Home / Rumah Tangga / Obsesi Sang Miliarder / Tertidur di kamar mandi

Share

Tertidur di kamar mandi

Author: Akina
last update Last Updated: 2023-08-07 13:25:05

"Bisa dibilang begitu. Karena tidak ada yang bisa mengatakan itu selain Pak Steven. Memang Pak Steven pernah menikah sebelumnya. Tapi mereka sudah lama bercerai. Dan pernikahan itu hanya bertahan tidak lebih dari satu tahun," terangnya. Nyonya Luna.

Rose mengerutkan kening padanya. "Hah, kok bisa?"

"Maaf, saya tidak bisa menjelaskan hal ini karena bukan ranah saya. Mungkin nanti bisa ditanyakan langsung ke Pak Steven," jawab Bu Luna.

"Baik," kata Mawar. Dia tidak bertanya lebih banyak. Karena dia merasa suaminya menyembunyikan sesuatu. Setelah itu Rose melanjutkan perjalanannya ke lantai dua. Dia kagum karena rumah itu sangat mewah. Kemarin dia tidak sempat memperhatikan semua itu karena dia terlalu sibuk untuk bingung dan tidak percaya dengan pernikahannya.

Akhirnya Rose berhenti dulu di lantai lima karena lelah. Meski terlihat seperti hotel, kamar utamanya ada di lantai lima. Lainnya hanya untuk koleksi dan kamar pembantu. Dan yang di lantai paling atas adalah kamar untuk tamu dan ada juga kamar di lantai sembilan untuk ruang pertemuan. Rose melihat ruangan itu memang lebih mirip kantor yang cukup bagus dalam hal itu. Mungkin digunakan oleh Steven untuk menyambut klien atau sekedar membicarakan masalah pekerjaan.

Rose dari hari ini tidak bekerja. Steven mengatakan bahwa Rose tidak perlu lagi bekerja. Dan Mawar setuju.

Sepanjang hari ini, Rose merasa cukup puas jalan-jalan. Dia merasa rumah itu terlalu mewah. Ia teringat pada Charlotte yang harus bersekolah dengan fasilitas seadanya. Dia ingin mengundang Charlotte untuk tinggal bersamanya. Tapi dia juga tidak bisa langsung memberitahu Steven itu. Ia takut terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti menganggap adiknya juga ingin tinggal di rumah mewah itu.

Saat Steven pulang kerja, Rose sudah siap menyambut Steven di ruang tamu lantai lima. Rose masih takut pada Steven. Dia tidak terlalu mengenal Steven. Jadi dia memilih untuk tetap diam.

"Bagaimana harimu?" Dia bertanya.

"Menyenangkan. Bolehkah aku bekerja juga? Aku bosan setiap hari di rumah," jawab Rose. Alasannya adalah untuk bisa memenangkan dirinya sendiri. Dia tidak ingin tinggal di rumah terlalu lama dan hanya menunggu uang datang.

"Mengapa? Kamu tidak suka berada di rumah?" jawab Steven.

"Bukan begitu. Tapi aku hanya ingin bekerja. Aku sudah terbiasa bekerja jadi kalau menganggur saja aku cepat merasa lelah," jawab Rose. Dia tidak ingin menyinggung Steven.

"Oke. Kamu masih bekerja di kantor. Tapi sebagai bos tempat kamu bekerja, posisimu adalah supervisor. Apakah kamu keberatan?" Dia bertanya.

"Tidak. Saya berada di posisi saya kemarin dan tidak keberatan," jawab Rose.

"Tidak, kamu hanya pengawas. Aku harus pergi ke luar negeri dalam satu minggu. Kamu mau ikut atau tidak?"

Bingung. Jika dia akan bekerja dia juga harus profesional. "Tidak, aku akan bekerja saja."

"Terserah apa kata anda!"

Malam ini Rose tidak melayani Steven di tempat tidur. Mereka tidur bersama setelah makan malam.

Keesokan harinya, Rose bersiap-siap untuk pergi ke kantor pada hari pertamanya sebagai supervisor. Memang, dia tidak memiliki pengalaman apa pun di sana. Tapi setidaknya dia bisa keluar dari rumah. Memang kemewahan bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi untuk Rose belum tentu. Dia terbiasa bekerja, lebih memilih aktivitas daripada bermalas-malasan di rumah.

