan di pinggir jalan?" jawab Rose.
"Tidak. Lakukan saja apa yang kamu mau!" Steven menjawab dengan nada dingin. Rose tidak tahu seperti apa karakter asli Steven. Akhirnya, mereka tiba di rumah. Masuk ke ruangan yang sama.
Di dalam kamar, Rose masih canggung lagi. Dia bingung. "Aku melihat putrimu kemarin. Apakah kamu pernah menikah denganku sebelumnya?"
"Ya, dia putriku. Aku pernah menikah sekali," kata Steven.
"Kenapa kalian bercerai?" dia bertanya lagi. Dia berharap Steven akan menjawab semua pertanyaan di kepalanya.
"Kamu tidak perlu tahu," jawab Steven.
Jawaban Steven mengecewakan Rose. Meskipun dia ingin tahu apakah Steven bisa bercerai. Agar dia bisa bersikap. Dia masih terus bertanya-tanya tentang masa lalu Steven. Apakah dia hanya sebagai seorang istri tetapi tidak sepenuhnya sebagai seorang istri? Rose memilih diam lagi. Setelah seharian bekerja, Rose ingin segera tidur. Akhirnya Rose memilih untuk mandi dulu. Rose memilih air hangat di bak mandi agar dia merasa tenang.
Saat makan malam, Steven menunggu Rose di meja makan. Tautan tidak pernah datang. Dia kemudian memerintahkan asisten rumah tangga untuk memanggil Rose. Setelah mengetuk beberapa kali tidak ada jawaban dari dalam Rose Room.
Steven mulai khawatir, dialah yang akhirnya mencari Rose sendiri. Dia membuka kamar di lantai lima tapi di sana. Kemudian dia memerintahkan anak buahnya untuk mencari Rose. Dan Steven yang ingin buang air kecil tidak bisa membuka pintu kamar mandi. Ia menggedor pintu kamar mandi. Pintunya dikunci dari dalam. Steven kemudian mendobrak pintu kamar mandi. Dia melihat Rose tidur di kamar mandi.
Steven segera mengangkat tubuh Rose yang masih belum mengenakan sehelai benang pun ke atas ranjang. Saat dijemput, Rose terbangun dan terkejut mendapati dirinya telanjang. Dia juga berteriak. "Aaaa…."
Steven menurunkan tubuh Rose ke tempat tidur lalu memberikan Rose selimut.
"Aku heran sama kamu kok bisa nangis di bak mandi," kata Steven. Meski sempat melihat tubuh Rose yang seksi, namun menurutnya itu tidak berlebihan. Sebaliknya, Rose-lah yang merasa sangat malu karena Steven melihatnya tertidur di kamar mandi. Dia juga tidak menjawab kata-kata Steven.
"Lain lagi kalau kamu capek tidur aja di kamar! Jangan tidur di kamar mandi! Lihat pintu kamar mandinya rusak karena aku mendobraknya. Kupikir kamu baik-baik saja di dalam," tambah Steven. "Aku akan menunggumu di meja makan sepuluh menit lagi!"
Rose masih tertutup. Dia mengutuk dirinya sendiri dengan mengapa dia bisa tidur di kamar mandi. Apakah Anda merasa nyaman atau terlalu mengantuk? Dia memukul kepalanya beberapa kali. Dia kemudian berpakaian karena Steven juga menunggu di meja makan. Tepat sepuluh menit Steven menunggu Rose akhirnya tiba di meja makan. Rose masih diam, dia tidak berani mengatakan apapun saat ini. Dia malu.
Rose mengambil cukup banyak makanan karena dia tidak fokus.
"Apakah kamu sudah makan banyak?" Dia bertanya. Memecah lamunan Rose yang mengambil banyak makanan di piringnya.
"Hah?" Rose hanya terkejut dengan apa yang dia lakukan barusan. Dia kemudian melihat piringnya begitu penuh. Dia menelan ludah. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini.
Rose makan apa yang dia ambil sebanyak mungkin. Tapi merasa kenyang dia menghabiskan makanannya. Dan karena sudah merasa kenyang, Rose tidak langsung masuk ke kamar. Dia memilih untuk melihat ke balkon. Dia melihat bintang-bintang berkelap-kelip yang tersebar di langit malam ini dengan begitu indah. Dia tidak menyangka hidupnya akan seperti ini. Dia dulu membayangkan bahwa dia akan bekerja dan pergi ke luar negeri dan kemudian bisa bergaul dengan teman-temannya. Tapi sebenarnya Rose telah menikah dengan seorang miliarder kaya. Memang dia tampan dan memiliki banyak harta, tapi dia belum menunjukkan cinta padanya. Dia ragu dia bisa bahagia dengan pernikahan seperti itu. Dia mengira Steven hanya memanfaatkannya untuk memiliki anak. Karena putrinya dibesarkan oleh mantan istrinya.
