Share

Bab 7

AMBAR

Biasanya pulang kampus sore hari seperti ini, dia suka mampir sejenak di taman RPTRA dekat rumahnya yang begitu rindang dan sejuk. Di sana, Ambar suka duduk di sebuah ayunan kayu yang kokoh sambil membaca buku, atau membuka aplikasi novel online, atau sesimpel menghabiskan jajanan sekolah dekat kampus sebelum kembali ke rumah. 

Dia seringkali melakukan hal tersebut karena taman ini dekat sekali dengan persimpangan jalan di mana dia turun dari pangkalan angkutan umum untuk masuk ke dalam gang rumahnya. 

Tapi sejak dia bergabung dengan keluarga Danudihardjo, agendanya sore hari setelah pulang kampus atau ketika akhir pekan semakin padat karena Tante Angela Danudihardjo–ibunda Mas Darius, atau Mbak Amira dan Mas Darius seringkali mengajaknya pergi bersama ke tempat-tempat baru yang belum pernah Ambar kunjungi. 

Hari ini Ambar masih dengan kaus santainya dijemput oleh Mbak Amira dan Tante Angela dari kampus ke sebuah pusat perbelanjaan mewah dekat kantor Mas Darius. Saat ini mereka menunggu di ruang tamu eksklusif sebuah brand luxury yang menjadi langganan Tante Angela. Dia duduk di samping Mbak Amira yang sedang sibuk memperhatikan mama mertuanya mengecek tas serta beberapa aksesori yang diperlihatkan penuh kehati-hatian oleh para executive personal shopper Tante Angela. 

“Kamu suka yang mana?” tanya Tante Angela kepada Amira. 

“Tergantung Mama. Untuk acara apa? Aku rasa semua cocok untuk Mama,” jawab Mbak Amira dengan sabar. 

“Ini bukan untuk mama! Ini untuk kamu. Mama lihat kamu bolak balik pakai tas yang dibelikan Darius dan jarang ganti. Masa nanti kamu difoto di majalah Tatler dengan baju dan tas yang sama! Pusing Mama melihatnya!” ujar Tante Angela yang membuat kakaknya terkesiap. 

“Tapi Mama… kemarin Darius baru pulang dari Jepang dan Hong Kong, dia banyak sekali bawa tas dan perhiasan lainnya! Sampai beberapa koper dan Pak Rama kebingungan juga untuk menyusunnya di kloset!” Kakaknya bangkit dari sofa dan menghampiri mamanya dengan panik. 

Pak Rama merujuk pada kepala asisten rumah tangga kakaknya. Mereka memutuskan untuk pindah ke rumah tapak di bilangan Kebayoran Baru, dan untuk mengurus rumah yang terlampau megah itu–Mas Darius mempekerjakan kepala asisten rumah tangga yang sudah lama mendapatkan pendidikan tata krama dan butler dari British Butler Institute. 

Sebuah dunia baru bagi Ambar dan juga Amira. Ambar yang pertama kali bertemu dengan Pak Rama sempat merasa terkagum-kagum karena pelayanannya yang top notch ketika Ambar dan keluarganya pertama kali mengunjungi rumah baru kakaknya. 

Bahkan sepertinya kakaknya itu belum terbiasa dengan kemewahan yang Darius berikan kepadanya. 

“Lalu kenapa tidak dipakai? Kamu nggak suka modelnya karena nggak bisa pilih sendiri? Duh, memang bebal sekali Darius!” cecar Tante Angela kepada kakaknya. 

Ambar memperhatikan dinamika yang terjadi di antara kedua perempuan tersebut dengan diam. Kakaknya biarpun kini telah menjadi istri dari salah satu orang terkaya di Indonesia–dia tetap bersikap membumi dan tidak pernah berubah. 

Semua barang bermerk pemberian suaminya tidak dijadikan kakaknya sebagai ajang pamer. Dia justru lebih suka memakai satu atau dua barang favoritnya yang biasanya memiliki nilai sentimental dan mengingatkannya akan sang suami. Bukan karena brand itu sendiri. 

Perbedaan itu yang membuat Tante Angela sering kali frustasi dengan kakaknya sehingga akhirnya Ambar yang akan dijadikan pelampiasan hasrat berbelanja Tante Angela. 

Lihat saja, sebentar lagi namanya akan dipanggil–

“Ambar ayo ke sini! Coba pakai ini!” 

Tuh kan, benar!

Ambar tersenyum dan melihat tas yang diberikan oleh personal shopper kepadanya. 

“Tante… uh sepertinya modelnya terlalu mewah,” tua dan nggak sesuai umur–itu ungkapan yang cocok untuk menggambarkan tas yang kini berpindah ke tangannya. 

“Bagus dong! Kapan lagi kamu masih kuliah tapi bawanya tas seperti ini, this is one of the kind!” Tante Angela salah menangkap ucapan Ambar. 

Mbak Amira menyembunyikan senyumnya di balik tangannya dan mencoba menghindari tatapan sang mama mertua. 

