Share

Bab 5

Hari ini ayah kembali menanyakan apa yang akan Diraja lakukan mengenai proses merger dan akuisisi dengan perusahaan Darius. Pembicaraan sejak beberapa bulan lalu memang belum ada perkembangan berarti hingga sekarang. 

“Lalu bagaimana dengan saran ayah waktu itu?” tanya ayahnya saat mereka berdiskusi di ruang chairman milik ayahnya. Mereka berdua sedang membicarakan Sudibyo Corporation secara keseluruhan sebagai bentuk salah satu proses suksesi dan penyerahan tongkat estafet kepemimpinan dari Amir Sudibyo kepada anaknya–Diraja Sakala Sudibyo. 

“Tentang Ambar?” Diraja menegaskan pertanyaan sang ayah. Beliau mengangguk tenang meskipun terlihat jelas dia menanti perkembangan dan berita baik dari masalah ini. 

“Aku sudah berbicara dengan Ambar minggu lalu,” ungkapnya. 

“Lalu? Bagaimana hasilnya?” todong ayah. 

“Aku memberinya waktu hingga minggu ini untuk berpikir. Biar bagaimanapun Ambar tidak akan mengalami kerugian kalau dia menolak pernikahan ini. Berbeda denganku. Makanya aku nggak bisa memaksanya terlalu dalam supaya dia tidak kabur dan menolak mentah-mentah proposalku,” jawab Diraja dengan gamblang. 

Dia tak merasakan apapun ketika membicarakan hal ini. Baginya ini sama saja seperti pembicaraan bisnis yang perlu diputuskan dengan kepala dingin, tanpa melibatkan emosi sesaat yang cenderung menghasilkan keputusan gegabah. 

Ayah mengetuk-ngetuk jemarinya di meja kayu jati kualitas terbaik pengrajin Jepara, simbol akar Jawa mereka yang dengan bangga ayah tunjukkan dalam pemilihan furniturnya. 

“Apa perlu ayah dan ibu datang menemui keluarga Ambar untuk membujuknya?” Ayah memberikan saran kepadanya, namun Diraja dengan sigap menolaknya. 

“Tidak perlu, Ayah. Akan aku selesaikan sendiri secepat mungkin,” tukasnya dengan nada serius. 

“Kamu punya kekasih?” tanya Ayah tiba-tiba. 

Sekelebat, nama Michelle Janice Salim langsung terpatri dalam otaknya. Diraja mengatur raut wajahnya menjadi datar tanpa ekspresi. Sebisa mungkin menyembunyikan emosi yang bergejolak di hatinya ketika mengingat Michelle. 

Not that important, akan aku bereskan secepatnya,” Diraja memilih untuk menjawab seperti itu atas pertanyaan ayahnya. 

Ayah meneliti raut wajah Diraja lebih dalam lagi. Menimbang-nimbang apa respons yang akan ayah katakan selanjutnya. 

“Kamu tahu, cinta itu bisa dipupuk dan dirawat kalau kedua orang memang berniat untuk membina rumah tangga,” ujar ayahnya. 

Diraja tahu ke mana arah pembicaraan antara pria seperti ini. Namun dia memilih untuk diam saja dan mendengarkan wejangan sang ayah. 

“Hormati istrimu kelak kalau kamu sudah mengucapkan ijab kabul. Distraksi bisa datang dari mana saja, tapi komitmen tetap yang utama dalam rumah tangga.” tambal ayah. 

Ayah kembali menatap matanya. Meminta konfirmasi jika wejangannya masuk ke dalam otaknya. Diraja mengangguk singkat dan memilih untuk membicarakan hal lain saja yang tidak melibatkan perasaan dan emosinya seperti saat ini. 

“Kabari kami dalam minggu ini. Dan ayah nggak mau mendengar kata gagal dalam pembicaraanmu bersama Ambar. Wine and dine her if you must. Woo and court her as fast as you can, we cannot afford to wait any longer,” ujar ayahnya dengan tegas. 

Ini adalah Amir Sudibyo yang jarang-jarang Diraja lihat. Sosok penuh perhitungan yang melihat dan mencari celah dari berbagai sisi supaya kepentingan bisnisnya tetap terlaksana. 

“Ayah masih ada meeting setelah ini, apa rencanamu?” tanya ayah kembali ke mode serius mengenai pekerjaannya. Ini tanda untuk Diraja beranjak dari ruang ayahnya. 