Rose hanya duduk di sofa. Merasa kenyang dia mengambil beberapa napas dalam-dalam. Dia berpikir bagaimana jika dia hamil nanti? Apakah anaknya dibesarkan oleh Steven atau dibesarkan sendiri? Itulah yang Rose pikirkan. Jika Steven hanya menginginkan anak darinya untuk tidak melangsungkan pernikahan secara umum.
"Bisa dibilang begitu. Karena tidak ada yang bisa mengatakan itu selain Pak Steven. Memang Pak Steven pernah menikah sebelumnya. Tapi mereka sudah lama bercerai. Dan pernikahan itu hanya bertahan tidak lebih dari satu tahun," terangnya. Nyonya Luna. Rose mengerutkan kening padanya. "Hah, kok bisa?" "Maaf, saya tidak bisa menjelaskan hal ini karena bukan ranah saya. Mungkin nanti bisa ditanyakan langsung ke Pak Steven," jawab Bu Luna. "Baik," kata Mawar. Dia tidak bertanya lebih banyak. Karena dia merasa suaminya menyembunyikan sesuatu. Setelah itu Rose melanjutkan perjalanannya ke lantai dua. Dia kagum karena rumah itu sangat mewah. Kemarin dia tidak sempat memperhatikan semua itu karena dia terlalu sibuk untuk bingung dan tidak percaya dengan pernikahannya. Akhirnya Rose berhenti dulu di lantai lima karena lelah. Meski terlihat seperti hotel, kamar utamanya ada di lantai lima. Lainnya hanya untuk koleksi dan kamar pembantu. Dan yang di lantai paling atas adalah kama
Mode dinding “Bu Rose,” panggil seorang asisten rumah tangga. Luna memanggil Rose. "Ada apa, Lun?" dia bertanya. "Pak Steven menelepon Anda," jawab Luna. "Baiklah. Aku akan segera ke sana," kata Rose. "Ada apa lagi? Padahal aku masih nyaman di sini," gerutunya. Dia kemudian menuju ke ruang tamu tempat Steven duduk. "Mengapa kamu keluar di malam hari?" Dia bertanya. "Aku nyaman saja berada di luar. Melihat hamparan bintang yang luas di atas langit. Kebetulan bulan tidak ada. Kalau ada, mungkin aku lebih betah saja," jawab Roae santai. Karena alasan terbaiknya adalah menghindari Steven. "Nggak enak keluar malam. Lebih baik lihat bintang dari dalam kamar. Kamu klik tombol yang akan berubah menjadi dinding tembus pandang," jelas Steven. Rose tertegun. Ada tembok seperti itu. Dia tidak bisa mempercayainya. "Ayo ikuti aku!" Steven memerintahkan kemudian Rose mengikuti di belakangnya. Steven menuju ke dinding di mana ada dua tombol. Setelah Steven menekan tombol,
Halaman belakang rumah ini juga terlihat luas. Seperti taman bunga di kota. Berbagai jenis bunga dan pohon dirawat dengan baik. Steven membuat taman seperti itu agar dia bisa betah di halaman belakang. Jane kesal meninggalkan rumah Steven karena dianggap tidak mendapatkan apa-apa disana dan pulang dengan tangan kosong. Steven pun menghampiri putrinya yang berada di lantai lima rumah tersebut. Rose pasti membawanya ke sana. Dan memang benar, suara kamar Megan terdengar dari luar. "Megan," panggil Steven, lalu masuk ke ruangan tempat Rose juga berada di samping Megan. "Ayah, aku takut pada ibu," kata Megan. "Apakah ibumu menyukaimu?" Dia bertanya. "Mama selalu marah padaku kalau aku tidak melakukan apa yang disuruh. Dan aku dimarahi kalau tidak mau menurut. Aku ingin di sini bersamanya," jawab Megan sambil menunjuk Rose. Steven menoleh ke Rose. Kehadiran Rose membuat Megan merasa nyaman. Dan pertemuan saja sudah membuat Megan ingin berada di sampingnya. "Ya, kamu
Pagi telah tiba, dan Megan terbangun oleh suara alarmnya. 'Apa aku tidur selama ini' pikir Megan karena Megan tertidur dari kemarin sore sampai pagi ini. Megan turun dari tempat tidurnya dan mencari Steven dan Rose. "Ayah, ibu, di mana kamu?" tanya Megan sambil berteriak. "Mommy and dad ada di sini sayang," jawab Rose sambil berteriak kecil agar anak yang mencarinya mendengarnya. Megan kemudian berjalan menuju sumber suara yaitu dapur. "Megan sudah bangun sayang?" tanya Steven. "Itu dia, kenapa tadi malam kamu tidak membangunkanku? Karena kamu tidak membangunkanku, aku tertidur sampai pagi," kata Megan. "Kemarin ayah sebenarnya ingin membangunkanmu, tapi melihat tidurmu yang begitu nyenyak aku tidak tega membangunkanmu," kata Steven. "Sungguh, tapi lihat mataku, bengkak karena tidur terlalu lama," kata Megan. "Tidak apa-apa, putri ayah masih terlihat sangat cantik meski dengan mata seperti itu," goda Steven Megan. "Kamu membuatku malu," kata Megan sambil menutupi