Rose berangkat dengan Steven. Sikap Steven cukup dingin. Tidak seperti saat diajak bercinta. Jadi Rose juga canggung banyak bicara dengan Steven.

Sesampainya di kantor, ternyata Rose diantar asisten Steven ke ruang kerja barunya. Rose didampingi pengawas lama karena membimbing Rose. Sebagai istri pemilik perusahaan, respek terhadap karyawan membuat Rose berbeda dari sebelumnya. Jika kemarin dia terlihat biasa saja, sekarang hampir semua orang menghormatinya. Tapi itu membuat Rose sedikit tidak nyaman. Dia ingin seperti kemarin dan bisa bersikap normal.

Pengawas lama itu bernama Nabila. Dia sudah berpengalaman dalam hal itu. Dia juga senang dengan kedatangan Rose. "Bagaimana harimu, Mrs. Steven?" tanya Nabila.

"Jangan panggil aku seperti itu! Panggil saja aku Rose!" kata Rose merasa aneh dengan panggilan Bu steven.

"Tapi kamu kan sudah jadi istri bos kami. Jadi sudah sepantasnya aku memanggilmu dengan nama itu," protes Nabila.

"Maaf, tapi untuk kenyamananku, bisakah kamu memanggilku Rose saja? Jika kamu di depan orang, mungkin kamu bisa memanggilku seperti itu," jawab Rose.

Nabila lalu mengangguk. Dia mulai menjelaskan pekerjaan kepada Rose. Dia juga mengajari Rose dengan mudah karena Rose sangat pintar. Rose mulai memahami pekerjaan yang akan dilakukannya nanti.

Saat makan siang, Rose ingin bertemu dengan sahabatnya, Claire. Sejak menikah dia tidak pernah bertemu atau berkomunikasi dengannya. Dia melihat ke ruang kerja Claire.

"Hei," panggil Rose.

Claire terkejut dengan kedatangan Rose. "Kamu. Kenapa kamu ada di sini? Ups, Bu Steven, saya salah bicara," katanya sambil menutup mulutnya.

"Sudahlah, Claire! Bersikaplah normal! Ayo makan siang bersama!" tanya Mawar.

"Kamu serius ingin makan denganku? Kamu sudah menjadi istri bos. Kenapa makan denganku? Apa yang akan dikatakan orang nanti?" dia bertanya.

"Memang kenapa aku tidak boleh makan denganmu? Kita bisa makan di pinggir jalan seperti biasa kan?" dia menjawab.

Claire lalu menarik tangan Rose sedikit ke samping. "Dengarkan aku ya? Kamu istri Pak Steven. Orang yang paling dihormati di sini. Dan kamu mau makan di pinggir jalan. Lebih baik kamu temui suami kamu di lantai atas untuk makan bersama!" dia menyarankan.

"Eh, nggak enjoy. Aku mau ngajak kamu karena aku bosan, Claire. Hidupnya terlalu high class. Rasanya aku ingin lebih santai seperti yang kita lakukan kemarin," jawab Rose.

"Yah, terserah kamu, oke! Tapi sebaiknya kamu tidak seperti ini, Rose! Harga diri suamimu akan hancur jika dia tahu kamu suka makan di pinggir jalan. Kamu bisa lihat sendiri betapa mewahnya dia." adalah. Dia adalah seorang miliarder," kata Claire.

"Sudahlah, tidak perlu banyak bicara nanti waktu makan siang selesai hanya karena kamu. Cepat pesan makanan kesukaan kita!" tanya Rose sambil menarik tangan Claire.

Claire tidak bisa berhenti memikirkan cara berpikir temannya. Rose harus bisa mengubah sikapnya setelah menikah dengan orang nomor satu di perusahaan. Belum lagi kebiasaannya makan di pinggir jalan. Tapi begitulah Rose. Dia terbiasa melakukan itu. Selama itu masih baik untuk Rose, kenapa tidak?

Waktu kantor telah tiba. Rose menunggu Steven dari lantai atas di lobi. Claire pulang lebih awal. Tak lama kemudian Steven muncul bersama anak buahnya.

Rose mengikuti di belakang Steven. Dan mereka masuk ke dalam mobil secara bergantian. Dalam perjalanan pulang Steven juga tetap diam. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Hingga membuat Rose ingin melompat begitu saja dari mobil karena merasa tidak nyaman.

