Home / Romansa / Obsesi Seorang Calon Raja / BAB 2 : Evelyne Mireille

Share

BAB 2 : Evelyne Mireille

Author: Lifi Yamanaka
last update Last Updated: 2025-07-28 20:50:55

Di sudut timur Kerajaan Aerondale, tersembunyi sebuah desa kecil bernama Elowen—tempat di mana waktu seolah berjalan lebih lambat dan kehidupan tak terlalu dipusingkan oleh politik istana atau perang di perbatasan. Di sanalah Evelyne Mireille tinggal, bersama keluarganya yang hangat dan sederhana.

Pagi itu, aroma roti panggang dan teh melati memenuhi rumah kayu dua lantai yang dikelilingi kebun lavender. Evelyne berdiri di dapur, mengenakan gaun sederhana berwarna krem dan celemek bunga-bunga. Rambut cokelat gelapnya dikuncir setengah, memperlihatkan wajah lembut dengan mata cokelat madu yang selalu memancarkan ketenangan.

"Adikmu belum bangun?" tanya sang ibu, Lisette Mireille, yang sedang memotong buah di meja makan. Suaranya lembut, penuh kasih, dan setiap gerakannya mencerminkan keanggunan seorang wanita yang telah membesarkan dua anak dengan sabar dan cinta.

Evelyne tersenyum kecil. "Belum, sepertinya semalam dia membaca sampai larut. Katanya mau belajar tentang alkimia hari ini."

Lisette terkekeh pelan. "Seperti ayahnya. Suka penasaran dan terlalu tenggelam dalam buku."

Saat itu juga, suara langkah tergesa terdengar dari tangga. Seorang remaja laki-laki muncul dengan rambut berantakan dan wajah setengah mengantuk. "Aku dengar roti!" serunya.

"Harlan," tegur Evelyne dengan nada lembut namun tegas. "Cuci muka dulu."

Adiknya, Harlan Mireille, meringis tapi menurut. "Iya, iya, Kak."

Ayah mereka, Cedric Mireille, masuk dari pintu belakang dengan membawa sekeranjang apel segar. Wajahnya selalu dihiasi senyum lebar, dan matanya yang sedikit berkerut memancarkan kehangatan.

"Aku menemukan pohon apel di belakang kebun tetangga. Jangan bilang siapa-siapa, ya," bisiknya, membuat Evelyne dan Harlan tertawa.

Cedric adalah seorang peneliti tanaman obat. Meski pekerjaannya dianggap tak penting oleh sebagian bangsawan, banyak penduduk desa yang datang padanya saat butuh bantuan. Ia dikenal humoris dan murah hati, sering menghibur anak-anak desa dengan lelucon konyol atau sulap kecil yang ia pelajari dari buku.

Sementara itu, Lisette dulunya adalah seorang guru sastra di kota kecil sebelum memutuskan menetap di Elowen setelah menikah. Ia mengajarkan anak-anak desa membaca dan menulis, kadang juga menyelipkan pelajaran tentang etika dan empati.

Evelyne sendiri, sejak kecil sudah menunjukkan sisi lembut dan anggun seperti ibunya. Ia gemar merawat bunga, membaca puisi, dan membantu warga desa. Senyumannya menenangkan, dan tutur katanya selalu sopan meski saat sedang kesal. Banyak pemuda desa yang menaruh hati padanya, namun Evelyne selalu menolak dengan halus—seolah menunggu sesuatu yang belum ia temukan.

Harlan, meski usianya baru enam belas tahun, sangat melindungi kakaknya. Ia sering menawarkan diri mengantar Evelyne jika harus pergi ke pasar atau membantu warga. Baginya, Evelyne bukan hanya kakak—tapi juga panutan dan sumber ketenangan di rumah.

"Kakak, hari ini kau mau ke pasar?" tanya Harlan usai sarapan.

Evelyne mengangguk sambil mencuci piring. "Iya, Bu Alenia minta diambilkan kain dari toko Pak Jules. Mau ikut?"

"Tentu. Kita bisa mampir ke toko buku juga?"

Ia tersenyum. "Tentu."

