Home / Romansa / Obsesi Seorang Calon Raja / BAB 5 : Gaun Tak Terduga

Share

BAB 5 : Gaun Tak Terduga

Author: Lifi Yamanaka
last update Last Updated: 2025-07-29 01:18:18

Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui celah-celah jendela kayu rumah Evelyne. Aroma kaldu ayam dan roti panggang menguar dari dapur kecil yang hangat. Lisette, ibunya, tampak sibuk mengaduk sup dalam panci besar sementara Evelyne membantu memotong wortel di meja. Mereka bekerja dalam keheningan yang nyaman, hanya sesekali terdengar denting sendok dan suara api yang berkedip dari tungku.

"Harlan masih tidur?" tanya Lisette tanpa menoleh.

"Sudah bangun, tapi sedang membantu Ayah di bengkel belakang," jawab Evelyne sambil tersenyum. "Katanya, hari ini ada pesanan meja dari keluarga Pak Torrin."

Lisette mengangguk puas. "Baguslah. Hari ini kita makan siang lebih awal, jadi kamu bisa pergi ke pasar lebih cepat."

Setelah sarapan bersama di meja kayu yang sedikit retak di sudut, Evelyne berpamitan. Ia membawa tas rotan berisi koin dan daftar belanjaan dari ibunya. Harlan menepuk bahunya pelan sebelum kembali ke bengkel, dan Ayahnya, Cedric, mengangguk sambil berkata, "Hati-hati di jalan."

Pasar Elowen seperti biasa, hiruk-pikuk dan semarak. Suara tawar-menawar, tawa anak-anak, dan teriakan para penjual menyatu jadi satu alunan sibuk yang khas. Evelyne sudah biasa berjalan cepat di antara kerumunan, melewati deretan kain, sayur, dan pernak-pernik desa.

Namun langkahnya terhenti saat melihat seorang nenek tua duduk kelelahan di tepi jalan pasar, dikelilingi beberapa karung dan kotak kecil. Wajah nenek itu pucat, napasnya terlihat berat.

Tanpa ragu, Evelyne menghampiri. "Nenek, boleh saya bantu?"

Nenek itu mengangkat wajahnya perlahan. Matanya teduh, meski keriput di wajahnya menunjukkan kelelahan. "Ah… kamu baik sekali, Nak. Seharusnya cucuku sudah menjemput, tapi… sepertinya dia terlambat."

"Saya bisa bantu bawa barang-barangnya dulu, kalau nenek berkenan, ikut saya ke rumah. Rumah saya tak jauh dari sini, dan Nenek bisa menunggu di sana sampai cucu nenek datang," ujar Evelyne lembut.

Nenek itu sempat ragu, namun melihat ketulusan Evelyne, akhirnya ia mengangguk. "Kalau begitu, maaf merepotkan ya."

Sepanjang jalan, mereka mengobrol ringan. Nama sang nenek ternyata adalah Ny. Adara. Meskipun tubuhnya kecil dan jalannya perlahan, ucapannya penuh wibawa.

Setibanya di rumah Evelyne, keluarga Mareille menerima tamu tak terduga itu dengan ramah. Lisette langsung menyiapkan teh hangat, sementara Cedric dan Harlan membantu menurunkan barang bawaan nenek itu.

"Terima kasih… aku tak menyangka akan disambut sehangat ini," ucap Ny. Adara pelan, memandangi seisi rumah dengan mata berbinar.

"Kami hanya melakukan apa yang semestinya dilakukan," kata Cedric sambil tersenyum.

Setelah beberapa saat, Ny. Adara menatap Evelyne penuh rasa ingin tahu. "Kalian akan menghadiri Pesta Kedamaian besok?"

Lisette dan Cedric saling pandang. Harlan mengangguk pelan. Evelyne menjawab dengan ragu, "Kami… belum tahu, Nenek. Kami bukan orang yang punya pakaian pantas untuk ke pesta istana."

Ny. Adara terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. "Aku tahu itu mungkin terdengar sepele… tapi tahukah kalian, dulu pun aku berasal dari keluarga sederhana. Aku paham perasaan itu."

Semua di ruangan terdiam, mendengarkan.

"Tapi, kebaikan itu akan selalu menemukan jalannya," lanjut sang nenek. Ia kemudian membuka salah satu kotak kayu yang dibawanya. Di dalamnya, terlipat rapi dua gaun berkilau dengan potongan anggun dan warna lembut, serta dua setelan pria berwarna gelap dengan sulaman emas di bagian kerah.

"Anggap ini tanda terima kasihku karena telah menerimaku dengan hangat. Aku ingin kalian memakainya untuk pesta esok hari."

Lisette buru-buru menolak. "Nenek, kami tidak bisa menerima—"

"Bisa," potong Ny. Adara, lembut tapi tegas. "Pakaian ini kubuat untuk orang-orang baik, bukan untuk orang istana yang kaku."

