Share

Bab 1

AMBAR

6 Bulan yang lalu

Ambar selesai bersolek dan merapikan kembali riasan wajahnya yang mungkin sempat mengkhawatirkan karena dia menangis melihat kakak tersayangnya berdiri di pelaminan bersama pria yang begitu besar mencintai kakaknya.

Kakak perempuannya–Amira Dwi Handayani hari ini menggelar resepsi pernikahannya dengan sang suami atau kakak ipar Ambar–Darius Richard Danudihardjo.

Si konglomerat muda mantan playboy yang akhirnya bertekuk lutut di hadapan kakaknya. Kini Mas Darius begitu bucin dengan Mbak Amira dan setiap orang yang melihat gerak geriknya pasti akan mengatakan 100% kalau Mas Darius itu heads over heels fall in love with Mbak Amira.

Rasa harunya juga muncul begitu saja karena dia tiba-tiba mengingat peristiwa penculikan di Pulau Laguna karena upaya Carlos Danudihardjo, ayah Mas Darius, untuk memisahkan dan bahka mencelakai Amira karena berhubungan dengan Darius. Untung saja Mas Darius telah menyelesaikan semua permasalahan, dan memberikan keyakinan kalau mereka semua telah aman dan yang tersisa adalah bahagia selamanya layaknya cerita dongeng.

Setelah yakin bahwa makeup-nya tidak bergeser dan tetap memperlihatkannya sebagai salah satu pagar ayu yang sempurna, Ambar bergegas kembali ke aula dan berkumpul dengan Pagar Ayu lainnya yang merupakan empat orang teman kerja Mbak Amira.

"Kamu lihat pengantinnya? Menarik sih memang, tapi rasa-rasanya Darius bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik. Lihat saja, ada satu Pagar Ayu yang sangat cantik. Dia benar-benar seperti model." Di dalam bilik toilet tadi Ambar mendengar selentingan ucapan miring murahan yang keluar dari mulut tamu undangan.

Ambar tentu saja mendidih mendengarnya!

Enak saja menghina kecantikan Mbak Amira!

Tanpa pikir panjang, dia menggebrak bilik toilet dan menyuruh kedua perempuan yang bergosip itu keluar dari biliknya masing-masing.

"Bilang apa kalian?" Ambar membentak kedua perempuan muda yang matanya membelalak ketakutan.

"Kalian tidak menghargai sekali! Sudah baik-baik diundang, malah menjelek-jelekkan pemilik acara!" Ujar Ambar dengan nada tinggi.

Kedua perempuan yang sudah kadung malu bukannya meminta maaf malah justru menyerang Ambar balik dan mendorong tubuh Ambar. Dia meradang dan mendorong perempuan gengges itu kembali.

"Hey!" pekik perempuan yang berdandan heboh itu tatkala Ambar balas mendorongnya.

"Pakaian saja bermerek, tapi kelakuan kalian tidak menunjukkan kelas! Kalian iri ya sama Mbak Amira?" ucap Ambar dengan kesal.

Kedua perempuan itu malu dan wajahnya sontak memerah.

"Money can't buy a class memang benar ternyata! Aku melihat kedua contohnya di hadapanku sekarang."

Dengan angkuh, Ambar keluar dari toilet dan meninggalkan kedua perempuan yang tak berkutik dalam kemarahan dan perasaan malu mereka. Di luar, dia hampir saja bertabrakan dengan seorang pria yang juga baru keluar dari toilet pria.

Karena heels-nya yang lumayan tinggi, serta kain batik yang melilitnya begitu sempit, Ambar hampir saja terjatuh jika dia tidak dipegang oleh pria asing ini.

"Oh, terima kasih!" Ucap Ambar seraya melemparkan senyumnya.

Tapi wajah Ambar membeku ketika dia melihat pria yang menggapai tubuhnya dan kini memegang pinggang dan punggungnya untuk menstabilkan dirinya adalah pria yang pernah Ambar temui di Royal Ruby Hotel satu bulan lalu.

Diraja Sudibyo.

Pria itu pun menyadari siapa yang dia bantu pun akhirnya melepaskan genggamannya dan rahangnya kembali mengeras.

"Ambar–" panggilnya singkat.

"Mas Diraja," jawab Ambar tak kalah singkatnya.

Ambar melirik pergelangan tangannya yang masih ditahan oleh Diraja. Menaikkan sebelah alisnya dan meminta pria itu segera melepaskannya. Diraja paham itu, tapi dia justru mengetatkan pegangannya sampai akhirnya Ambar menyentakkan tangannya untuk melepaskan genggaman pria itu.

Tapi belum jauh dia melangkah, pergelangan tangannya kembali ditarik oleh Diraja dan membuat Ambar hampir terjatuh kembali karena kehilangan keseimbangan. Untungnya pria itu kembali mendekap pundak Ambar dan menjaganya tetap berada di dalam pelukannya.