Kehidupan mereka sederhana, namun penuh cinta. Tak ada suara pedang atau taktik perang di rumah itu. Hanya tawa, cerita, dan kehangatan yang mengisi setiap sudut. Namun semua akan berubah dalam waktu dekat—karena tanpa sepengetahuan Evelyne, namanya akan tertulis dalam takdir yang berkaitan dengan seorang Duke dingin dari Utara.

Untuk saat ini, Evelyne hanya seorang gadis desa yang cantik dan sopan, dengan hati seluas langit Elowen. Tapi takdirnya sedang bergerak, perlahan namun pasti, menuju arah yang tak akan pernah ia bayangkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 37: Kengerian dan Kelembutan yang Kontradiktif

    Setelah adegan mengerikan di ruang bawah tanah, Leonhart menggendong Evelyne keluar dari tempat yang dingin dan lembap itu. Evelyne tidak bisa berbicara. Tubuhnya terasa kaku, pikirannya dipenuhi oleh gambaran Lady Thorne yang melepuh. Ia hanya bisa bersandar lemas di dada Leonhart, membiarkan Duke itu membawanya. Leonhart tidak mengatakan apa-apa, hanya terus berjalan dengan langkah mantap hingga mereka tiba di kamar utama. Leonhart menurunkan Evelyne dengan sangat lembut di atas tempat tidur, seolah gadis itu terbuat dari porselen yang rapuh. Ia menatap wajah Evelyne yang pucat, menyentuh lembut pipi gadis itu. "Aku akan mandi sebentar," katanya, suaranya kini kembali lembut dan penuh perhatian. "Kau bisa berbaring dan beristirahat." Sebelum masuk ke kamar mandi, Leonhart menunduk, dan dengan lembut, ia mengecup puncak kepala Evelyne. Sentuhan itu terasa kontradiktif, membuat Evelyne semakin bingung. Suara gemericik air dari kamar mandi mulai terdengar, menandakan Leonhart sudah m

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 36: Kengerian di Ruang Bawah Tanah

    Setelah makan malam yang diwarnai kecemasan, Evelyne kembali ke kamarnya. Jam dinding berdetak pelan, setiap detik terasa begitu panjang. Pukul sembilan malam, namun Leonhart tak kunjung kembali. Kekhawatiran merayapi hati Evelyne. Ia mondar-mandir di dalam kamar, lalu mendekat ke pintu, mencoba mendengar suara di luar. "Tuan Leonhart ke mana?" Evelyne bertanya lirih pada penjaga yang berdiri di depan kamarnya, suaranya dipenuhi kecemasan. "Maaf, Nona. Saya tidak tahu," jawab penjaga itu dengan nada formal. Evelyne menghela napas. Ia kembali duduk di tepi kasur, memandangi pintu dengan tatapan kosong. Beberapa saat kemudian, sebuah ketukan pelan terdengar. Jantung Evelyne berdegup kencang. Ia segera bangkit dan membuka pintu. Di ambang pintu, berdiri seorang prajurit Leonhart dengan seragam gelapnya. "Nona Evelyne Mireille?" Prajurit itu bertanya. Evelyne mengangguk. "Yang Mulia Duke Leonhart meminta Anda untuk mengikutiku ke ruang bawah tanah." Tubuh Evelyne langsung menegang

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 35: Misteri Ruang Bawah Tanah

    Evelyne Mireille telah selesai membersihkan diri. Noda anggur di gaun birunya telah diganti dengan gaun ungu muda yang baru dan bersih. Rasa dingin di tubuhnya sudah hilang, namun sisa-sisa kemarahan dan rasa malu masih melekat. Saat ia duduk di ujung kasur, ia baru menyadari ada sedikit perih di telapak tangannya. Ia melihatnya, ada luka gores kecil akibat gesekan dengan lantai saat ia didorong tadi. "Ah, cuma luka kecil," pikirnya, tidak terlalu mempermasalahkannya. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan dorongan pelan. Leonhart Valezair berdiri di ambang pintu. Raut wajahnya tidak lagi marah seperti sore tadi, melainkan dipenuhi kekhawatiran yang mendalam. Matanya langsung tertuju pada Evelyne, memindai dirinya dari atas ke bawah. Tanpa berkata-kata, Leonhart melangkah cepat ke arah Evelyne, lalu berlutut di hadapan gadis itu. Raut wajahnya menunjukkan campur aduk emosi. "Aku mendengar laporan dari pelayan," suaranya serak dan tegang. "Lady Thorne… dia menyerangmu." Evelyne menu

