Share

2. Terjatuh

Penulis: Raisya_J
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-10 16:56:46

Entah kenapa sekarang waktu berjalan dengan sangat lambat, sehingga membuat Renata menjadi semakin gugup. Ia beberapa kali meneguk ludah, mencari perkataan tepat untuk membuat sang suami tak marah lagi kepada dirinya.

"Gio, aku dan dia hanya—," perkataan Renata terpotong karena Gio jatuh ke pundaknya.

"Gio?" Renata mengerutkan alisnya, ia terus menatap sang suami.

"Sepertinya dia pingsan. Sayang sekali, padahal aku ingin melihat apa yang dilakukan lelaki itu kalau melihat istrinya berdua dan sangat dekat dengan lelaki lain." Bram mengangkat kedua tangannya di udara sambil menggelengkan kepala, lantaran tak sesuai bayangan.

"Kau!" Renata langsung membekap mulutnya, lantaran sadar sekarang sang suami berada di dalam pelukan.

"Apa?" Bram menyeringai dengan lebar.

Renata hanya mengepalkan tangannya kuat karena ia tidak bisa mengumpat lelaki yang berada di depan matanya ini. Ia sadar kalau melakukan hal itu pasti akan membuat suaminya menjadi terbangun.

“Sudahlah kau pergi saja, karena semakin kau berada di sini kau hanya membuatku sakit kepala saja!“ usir Renata dengan ketus.

Bram diam saja, ia tak menanggapi perkataan Renata yang sekarang mengusirnya. Malah terus memandang ke arah wanita tersebut lekat.

Sementara Renata sendiri berusaha untuk memindahkan posisi Gio yang berada di depannya ke pundak, supaya bisa memapah sang suami untuk masuk ke dalam kamar mereka. Namun, jangankan membawa sang suami ke dalam kamar, memindahkan posisi dari depan ke pundak saja sangat sulit sekali. Ia menjadi tersengal-sengal lantaran merasa keberatan.

“Kau tidak jadi pergi dari sini?” Renata menatap tajam ke arah Bram, ia menjadi melimpahkan amarahnya kepada lelaki itu.

“Apa kau butuh bantuan? Sepertinya sangat sulit bagimu yang seorang wanita memindahkan lelaki itu ke lantai dua, di mana kamar kalian berada.” Bram menaik-turunkan alisnya.

“Kau tidak usah membantuku dengan membawa suamiku untuk masuk ke dalam kamar, kau cukup pergi saja dari sini maka itu akan membantuku sekarang!” Renata melirik sinis Bram, ia tak ingin lelaki itu memasuki kamar tempat di mana ia tidur bersama Gio.

Bram tersenyum tipis, ia terus menatap lekat Renata, berharap wanita itu memohon kepadanya untuk membantu.

“Sepertinya kau butuh bantuan.” Bram bersandar di dinding dapur, ia terus menatap lekat Renata.

“Tidak, Bram! Aku bisa melakukannya sendiri, jadi kau pergi saja.” Renata berusaha sekuat tenaga memindahkan Gio ke pundaknya, supaya bisa memapah dengan mudah.

“Kalau kau memintanya, baiklah. Aku akan pergi.” Bram menaruh jasnya di pundak, ia melambaikan tangan kepada Renata.

Lantas Bram meninggalkan Renata seorang diri di dapur tanpa menoleh lagi ke belakang.

“Ugh!” ringis Renata merasa keberatan.

Renata tetap mengusahakan untuk membawa Gio menuju ke arah kamar. Namun, tentu saja semuanya itu sangat sulit. Apalagi ia sekarang sedang menggunakan high heels dan membopong lelaki tersebut hanya seorang diri. Sebenarnya ingin meminta bantuan dari Bram, tetapi dirinya tak yakin kalau akan berakhir dengan mudah, sekaligus tidak ingin memberikan kesempatan kepada lelaki itu.

“Gio! Bangun! Aku tidak kuat kalau harus membawamu ke kamar kita yang berada di lantai dua!” Renata menepuk-nepuk pipi Gio dengan pelan, berharap lelaki itu akan segera bangun.