“Ada meeting tentang proyek real estate kita. Kantor kita memilih The Converge sebagai konsultan marketing, aku sudah kirimkan proposal yang diberikan The Converge. Sepertinya Giselle dari The Converge yang akan pegang proyek ini. Ayah ingat dia?” Diraja kembali bersemangat jika dia berbicara tentang pekerjaan. 

Ayahnya hanya mengangguk sambil lalu, pertanda dia tak terlalu tertarik dengan topik ini. 

Ya, ini tanda Diraja untuk segera hengkang. 

Some said workaholic is his middle name. Diraja tak membantah hal tersebut. Dia suka bekerja dan itu salah satu tujuan utama hidupnya. Tak jarang dia pulang kerja larut malam demi proses suksesi yang mulus dari ayahnya kepada dirinya. Dia ingin warisan yang diserahkan ayahnya dapat dia kembangkan lebih baik lagi. Diraja menghormati ayahnya, dan dia berjanji untuk membawa nama Sudibyo berkibar dengan baik dalam dunia bisnis di Indonesia. 

Tapi ketika ayahnya mengungkit nama Biantara–sepupunya yang lebih muda tiga tahun darinya sebagai salah satu calon potensial suksesor, maka Diraja tak bisa tinggal diam karena posisinya terancam. Dia akan melakukan berbagai macam cara untuk mengamankan posisinya, dan mengembang tugas sebagai penerus dan pewaris Sudibyo Corporation. Tak akan dia biarkan jatuh bangun ayah dan ibunya membangun perusahaan ini pindah ke tangan orang lain. 

Diraja akan membuktikan kalau dia adalah orang yang tepat untuk menduduki kursi pewaris. 

Bahkan dengan menikahi Ambar Tri Handayani. Orang asing yang tiba-tiba datang tak diundang ke dalam kehidupannya. 

“Aku kembali dulu, Ayah.” Diraja beranjak dari kursinya untuk kembali ke ruangannya yang terletak satu lantai di bawah. 

“Jangan lupa pulang ke rumah hari ini, Ibu sudah berpesan tadi. Rengganis juga akan pulang bersama Prabu dan anak-anak mereka.” Sebelum keluar ruangan, ayah menyampaikan pesan yang sudah dia dengar dari ibunya tadi pagi. 

Ibu menelepon Diraja dan memintanya untuk kembali ke rumah hari ini setelah dia tidur di apartemennya selepas ultimatum ayah minggu lalu. Diraja tak bisa menolak dan akhirnya setuju untuk pulang ke rumah mengadakan makan malam bersama keluarga. 

Ketika kembali ke ruangannya, Diraja menghela napasnya. Tumpukan folder sudah menantinya. Sekretaris pribadinya–Nina, lalu asisten pribadinya–Tito sudah standby di depan ruangannya seraya mengerjakan hal lain. 

“Apa agenda saya hari ini, Nina?” tanya Diraja seraya melewati Nina, sang sekretaris yang sudah bersamanya sejak dia terjun di dunia bisnis sembilan tahun silam. Ketika dia masih kuliah di Harvard dan bolak balik Jakarta Amerika Serikat. Kuliah sambil magang dan mengikuti rapat-rapat yang ayahnya lakukan bersama rekan bisnisnya. 

Nina yang berumur 45 tahun awalnya merupakan kepala divisi administrasi sebelum akhirnya dipindahkan ayah untuk membantu menggembleng Diraja dari nol hingga akhirnya berdiri sebagai Managing Director seperti sekarang. Nina bagi Diraja bagaikan guru yang tegas, keras dan tidak segan-segan memberitahukan di mana letak kesalahannya, walaupun dia adalah anak pemilik perusahaan ini. 

Tapi hasilnya kini dapat Diraja petik, dia menjadi pria yang meskipun dibesarkan dengan sendok emas, Diraja masih dapat membumi dan memiliki perspektif yang berbeda dengan anak konglomerat golden spoons lainnya. All thanks to Nina. His best teacher in the world. 

Meeting dengan The Converge untuk membicarakan promosi marketing bersama divisi marketing, lalu sorenya ada meeting dengan asosiasi kontraktor nasional. Malam sebenarnya ada dinner dengan Michelle, tapi Ibu sudah hubungi saya katanya minta jadwal kamu malam ini dibatalkan supaya bisa pulang dan makan malam di rumah,” ujar Nina dengan sigap tanpa mengangkat kepalanya dari komputer. 

Diraja berhenti sejenak, menoleh ke arah Nina dan memastikan sekali lagi. 

“Ada Bian berarti nanti?” tanya Diraja. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status