Beranda / Romansa / Obsesi Seorang Calon Raja / BAB 1 : Leonhart Valezair

Share

Obsesi Seorang Calon Raja
Obsesi Seorang Calon Raja
Penulis: Lifi Yamanaka

BAB 1 : Leonhart Valezair

Penulis: Lifi Yamanaka
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-28 20:17:22

Langit Kerajaan Aerondale berwarna kelabu saat kabar tentang kembalinya sang Duke dari medan perang mulai menyebar. Dentang lonceng di menara istana berbunyi sembilan kali, pertanda pagi telah menyapa, namun seluruh istana justru terasa seperti menahan napas.

Di aula barat, para bangsawan berkumpul, mengenakan jubah-jubah panjang dan penuh hiasan emas, membicarakan satu nama yang tak asing—Leonhart Valezair.

"Anak kedua Raja Alfonse itu kembali lagi... Kau tahu, yang selalu disembunyikan di wilayah utara," bisik seorang baron tua kepada rekannya. "Mereka bilang dia menundukkan pemberontakan hanya dalam tiga hari."

"Tentu saja," jawab yang lain. "Itu Duke Leonhart. Anak kesayangan sang Raja."

Namun tak semua suara mengandung kekaguman. Ada ketakutan yang samar, bayang-bayang kecemasan yang tertinggal di setiap percakapan. Karena meski Leonhart adalah pahlawan, dia juga pria yang dingin, penuh rahasia, dan terlalu sempurna untuk bisa dikendalikan.

---

Leon menuruni tangga utama istana dengan langkah pasti. Rambut hitamnya rapi, matanya tajam menatap lantai marmer putih seakan menilai segala kemungkinan di sekelilingnya.

Bising. Mereka terlalu ribut, batinnya, melirik sekilas para bangsawan yang segera menunduk begitu tatapannya menyapu mereka.

Dia tidak tersenyum. Tidak pernah. Senyum, menurutnya, hanyalah distraksi. Sebuah ekspresi lemah yang tak berguna di medan perang maupun di meja perundingan.

Ayah pasti memanggilku untuk urusan tahta lagi, gumamnya dalam hati. Atau mungkin sekadar mengujiku lagi, seperti biasa.

Di aula utama, Raja Alfonse menunggunya. Tubuh sang raja telah menua, namun auranya masih sekeras baja. Di sisi lain berdiri Ratu Seraphina, dan di dekat jendela berdiri sosok tinggi berjubah biru gelap—Pangeran Eldrin.

"Kau datang, Leonhart," ujar sang raja tanpa senyum. "Bagaimana laporanmu dari Utara?"

Leon membungkuk sebentar, lalu menjawab datar, "Pemberontakan telah selesai. Wilayah stabil. Pajak dan perdagangan kembali normal."

Alfonse mengangguk, tampak puas.

"Kau akan menghadiri pesta kerajaan besok malam," kata Alfonse. "Semua mata akan tertuju padamu. Jangan membuatku kecewa."

"Sudah saatnya kau mengambil tempat yang seharusnya, Leonhart. Eldrin terlalu lembek untuk memimpin. Aku butuh penerus yang kuat. Dunia luar tak mengenal belas kasihan—dan hanya satu dari kalian yang layak." lanjut sang Raja.

Leon membeku. Ia ingin membalas, ingin berkata bahwa tahta bukan tujuan hidupnya. Tapi mulutnya terkunci. Ia hanya menjawab pelan, "Aku akan menghadiri pesta itu."

Alfonse menatapnya lebih lama sebelum akhirnya mengalihkan pandangan. "Buktikan kau bukan sekadar pedang, Leonhart. Buktikan kau bisa menjadi mahkota."

Leon mengangguk lagi, tak banyak bicara. Tapi pikirannya sibuk.

Leon mengangguk lagi, tak banyak bicara. Tapi pikirannya sibuk.

Pesta. Ajang penuh topeng dan omong kosong. Tapi jika itu bagian dari rencana ayah... aku akan bermain sesuai aturannya.

---

Malamnya, di balkon kamarnya yang menghadap taman istana, Leon berdiri seorang diri. Angin membawa aroma bunga lili dan suara petikan kecapi dari pelayan di bawah.

"Kakak akan menghadiri pesta juga," gumamnya. "Mereka masih berharap Eldrin yang akan naik tahta... padahal dia sendiri bahkan tak ingin."