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 34: Kecemburuan Sang Bangsawan dan Api Evelyne

    Sinar mentari pagi mengintip dari balik tirai sutra tebal, perlahan membangunkan kamar tidur megah itu. Kali ini, Leonhart Valezair-lah yang terbangun lebih dulu. Ia tidak langsung bangkit, melainkan berbaring miring, mengamati wajah Evelyne yang terlelap dalam pelukannya. Rambut gelap Evelyne tergerai di bantal, pipinya merona lembut, dan bibirnya sedikit terbuka. Dalam tidurnya, Evelyne terlihat begitu damai, begitu polos, begitu… sempurna. Sebuah senyum tipis, penuh kelembutan yang jarang ia tunjukkan kepada siapa pun, terukir di bibir Leonhart. Ia mengangkat tangannya, dan dengan sangat perlahan, ia mengecup dahi Evelyne, lalu turun ke pipinya, dan kemudian ke bibirnya, sentuhan-sentuhan ringan yang penuh kasih. Ia mengulanginya beberapa kali, menikmati kelembutan kulit Evelyne di bawah bibirnya. Evelyne menggeliat pelan, matanya mengerjap. Ia terkejut saat menyadari betapa dekatnya wajah Leonhart, dan sensasi lembut ciuman di wajahnya. Pipi Evelyne langsung merona merah sempur

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 33: Penyesalan Sang Duke dan Pengakuan Terlarang

    Pintu kamar utama terbuka dengan suara berderit, dan Leonhart Valezair melangkah masuk. Aura marahnya masih terasa kuat, namun kini bercampur dengan sesuatu yang lain—kekalutan dan keraguan. Matanya yang tajam langsung tertuju pada Evelyne yang duduk di meja makan kecil di sudut kamar, makanannya belum habis, dan bibirnya masih bengkak akibat ciuman brutal sore tadi. Evelyne yang mendengar suara pintu, langsung mengangkat kepalanya. Begitu melihat Leonhart, tubuhnya menegang. Rasa takut kembali menyelimutinya, membuatnya menunduk, tidak berani menatap mata Duke itu. Ia menunggu kemarahan berikutnya. Leonhart tidak langsung mendekat. Ia berdiri di ambang pintu selama beberapa saat, matanya mengamati Evelyne yang tampak begitu kecil dan rapuh. Pikirannya dipenuhi oleh perkataan Eldrin di ruang makan tadi: "Cepat atau lambat, Evelyne akan muak, dia akan menemukan cara untuk meninggalkanmu, Leonhart." Kalimat itu menusuknya dalam-dalam, menyentuh ketakutan terbesarnya. Ia tidak akan pe

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 32: Badai di Meja Makan Raja

    Malam itu, di ruang makan utama Istana Aerondale, meja makan yang biasanya ramai kini terasa hampa bagi Evelyne. Setelah insiden di dapur dan hukuman brutal Leonhart, Evelyne tidak diizinkan keluar kamar. Leonhart sendiri yang memerintahkan para pelayan untuk membawa makan malam ke kamarnya. Evelyne makan dalam keheningan yang mencekam, bibirnya masih perih dan bengkak, menjadi pengingat pahit akan kemarahan Duke. Ia merasa terkurung, sendirian, dan sangat ketakutan. Sementara itu, di ruang makan utama, Raja Alfonse, Ratu Seraphina, dan Pangeran Eldrin sudah duduk di kursi mereka. Suasana makan malam seharusnya tenang, namun kecemasan terpancar jelas dari wajah Ratu. Ia terus-menerus melirik kursi di sebelah Leonhart yang kosong, tempat Evelyne biasanya duduk. "Leonhart," Ratu Seraphina memulai, suaranya terdengar cemas. "Di mana Evelyne? Kenapa dia tidak ikut makan malam?" Ada nada kekhawatiran yang jelas dalam pertanyaannya, mengingat apa yang ia saksikan di dapur sore tadi. "Dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status