Harlan menatap gaun-gaun itu dengan mata bulat. Evelyne tertegun. Tangannya gemetar saat menyentuh kainnya, yang begitu lembut, seolah tak nyata.

Beberapa saat kemudian, suara derap kuda terdengar dari luar rumah. Sebuah kereta berhenti di depan pagar. Seorang gadis muda dengan rambut bergelombang turun dari dalamnya, mengenakan mantel beludru hijau zamrud.

"Nenek! Maaf aku terlambat! Jalanan pasar macet…"

Gadis itu menghampiri sang nenek, lalu tersenyum pada Evelyne dan keluarganya. "Perkenalkan, aku Lyra. Cucu Ny. Adara."

Evelyne tersenyum dan mengangguk sopan. "Saya Evelyne. Senang bertemu denganmu."

"Aku yang harusnya bilang begitu," jawab Lyra. "Terima kasih sudah menjaga nenekku."

Lyra memandang Evelyne penuh rasa ingin tahu. Bukan rasa sok akrab, melainkan ketertarikan tulus yang hangat. "Kamu juga akan pergi ke pesta besok?"

Evelyne tampak ragu sejenak, lalu mengangguk. "Iya, sepertinya…"

"Kalau begitu, ayo pergi bersama. Kami punya tempat kosong di kereta," tawar Lyra spontan.

Lisette sempat ingin menolak secara halus, namun Ny. Adara menepuk tangannya. "Izinkan mereka, Lisette. Aku ingin cucuku punya teman baik."

Setelah perpisahan hangat dan beberapa pelukan, kereta pun melaju kembali menuju kota. Evelyne menatap gaun dalam dekapannya dengan hati yang masih tak percaya. Hari itu ia pergi ke pasar hanya untuk membeli sayur, tapi pulang dengan hadiah yang akan mengubah segalanya.

Ia memandang langit senja yang mulai menguning, dan dalam hati, ia tahu… hari esok akan membawa sesuatu yang luar biasa.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 40: Membara dalam Kereta dan Debut Sang Dewi Merah

    ​Malam itu, rombongan kerajaan berangkat menuju kediaman Countess Delacroix. Rombongan dibagi menjadi dua kereta kuda mewah.​Kereta Pertama di isi Raja, Ratu dan Pangeran Eldrin. ​Raja Alfonse, Ratu Seraphina, dan Pangeran Eldrin berada di kereta pertama. Suasana di dalamnya penuh kehangatan dan rasa ingin tahu.​"Aku harus akui, ibu memilih gaun yang luar biasa untuk Evelyne," ujar Eldrin, bersandar di kursinya. "Gadis itu... dia benar-benar memukau. Auranya malam ini seperti seorang dewi."​Raja Alfonse tersenyum bangga. "Aku setuju. Dia memiliki kecantikan yang langka. Dia tidak terlihat seperti gadis desa sama sekali."​Ratu Seraphina tertawa kecil. "Siapa dulu yang menyiapkan dan memilihkan gaunnya?" Ia menyentuh lembut lengan suaminya. "Evelyne itu seperti bunga yang hanya butuh waktu untuk mekar. Lihatlah betapa pantasnya dia berada di samping Leonhart. Hanya perlu sedikit sentuhan bangsawan."​"Justru itu yang membuatku khawatir," sela Eldrin. "Dia terlalu polos untuk menghad

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 39: Sang Dewi Merah

    ​Pagi tiba, membawa kembali Leonhart Valezair dari tugasnya. Ia masuk ke istana dengan langkah cepat, pikirannya sudah dipenuhi bayangan Evelyne. Namun, saat ia tiba di kamarnya, kamar itu kosong. Kekhawatiran kembali muncul, tetapi kini bercampur dengan rasa geli karena ia tahu Evelyne tidak akan melanggar perintahnya.​Saat ia sedang mencari pelayan, ia bertemu dengan Raja Alfonse di koridor utama.​"Leonhart, kau sudah kembali," sapa Raja. "Bagaimana tugasmu?"​Leonhart membungkuk hormat. "Berjalan lancar, Ayah. Semua sesuai rencana." Ia kemudian memotong pembicaraan. "Ayah, apakah Ayah melihat Evelyne? Dia tidak ada di kamar."​Raja Alfonse tersenyum tipis. "Oh, dia sedang bersama Ibumu. Sejak pagi Ratu membawanya ke salon di ibu kota untuk persiapan pesta malam ini. Jangan khawatir, dia dijaga dengan baik."​Leonhart merasa lega, namun juga sedikit kecewa karena tidak bisa bertemu Evelyne segera. Ia mengikuti Raja ke ruang tamu, di mana Pangeran Eldrin sudah menunggu. Ketiganya b

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 38: Undangan Pesta dan Perawatan Putri