Leon ingat percakapannya dengan Eldrin seminggu lalu.

"Kau lebih cocok jadi raja, Leon. Aku hanya ingin membaca dan mengajar. Dunia ini terlalu bising untukku," kata Eldrin sambil menyeruput teh.

"Kau tahu itu akan membuatmu jadi sasaran," jawab Leon. "Orang-orang berharap padamu."

Eldrin tersenyum ringan. "Maka jadilah harapan mereka yang sebenarnya."

Leon memejamkan mata.

Jika takdirku memang tahta, aku akan mengambilnya dengan caraku sendiri.

---

Besok malam, pesta kerajaan akan mempertemukannya dengan seorang gadis yang tak disangka akan mengguncang segalanya: Evelyne Mireille. Namun malam ini... adalah tentang dia. Tentang pria yang dilahirkan untuk memimpin, tapi dibentuk oleh ketegasan.

Leonhart Valezair. Sang Duke Utara. Pewaris bayangan, yang kelak akan mengubah wajah kerajaan selamanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 37: Kengerian dan Kelembutan yang Kontradiktif

    Setelah adegan mengerikan di ruang bawah tanah, Leonhart menggendong Evelyne keluar dari tempat yang dingin dan lembap itu. Evelyne tidak bisa berbicara. Tubuhnya terasa kaku, pikirannya dipenuhi oleh gambaran Lady Thorne yang melepuh. Ia hanya bisa bersandar lemas di dada Leonhart, membiarkan Duke itu membawanya. Leonhart tidak mengatakan apa-apa, hanya terus berjalan dengan langkah mantap hingga mereka tiba di kamar utama. Leonhart menurunkan Evelyne dengan sangat lembut di atas tempat tidur, seolah gadis itu terbuat dari porselen yang rapuh. Ia menatap wajah Evelyne yang pucat, menyentuh lembut pipi gadis itu. "Aku akan mandi sebentar," katanya, suaranya kini kembali lembut dan penuh perhatian. "Kau bisa berbaring dan beristirahat." Sebelum masuk ke kamar mandi, Leonhart menunduk, dan dengan lembut, ia mengecup puncak kepala Evelyne. Sentuhan itu terasa kontradiktif, membuat Evelyne semakin bingung. Suara gemericik air dari kamar mandi mulai terdengar, menandakan Leonhart sudah m

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 36: Kengerian di Ruang Bawah Tanah

    Setelah makan malam yang diwarnai kecemasan, Evelyne kembali ke kamarnya. Jam dinding berdetak pelan, setiap detik terasa begitu panjang. Pukul sembilan malam, namun Leonhart tak kunjung kembali. Kekhawatiran merayapi hati Evelyne. Ia mondar-mandir di dalam kamar, lalu mendekat ke pintu, mencoba mendengar suara di luar. "Tuan Leonhart ke mana?" Evelyne bertanya lirih pada penjaga yang berdiri di depan kamarnya, suaranya dipenuhi kecemasan. "Maaf, Nona. Saya tidak tahu," jawab penjaga itu dengan nada formal. Evelyne menghela napas. Ia kembali duduk di tepi kasur, memandangi pintu dengan tatapan kosong. Beberapa saat kemudian, sebuah ketukan pelan terdengar. Jantung Evelyne berdegup kencang. Ia segera bangkit dan membuka pintu. Di ambang pintu, berdiri seorang prajurit Leonhart dengan seragam gelapnya. "Nona Evelyne Mireille?" Prajurit itu bertanya. Evelyne mengangguk. "Yang Mulia Duke Leonhart meminta Anda untuk mengikutiku ke ruang bawah tanah." Tubuh Evelyne langsung menegang

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 35: Misteri Ruang Bawah Tanah

    Evelyne Mireille telah selesai membersihkan diri. Noda anggur di gaun birunya telah diganti dengan gaun ungu muda yang baru dan bersih. Rasa dingin di tubuhnya sudah hilang, namun sisa-sisa kemarahan dan rasa malu masih melekat. Saat ia duduk di ujung kasur, ia baru menyadari ada sedikit perih di telapak tangannya. Ia melihatnya, ada luka gores kecil akibat gesekan dengan lantai saat ia didorong tadi. "Ah, cuma luka kecil," pikirnya, tidak terlalu mempermasalahkannya. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan dorongan pelan. Leonhart Valezair berdiri di ambang pintu. Raut wajahnya tidak lagi marah seperti sore tadi, melainkan dipenuhi kekhawatiran yang mendalam. Matanya langsung tertuju pada Evelyne, memindai dirinya dari atas ke bawah. Tanpa berkata-kata, Leonhart melangkah cepat ke arah Evelyne, lalu berlutut di hadapan gadis itu. Raut wajahnya menunjukkan campur aduk emosi. "Aku mendengar laporan dari pelayan," suaranya serak dan tegang. "Lady Thorne… dia menyerangmu." Evelyne menu