"Apa kamu punya waktu hari ini? Ayo kita bicara," pinta Diraja dengan nada dingin yang sungguh tidak Ambar sukai.

"Ingin bicara masalah apa? Saya rasa tidak ada yang perlu dibicarakan. Kita tidak saling mengenal," ujar Ambar dengan tegas. Dia mencoba untuk melepaskan genggaman pria yang berdiri di hadapannya.

"Kita perlu bicara mengenai masalah pertunangan kita."

Kesal karena ucapan semaunya pria tampan di hadapannya kini, Ambar dengan sengaja menginjak sepatu kulit pria itu dengan stiletto tajamnya dan sikap brutalnya itu sukses membuat pria itu berjengit kesakitan dan mundur beberapa langkah. Secara otomatis pelukannya mengendur dan Amira terbebas dari kungkungan Diraja.

“Kamu tuh delusi ya! Nggak ada pertunangan di antara kita! Nggak usah telpon-telpon lagi, apalagi bicara hal ngaco seperti ini lagi sama saya!”

Benar-benar orang kaya di lingkungan Mas Darius isinya banyak sekali orang gila dan stress! Seperti pria yang akhirnya mengekor di belakang Ambar sekarang.

“Bisa nggak sih jangan dekat-dekat! Ngapain juga ngikutin saya!” seru Ambar sambil berjalan cepat, mencoba menghindari pria yang tingginya seperti Mas Darius.

“Ambar!” Suara Diraja yang mengeras akhirnya membuat Ambar menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya. Tangannya berkacak pinggang dan matanya mengerjap kesal.

Di depan pintu aula tempat pernikahan kakaknya, Ambar menatap sengit Diraja yang wajahnya juga menahan kesal karena dicuekin terus menerus oleh Ambar.

“Kapan kamu ada waktu untuk bicara? Ini pembicaraan yang penting untuk kita berdua,” ujar Diraja dengan serius.

“Saya sibuk,” jawab Ambar seraya menelengkan kepalanya ke arah aula, memberi gestur implisit kepada pria mapan di hadapannya ini. Ambar mengerutkan keningnya, mungkin saja keluarganya sekarang sedang mencari dirinya yang menghilang dari pos Pagar Ayu sejak tadi.

Diraja memejamkan matanya. Seakan-akan mencoba bersabar atas jawaban yang baru saja Ambar berikan.

“Kalau begitu kapan?” Diraja mengulangi pertanyaannya lagi.

Ambar mengedikkan bahunya cuek.

“Kalau bisa nggak usah ketemu sekalian,” gumamnya pelan.

Diraja menyipitkan matanya, “Gimana?” ulangnya sekali lagi.

“Nanti deh saya hubungi lagi,” ucap Ambar berkelit. Haha tentu saja dia tak ada niatan untuk menghubungi pria ini sama sekali!

Dan sepertinya Diraja dapat menebak jalan pikiran Ambar dan dia sontak menggelengkan kepalanya, menolak opsi tersebut.

“Kamu pilih, antara kamu kasih saya waktu yang jelas, atau saya datang ke rumah dan bahkan ke sekolahmu!” ancam Diraja yang membuat Ambar ingin sekali memukul pria itu sekarang.

“Nggak bisa, nggak bisa! Ngapain sampai nyamperin ke rumah atau ke sekolah!” ujar Ambar setengah histeris.

“Minggu ini di Plaza Indonesia, deal?” Diraja akhirnya menentukan waktu dan tempat pertemuan mereka. Meskipun Ambar merasa tidak ada tujuan yang jelas dalam pertemuan mereka kelak.

“Setelah bertemu, jangan ganggu saya lagi, deal?”

Tak gentar, Ambar akhirnya menjabat tangan besar dan kekar milik Diraja dan membalas pernyataan Diraja dengan dingin.

Tanpa menunggu jawaban dari Diraja, Ambar membalikkan tubuhnya dan berjalan dengan dagu terangkat.

Ini hari bahagia dirinya dan keluarganya. Tidak akan dia biarkan pria asing yang mulai mengusik ketenangan hidupnya itu membawa mood-nya turun. Ambar terus melenggang masuk ke dalam aula penuh percaya diri dan keanggunan yang dipaksakan. Walau begitu, dia masih merasakan tatapan menusuk yang dari belakang yang membuat bulu tengkuknya meremang. 

Tentu saja, satu minggu kemudian Ambar tak menghiraukan permintaan Diraja untuk menemuinya. Dia sengaja ghosting pria itu dan langsung memblokir nomornya. 

Pria sinting seperti itu memang tidak perlu dihiraukan!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status