    ​Satu minggu telah berlalu sejak insiden di ruang bawah tanah. Rutinitas Evelyne di istana telah menemukan polanya yang unik. Ia bekerja, tetapi sulit disebut sebagai pelayan. Tugas utamanya hanya menyiapkan pakaian Leonhart. Ia tidak diizinkan memasak, bersih-bersih, atau melakukan pekerjaan kasar lainnya. Para pelayan yang bertugas untuknya melayani Evelyne dengan hormat dan penuh perhatian, seolah ia adalah seorang bangsawan. Statusnya kini berada di antara pelayan yang sangat dimanjakan dan simpanan seorang Duke.​Sore itu, Evelyne menikmati kebebasan barunya. Ia duduk di bawah pohon Linden yang rindang di taman istana, membaca buku dari perpustakaan Leonhart. Pikirannya damai. Leonhart menepati janjinya; Evelyne kini diizinkan melakukan apa pun di dalam kompleks istana, tidak lagi terkurung di kamar. Meskipun demikian, bayangan kengerian di ruang bawah tanah masih sering menghantuinya.​Di sisi lain istana, di ruang kerjanya yang luas, Leonhart Valezair baru saja menyelesaikan tu

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 37: Kengerian dan Kelembutan yang Kontradiktif

    Setelah adegan mengerikan di ruang bawah tanah, Leonhart menggendong Evelyne keluar dari tempat yang dingin dan lembap itu. Evelyne tidak bisa berbicara. Tubuhnya terasa kaku, pikirannya dipenuhi oleh gambaran Lady Thorne yang melepuh. Ia hanya bisa bersandar lemas di dada Leonhart, membiarkan Duke itu membawanya. Leonhart tidak mengatakan apa-apa, hanya terus berjalan dengan langkah mantap hingga mereka tiba di kamar utama. Leonhart menurunkan Evelyne dengan sangat lembut di atas tempat tidur, seolah gadis itu terbuat dari porselen yang rapuh. Ia menatap wajah Evelyne yang pucat, menyentuh lembut pipi gadis itu. "Aku akan mandi sebentar," katanya, suaranya kini kembali lembut dan penuh perhatian. "Kau bisa berbaring dan beristirahat." Sebelum masuk ke kamar mandi, Leonhart menunduk, dan dengan lembut, ia mengecup puncak kepala Evelyne. Sentuhan itu terasa kontradiktif, membuat Evelyne semakin bingung. Suara gemericik air dari kamar mandi mulai terdengar, menandakan Leonhart sudah m

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 36: Kengerian di Ruang Bawah Tanah

    Setelah makan malam yang diwarnai kecemasan, Evelyne kembali ke kamarnya. Jam dinding berdetak pelan, setiap detik terasa begitu panjang. Pukul sembilan malam, namun Leonhart tak kunjung kembali. Kekhawatiran merayapi hati Evelyne. Ia mondar-mandir di dalam kamar, lalu mendekat ke pintu, mencoba mendengar suara di luar. "Tuan Leonhart ke mana?" Evelyne bertanya lirih pada penjaga yang berdiri di depan kamarnya, suaranya dipenuhi kecemasan. "Maaf, Nona. Saya tidak tahu," jawab penjaga itu dengan nada formal. Evelyne menghela napas. Ia kembali duduk di tepi kasur, memandangi pintu dengan tatapan kosong. Beberapa saat kemudian, sebuah ketukan pelan terdengar. Jantung Evelyne berdegup kencang. Ia segera bangkit dan membuka pintu. Di ambang pintu, berdiri seorang prajurit Leonhart dengan seragam gelapnya. "Nona Evelyne Mireille?" Prajurit itu bertanya. Evelyne mengangguk. "Yang Mulia Duke Leonhart meminta Anda untuk mengikutiku ke ruang bawah tanah." Tubuh Evelyne langsung menegang

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 35: Misteri Ruang Bawah Tanah

    Evelyne Mireille telah selesai membersihkan diri. Noda anggur di gaun birunya telah diganti dengan gaun ungu muda yang baru dan bersih. Rasa dingin di tubuhnya sudah hilang, namun sisa-sisa kemarahan dan rasa malu masih melekat. Saat ia duduk di ujung kasur, ia baru menyadari ada sedikit perih di telapak tangannya. Ia melihatnya, ada luka gores kecil akibat gesekan dengan lantai saat ia didorong tadi. "Ah, cuma luka kecil," pikirnya, tidak terlalu mempermasalahkannya. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan dorongan pelan. Leonhart Valezair berdiri di ambang pintu. Raut wajahnya tidak lagi marah seperti sore tadi, melainkan dipenuhi kekhawatiran yang mendalam. Matanya langsung tertuju pada Evelyne, memindai dirinya dari atas ke bawah. Tanpa berkata-kata, Leonhart melangkah cepat ke arah Evelyne, lalu berlutut di hadapan gadis itu. Raut wajahnya menunjukkan campur aduk emosi. "Aku mendengar laporan dari pelayan," suaranya serak dan tegang. "Lady Thorne… dia menyerangmu." Evelyne menu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status