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 34: Kecemburuan Sang Bangsawan dan Api Evelyne

    Sinar mentari pagi mengintip dari balik tirai sutra tebal, perlahan membangunkan kamar tidur megah itu. Kali ini, Leonhart Valezair-lah yang terbangun lebih dulu. Ia tidak langsung bangkit, melainkan berbaring miring, mengamati wajah Evelyne yang terlelap dalam pelukannya. Rambut gelap Evelyne tergerai di bantal, pipinya merona lembut, dan bibirnya sedikit terbuka. Dalam tidurnya, Evelyne terlihat begitu damai, begitu polos, begitu… sempurna. Sebuah senyum tipis, penuh kelembutan yang jarang ia tunjukkan kepada siapa pun, terukir di bibir Leonhart. Ia mengangkat tangannya, dan dengan sangat perlahan, ia mengecup dahi Evelyne, lalu turun ke pipinya, dan kemudian ke bibirnya, sentuhan-sentuhan ringan yang penuh kasih. Ia mengulanginya beberapa kali, menikmati kelembutan kulit Evelyne di bawah bibirnya. Evelyne menggeliat pelan, matanya mengerjap. Ia terkejut saat menyadari betapa dekatnya wajah Leonhart, dan sensasi lembut ciuman di wajahnya. Pipi Evelyne langsung merona merah sempur

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 33: Penyesalan Sang Duke dan Pengakuan Terlarang

    Pintu kamar utama terbuka dengan suara berderit, dan Leonhart Valezair melangkah masuk. Aura marahnya masih terasa kuat, namun kini bercampur dengan sesuatu yang lain—kekalutan dan keraguan. Matanya yang tajam langsung tertuju pada Evelyne yang duduk di meja makan kecil di sudut kamar, makanannya belum habis, dan bibirnya masih bengkak akibat ciuman brutal sore tadi. Evelyne yang mendengar suara pintu, langsung mengangkat kepalanya. Begitu melihat Leonhart, tubuhnya menegang. Rasa takut kembali menyelimutinya, membuatnya menunduk, tidak berani menatap mata Duke itu. Ia menunggu kemarahan berikutnya. Leonhart tidak langsung mendekat. Ia berdiri di ambang pintu selama beberapa saat, matanya mengamati Evelyne yang tampak begitu kecil dan rapuh. Pikirannya dipenuhi oleh perkataan Eldrin di ruang makan tadi: "Cepat atau lambat, Evelyne akan muak, dia akan menemukan cara untuk meninggalkanmu, Leonhart." Kalimat itu menusuknya dalam-dalam, menyentuh ketakutan terbesarnya. Ia tidak akan pe

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 32: Badai di Meja Makan Raja

    Malam itu, di ruang makan utama Istana Aerondale, meja makan yang biasanya ramai kini terasa hampa bagi Evelyne. Setelah insiden di dapur dan hukuman brutal Leonhart, Evelyne tidak diizinkan keluar kamar. Leonhart sendiri yang memerintahkan para pelayan untuk membawa makan malam ke kamarnya. Evelyne makan dalam keheningan yang mencekam, bibirnya masih perih dan bengkak, menjadi pengingat pahit akan kemarahan Duke. Ia merasa terkurung, sendirian, dan sangat ketakutan. Sementara itu, di ruang makan utama, Raja Alfonse, Ratu Seraphina, dan Pangeran Eldrin sudah duduk di kursi mereka. Suasana makan malam seharusnya tenang, namun kecemasan terpancar jelas dari wajah Ratu. Ia terus-menerus melirik kursi di sebelah Leonhart yang kosong, tempat Evelyne biasanya duduk. "Leonhart," Ratu Seraphina memulai, suaranya terdengar cemas. "Di mana Evelyne? Kenapa dia tidak ikut makan malam?" Ada nada kekhawatiran yang jelas dalam pertanyaannya, mengingat apa yang ia saksikan di dapur sore tadi. "Dia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status