"Dimana kamu makan siang?" tanya Steven, memecahkan kesunyian.

"Di restoran dekat kantor dengan Claire. Kenapa?" dia menjawab. Dia merasa Steven akan mempermasalahkan hal itu.

"Apakah itu nyaman?" Dia bertanya.

"Yah, aku senang melakukan itu. Apakah kamu malu jika aku makan di pinggir jalan?" jawab Mawar.

"Tidak. Lakukan saja apa yang kamu mau!" Steven menjawab dengan nada dingin. Rose tidak tahu seperti apa karakter asli Steven. Akhirnya, mereka tiba di rumah. Masuk ke ruangan yang sama.

Di dalam kamar, Rose masih canggung lagi. Dia bingung. "Aku melihat putrimu kemarin. Apakah kamu pernah menikah denganku sebelumnya?"

"Ya, dia putriku. Aku pernah menikah sekali," kata Steven.

"Kenapa kalian bercerai?" dia bertanya lagi. Dia berharap Steven akan menjawab semua pertanyaan di kepalanya.

"Kamu tidak perlu tahu," jawab Steven.

Jawaban Steven mengecewakan Rose. Meskipun dia ingin tahu apakah Steven bisa bercerai. Agar dia bisa bersikap. Dia masih terus bertanya-tanya tentang masa lalu Steven. Apakah dia hanya sebagai seorang istri tetapi tidak sepenuhnya sebagai seorang istri? Rose memilih diam lagi. Setelah seharian bekerja, Rose ingin segera tidur. Akhirnya Rose memilih untuk mandi dulu. Rose memilih air hangat di bak mandi agar dia merasa tenang.

Saat makan malam, Steven menunggu Rose di meja makan. Tautan tidak pernah datang. Dia kemudian memerintahkan asisten rumah tangga untuk memanggil Rose. Setelah mengetuk beberapa kali tidak ada jawaban dari dalam Rose Room.

Steven mulai khawatir, dialah yang akhirnya mencari Rose sendiri. Dia membuka kamar di lantai lima tapi di sana. Kemudian dia memerintahkan anak buahnya untuk mencari Rose. Dan Steven yang ingin buang air kecil tidak bisa membuka pintu kamar mandi. Ia menggedor pintu kamar mandi. Pintunya dikunci dari dalam. Steven kemudian mendobrak pintu kamar mandi. Dia melihat Rose tidur di kamar mandi.

Steven segera mengangkat tubuh Rose yang masih belum mengenakan sehelai benang pun ke atas ranjang. Saat dijemput, Rose terbangun dan terkejut mendapati dirinya telanjang. Dia juga berteriak. "Aaaa…."

Steven menurunkan tubuh Rose ke tempat tidur lalu memberikan Rose selimut.

"Aku heran sama kamu kok bisa nangis di bak mandi," kata Steven. Meski sempat melihat tubuh Rose yang seksi, namun menurutnya itu tidak berlebihan. Sebaliknya, Rose-lah yang merasa sangat malu karena Steven melihatnya tertidur di kamar mandi. Dia juga tidak menjawab kata-kata Steven.

"Lain lagi kalau kamu capek tidur aja di kamar! Jangan tidur di kamar mandi! Lihat pintu kamar mandinya rusak karena aku mendobraknya. Kupikir kamu baik-baik saja di dalam," tambah Steven. "Aku akan menunggumu di meja makan sepuluh menit lagi!"

Rose masih tertutup. Dia mengutuk dirinya sendiri dengan mengapa dia bisa tidur di kamar mandi. Apakah Anda merasa nyaman atau terlalu mengantuk? Dia memukul kepalanya beberapa kali. Dia kemudian berpakaian karena Steven juga menunggu di meja makan. Tepat sepuluh menit Steven menunggu Rose akhirnya tiba di meja makan. Rose masih diam, dia tidak berani mengatakan apapun saat ini. Dia malu.

Rose mengambil cukup banyak makanan karena dia tidak fokus.

"Apakah kamu sudah makan banyak?" Dia bertanya. Memecah lamunan Rose yang mengambil banyak makanan di piringnya.

"Hah?" Rose hanya terkejut dengan apa yang dia lakukan barusan. Dia kemudian melihat piringnya begitu penuh. Dia menelan ludah. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini.