Hari-hari Megan dilalui dengan bahagia, Megan kini terlihat lebih ceria dari hari sebelumnya. Di sekolah, Megan selalu mendapat peringkat pertama atau nilai tertinggi di kelasnya. "Mama besok mama mau masak apa untuk sarapan?" tanya Megan dengan senyum manis di bibirnya. Rose mencubit pipi Megan dengan sayang, yang membuat tuannya mengerang kesakitan. Megan mengerucutkan bibirnya dengan imut yang membuat Rose semakin gemas. Memiliki Megan sendiri sangat membahagiakan, apalagi jika Rose sudah memiliki momongan. Anak laki-lakinya? Pasti lebih sedih! "Mau makan apa, Megan? Apa yang Megan mau, Mommy yang masak," jawab Rose. "Megan mau makan Mommy's Sandwich," kata Megan sambil menatap Rose dengan puppy eyes-nya. Rose terkekeh, kenapa gadis ini begitu manis?! "Ya, besok Mommy akan memasak sandwich, sekarang Megan mau telur dadar atau tidak?" Rose bertanya pada Megan. "Mau mami, Megan suka omelet mami," jawab Megan memuji omelet Rose. "Apakah suamimu juga tidak d
Pagi harinya Rose meminta bantuan anak buah Steven untuk menemaninya ke rumah Jane. Untuk mengambil Megan darinya. Dia tidak tahu seperti apa Megan sekarang di rumah Jane. Karena ibu kandungnya selalu menyiksanya. Tidak ada hati sama sekali. Ibu kandung macam apa itu? Rose diantar oleh anak buah Steven, hanya Rose yang meminta mereka untuk kembali lagi. Itu akan menjadi urusannya. Perjalanan menuju rumah Jane cukup jauh. Rose begitu mengkhawatirkan Megan yang tidak lain adalah putrinya. Meski berstatus sebagai ibu tiri, meski Rose tidak memiliki hubungan darah. Namun, Megan tetap putrinya. Pasalnya, hubungannya dengan suaminya tak lain adalah Steven. Beberapa menit berlalu. Keberangkatan Steven ke rumah Jane tidak diketahui. Bahkan Rose memerintahkan anak buahnya untuk tidak memberi tahu suaminya. Karena Steven melakukan layanan di luar negeri. Pasti sangat sibuk dengan pekerjaan. Rose tidak ingin mengganggunya. Biarkan suaminya beristirahat dengan tenang tanpa
Setelah beberapa jam Jane memisahkan Megan dari Rose. Dia tidak sengaja menyatukannya untuk sementara. Agar Megan tidak melawannya, tentu saja dia harus menurut juga. Jika tidak dia juga akan seperti nasib Rose. Rose masih tergeletak di lantai. Tidak ada satu anggota tubuh pun yang bergerak darinya. Bukannya dibawa ke rumah sakit, Jane membawa Rose ke gudang dan menguncinya. Jane seperti psikopat, dia tidak punya hati. Dia tidak merasa kasihan ketika melihat kondisi Rose yang sangat membutuhkan perawatan. Seseorang yang bertindak kebanyakan tidak mau bertanggung jawab. Seperti yang dilakukan Jane. Megan kini hanya duduk diam. Dia tidak ingin melakukan apapun. Dia berharap ayahnya akan datang untuk menjemputnya. Selamatkan Rose dan dirinya sendiri dari manusia tak berperasaan, dari iblis di jiwanya. Merasa lelah, tubuh Megan terasa lemas. Tubuhnya masih kesakitan. Tapi lebih sakit lagi melihat keadaan ibunya. Dia masih limbo kali ini. Sendirian tidak ada yang men
Anak buah Steven bersembunyi di balik tembok tak jauh dari rumah Jane. Mereka terus memantau, berharap ada celah untuk membawa pergi Rose dan Megan Puas dengan apa yang dia lakukan, Jane keluar meninggalkan Rose dalam kondisi yang sangat buruk dan Megan menangis di sampingnya. "Mama, bangun mama!" Megan menangis histeris saat melihat Rose yang terkapar tak berdaya, dia menggoyang-goyangkan lengan Rose, berharap Rose bangun. Melihat Jane keluar, anak buah Steven memasuki rumah Jane. Di sana, Rose langsung terlihat tergeletak tak berdaya. "Hai, bantu Ibu!" Megan menjerit saat melihat anak buah Daddy datang bersama Megan. Megan masih menangis histeris. Mereka yang melihat Megan menangis di samping Rose yang tak berdaya langsung menghampirinya. “Megan, nona jangan menangis. Kami akan membawa Ibu Rose ke rumah sakit agar Ibu Rose baik-baik saja." "Ayo nona!" bawa mereka ke Megan. Dengan cepat, anak buah Steven membawa Rose ke mobil. Megan mengikuti di belakang mer