Ambar menggelengkan kepalanya berulang kali. 

“Tante, Mas Darius juga memberikanku satu Dior tote bag yang masih tersimpan rapi di kamarku, dan aku sungkan bawa itu ke kampus. Nanti kalau rusak waktu aku naik angkot bagaimana?” ujar Ambar secara jujur yang langsung mendapatkan tatapan ‘ngeri’ dari Tante Angela. 

“Kamu naik angkot?” ujar Tante Angela ketakutan. “Memang Darius nggak kasih kamu mobil?” cecar Tante Angela tanpa henti. “Atau Darius nggak kasih kamu supir untuk antar jemput kamu kampus?” Wanita cantik itu masih mencerca Ambar dengan serentetan pertanyaan yang membuatnya kelabakan tersebut. 

Uh oh! Ini pertanyaan yang berbahaya!

“Mama… Darius tentu sudah menawarkan, tapi Ambar dan Ibu tidak nyaman dengan itu semua, kami kan sudah terbiasa naik transportasi umum, dan kalau dibutuhkan bisa naik taksi, kok.” Amira akhirnya membuka suara dan menjadi penengah di antara mereka. 

“Duh nggak bisa dibiarkan ini!” 

“Gimana kalau nanti ada kasus penculikan untuk tebusan! Nggak bisa! Tunggu di sini, Mama telepon Darius dulu–” 

Tanpa menghiraukan protes dari Amira dan Ambar, Tante Angela langsung menghubungi anaknya yang pasti sekarang sedang sibuk di kantor. 

Mas Darius kini harus settle dan meladeni tiga perempuan yang memiliki pemikiran berbeda. Jika dipikir-pikir itu lucu juga dan akhirnya Ambar kembali tersenyum. 

Hal-hal trivial seperti ini sepertinya bisa membawa pikirannya kembali rileks sejenak dari pembicaraan empat mata yang dilakukannya bersama Diraja minggu lalu. Jujur saja, Ambar masih kebingungan dan kalut dalam menghadapi situasi ini. 

Sebenarnya hari ini ada alasan kenapa setuju menemui kakaknya dan Tante Angela. Dia ingin curhat kepada kakaknya sebelum menyampaikan apa yang dia rasakan kepada ibu. 

Entah apakah kakaknya ada waktu nanti untuk mendengar curahan hatinya, karena sepertinya Tante Angela begitu sayang dengan kakaknya dan terlihat sekali memonopoli waktu Mbak Amira sebanyak mungkin jika Mas Darius tak ada di sisi sang kakak. 

“Darius! Mulai sekarang kamu harus sediakan Ambar mobil dan supir 24 jam, setiap hari! Mama kaget waktu tadi Ambar bilang dia masih ke kampus pakai angkot! Can you imagine, darling? A Danudihardjo using a public transportation here, in Jakarta?” Tante Angela berkata dengan nada genting. 

Ambar dan Amira saling berpandangan satu sama lain, mereka tahu sekarang bukan waktu yang tepat untuk mendebat Tante Angela yang super keras kepala. Jadi mereka akan mengikuti alurnya saja, dan ketika semua sudah mulai tenang, baru Ambar menjelaskan sekali lagi kepada Tante Angela kalau Ambar baik-baik saja hingga saat ini. 

"Ya, Mama nggak mau dengar cerita Ambar naik angkot lagi! Mama ngeri mikirinnya! Ya, hari ini juga siapkan, biar besok Ambar bisa berangkat ke kampus sama supir. Alright... see you darling. Mama mungkin nanti akan dinner bersama, mungkin kita akan pergi ke Sofia di Gunawarman, atau kamu punya ide lainnya?" Tante Angela bicara panjang lebar dengan anaknya. 

Amira hanya tersenyum penuh kasih melihat ibu mertuanya yang sudah kembali ceria setelah mengalami sakitnya dikhianati oleh suaminya sendiri yang berselingkuh dan akhirnya memilih pergi dari Indonesia. 

Di saat Tante Angela terdistraksi dengan sambungan telepon bersama Mas Darius, Ambar mencolek lengan kakaknya dan berbisik pelan, “Mbak, kira-kira ada waktu nggak? Aku mau bicara denganmu dan mungkin juga dengan Mas Darius,” ujarnya pelan. 

Kakaknya mengernyitkan dahinya dan menatapnya penuh dengan kekhawatiran. 

“Ada apa?” tanya sang kakak tanpa suara. Tak ingin mama mertuanya mendengar rahasia mereka. 

“Minggu kemarin aku bertemu Diraja Sudibyo,” ungkap Ambar yang sukses membuat kakaknya membelalak kaget. 

“Huh? Kenapa ketemu sama dia?” Suara Mbak Amira kini terdengar sedikit panik. 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
JEMMA JEMIMA
sebelumnya Amira tahunya kalau Darius, Ambar, Diraja kompak menolak usulan bapaknya Diraja buat rencana perjodohan ini
goodnovel comment avatar
carsun18106
loh, amira blm tau rencana perjodohan ini?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status