Rose makan apa yang dia ambil sebanyak mungkin. Tapi merasa kenyang dia menghabiskan makanannya. Dan karena sudah merasa kenyang, Rose tidak langsung masuk ke kamar. Dia memilih untuk melihat ke balkon. Dia melihat bintang-bintang berkelap-kelip yang tersebar di langit malam ini dengan begitu indah. Dia tidak menyangka hidupnya akan seperti ini. Dia dulu membayangkan bahwa dia akan bekerja dan pergi ke luar negeri dan kemudian bisa bergaul dengan teman-temannya. Tapi sebenarnya Rose telah menikah dengan seorang miliarder kaya. Memang dia tampan dan memiliki banyak harta, tapi dia belum menunjukkan cinta padanya. Dia ragu dia bisa bahagia dengan pernikahan seperti itu. Dia mengira Steven hanya memanfaatkannya untuk memiliki anak. Karena putrinya dibesarkan oleh mantan istrinya.

Rose hanya duduk di sofa. Merasa kenyang dia mengambil beberapa napas dalam-dalam. Dia berpikir bagaimana jika dia hamil nanti? Apakah anaknya dibesarkan oleh Steven atau dibesarkan sendiri? Itulah yang Rose pikirkan. Jika Steven hanya menginginkan anak darinya untuk tidak melangsungkan pernikahan secara umum.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Sang Miliarder   Penyesalan

    Andrew telah dipindahkan ke ruang rawat inap setelah operasi dua hari lalu. Sebelumnya, si kecil harus dirawat di ICU selama dua malam. Steven dan Rose pun tidur di kursi ruang tunggu selama dua malam, hal itu dikarenakan Rose sama sekali enggan meninggalkan Andrew. Padahal harus mengorbankan punggungnya dan Steven yang sudah sangat kaku karena duduk semalaman. Itu terjadi dua malam berturut-turut. Bagaimana lagi, kalau bukan di sini Rose juga tidak akan tenang. Dia akan gelisah sepanjang malam memikirkan putranya. Pagi-pagi sekali perawat memindahkan Andrew ke ruang rawat inap VVIP sesuai permintaan Steven. Steven dan Rose cukup lega karena Andrew sudah memasuki masa pemulihan. Setidaknya Andrew menjadi lebih baik. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kondisinya sangat memprihatinkan. Andrew juga telah menunjukkan tanda-tanda sadar. Dengan menggerakkan jarinya beberapa kali, dia pun mulai mengigau. Ponsel Steven berbunyi, ia lalu menjawab panggilan masuk itu. Karena

  • Obsesi Sang Miliarder   Hari pertama kerja

    Hari ini adalah hari pertama Rose bekerja. Dia akan tiba di kantor sepuluh menit sebelum bel berbunyi, dia tidak ingin memberikan kesan buruk di hari pertamanya. Dia diantar ke mejanya oleh orang yang mewawancarainya kemarin. Ketika dia ditunjukkan tempat duduknya, dia terkejut karena orang yang duduk di sebelahnya adalah Claire. Dulunya pegawai suaminya, kini satu kantor lagi. “Rose, perkenalkan. Ini Claire, asistenmu, dan Claire adalah manajer baru kita," kata wanita itu. "Halo, Rose?" Claire juga terkejut. "Kalian saling kenal?" "Iya bu, dia adalah istri dari mantan bos saya di perusahaan sebelumnya," ucap Claire. "Wah? Benarkah? Bagus sekali, tidak meminta pekerjaan pada suamimu." "Hanya mencari suasana baru, Bu." Rose tersenyum canggung. “Padahal seingatku, perusahaan tempat Claire bekerja dulu itu besar lho. Kamu pasti bosan, makan, dan ingin bekerja.” “Jangan panggil aku ibu, panggil saja namaku. Bukankah kamu asisten CEO? Seharusnya aku yang memangg

  • Obsesi Sang Miliarder   Kerja

    Sesampainya di rumah, Luna dan Rose langsung berpelukan bak saudara kembar yang sudah lama berpisah. Keduanya banyak mencarter bersama, bahkan lucunya Luna banyak memasak hari ini. Entah kenapa, dia ingin sekali memasak, dan ternyata tuan rumah dan nyonya rumah pulang setelah satu tahun. Padahal keduanya baru saling kenal setahun lalu. Tak satu pun dari mereka tahu apa pun tentang latar belakang satu sama lain. Tapi mereka berteman dan saling mencintai. Bisa dibilang saudara kandung yang baru bertemu saat dewasa. Tidak berhubungan tetapi searah. "Apakah Andrew dan Andrea nakal, Luna?" dia bertanya. Dia ingin tahu apakah anak-anaknya mengganggu Luna atau tidak. Bukankah buruk jika kedua anaknya menyusahkan Luna? Mungkin orang yang mendengar ini akan merasa aneh, bagaimana bisa seorang tuan merasa tidak enak karena telah merepotkan pelayannya? Karena menurut Rose, pembantu juga manusia, dan derajat manusia pun sama. Jika kita ingin dihormati maka kita harus belajar me

  • Obsesi Sang Miliarder   Meningkatkan

    Saat malam tiba, Rose dan Luna sedang menemani si kembar menonton film kartun di ruang tamu. Rose sudah memerintahkan Luna untuk menyuruh semua orang ke kamar masing-masing. Agar Rose bisa menonton dengan tenang. Tak kenal takut karena para pelayan dan pengawal. “Tadi Ibu menyuruh pembantu untuk membuatkan brownies, coklat, dan rasa strawberry,” kata Rose. Dia berbicara tentang brownies yang disajikan di atas meja di ruang tamu. Terima kasih, Ibu!” Seru Andrew, lelaki kecil itu segera memakan brownies yang sudah disiapkan Ibu. “Ibu, Andrea mau susu,” kata Andrea sambil menatap Rose dengan mata menggemaskan. Mata anak anjing? Mungkin itu namanya. Biarkan aku mengambilnya, oke? Tawaran Luna dijawab Andrea dengan anggukan antusias. Luna lalu pergi membuatkan susu untuk si kembar. Dia juga membuatkan jus untuk Rose. Saat menyajikan minuman, Rose merasa aneh karena hanya ada t

  • Obsesi Sang Miliarder   Kedatangan Helen

    Saat malam tiba, Rose dan Luna sedang menemani si kembar menonton film kartun di ruang tamu. Rose sudah memerintahkan Luna untuk menyuruh semua orang ke kamar masing-masing. Agar Rose bisa menonton dengan tenang. Tak kenal takut karena para pelayan dan pengawal. “Tadi Ibu menyuruh pembantu untuk membuatkan brownies, coklat, dan rasa strawberry,” kata Rose. Dia berbicara tentang brownies yang disajikan di atas meja di ruang tamu. Terima kasih, Ibu!” Seru Andrew, lelaki kecil itu segera memakan brownies yang sudah disiapkan Ibu. “Ibu, Andrea mau susu,” kata Andrea sambil menatap Rose dengan mata menggemaskan. Mata anak anjing? Mungkin itu namanya. Biarkan aku mengambilnya, oke? Tawaran Luna dijawab Andrea dengan anggukan antusias. Luna lalu pergi membuatkan susu untuk si kembar. Dia juga membuatkan jus untuk Rose. Saat menyajikan minuman, Rose merasa aneh karena hanya ada tiga gelas. "Kenapa hanya tiga?" dia bertanya. “Bukankah hanya kamu dan si kembar? Apakah

  • Obsesi Sang Miliarder   Teman baru

    Pagi ini Rose akan menjalani beberapa terapi di rumah sakit. Steven tidak berangkat ke kantor dan memilih menemani Rose. Wanita itu sedikit gugup karena ini adalah yang pertamanya. Tentu saja, bukan? Seperti sebelumnya, Rose menggunakan pakaian tertutup serta masker dan topi. Wanita tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang disekitarnya. “Rose, kita hampir sampai. Jangan gugup, lakukan yang terbaik, aku bersamamu,” kata Steven. Pria itu menatap mata manik istrinya. Rose terdiam, wanita itu lalu mengikuti langkah perawat itu hingga menemui dokter yang akan membantunya dalam terapi. "Hai! Bagaimana kabar Rose?" tanya seorang dokter wanita muda. Ya, dokter tersebut adalah dokter yang mendiagnosis Rose mengalami gangguan kecemasan umum. "Hei, apa yang akan kita lakukan?" tanya Rose sedikit gugup. Dokter muda itu memandang sekelilingnya, dan dia mengert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status