Gio malah tidak terganggu sedikit pun dengan apa yang Renata lakukan. Sehingga membuat wanita itu menjadi menghela nafas dan menghembuskan. Alhasil terpaksa untuk pasrah memapah lelaki tersebut seorang diri.

“Kenapa kau tidak kunjung berubah?” tanya Renata sambil meringis keberatan.

Saat sudah berada di depan tangga, tangga itu sekarang terasa sangat panjang sekali dan mengerikan. Renata beberapa kali meneguk ludahnya, berharap pemandangan yang sekarang dilihat hanyalah bayangan belaka.

“Kalau kutaruh dia di sofa, takutnya dia akan memarahiku karena tubuhnya menjadi sakit.” Renata menggigit kuku jarinya, bingung ingin meneruskan langkah atau tidak.

Tanpa pikir panjang Renata memutuskan untuk segera menaiki tangga yang berada di depan matanya sekarang. Ia pun memilih untuk melepaskan high heels yang dikenakan, supaya bisa naik dengan aman. Itulah yang dipikirkan oleh wanita tersebut.

Dengan langkah tertatih-tatih Renata pun menaiki tangga tersebut. Baru satu anak tangga ia sudah merasakan kesulitan untuk melangkahkan kakinya kembali. Namun, dirinya tetap terus melangkahkan kaki ke depan, supaya cepat menaruh Gio di kamar mereka.

“Kau pasti bisa Renata!” Renata memegangi pegangan tangga dengan erat.

Renata semakin menginjakkan kaki ke satu-persatu anak tangga, tetapi saat sampai di pertengahan ia merasa sangat kesulitan dan tubuh Gio pun menjadi semakin berat. Alhasil, nafas wanita tersebut pun menjadi tersengal-sengal lantaran ia sudah tidak kuat lagi untuk melangkahkan kakinya untuk semakin naik ke atas.

“Apa aku turun saja?” Renata menyeka keringat di dahinya dengan pelan.

Renata bergetar hebat, karena ia tidak kuat lagi memapah Gio dengan tubuh mungilnya. Saat ia menoleh ke belakang untuk turun, seketika ia merasakan pusing di bagian kepalanya lantaran pemandangan di depan sekarang terasa buram dan tinggi. Padahal sudah beberapa kali naik ke lantai dua, tetapi baru pertama kali ia merasa sangat khawatir.

Karena Renata merasa pusing, pandangan yang menjadi buram, dan kecemasan berlebihan ia menjadi kehilangan keseimbangan. Sehingga membuat wanita itu menjadi terhuyung-huyung, pegangan tangga itu pun menjadi terlepas dari tangannya.

Sebelum itu terjadi kepada Renata, ia sempat berteriak berharap ada seseorang yang akan datang untuk menolong dirinya. Namun, ia teringat kalau tidak ada satu orang pun di dalam rumah, sehingga menjadi pasrah akan keadaan dan lantas memilih untuk memejamkan mata.

Di dalam pikiran Renata sekarang hanya mengamankan suaminya. Supaya lelaki itu tidak jatuh ke lantai dengan keras, sehingga memilih memeluk lelaki itu dengan kuat.

Kedua orang itu menjadi terguling-guling di lantai dari atas sampai ke bawah. Renata merasa bagian tubuhnya menjadi sangat sakit sekali. 

Saat berusaha untuk menahan diri supaya tidak semakin terguling, Renata malah terbentur dengan keras ke lantai. Alhasil kepalanya terasa sangat sakit sekali membuat wanita tersebut perlahan kehilangan kesadaran. Samar- samar matanya melihat ada seseorang yang sekarang sedang berlari mendekat, tetapi ia tidak melihat siapa orang itu, lantaran pandangannya sudah menjadi gelap.

“Gio!” Renata terkejut, sehingga ia langsung terbangun dari pingsan.

Mata Renata melirik kesana-kemari, ia malah mendapati dirinya sekarang sedang berada di ruang tamu. Tepatnya berada di sofa dengan posisi berbaring. Hanya saja dirinya tidak melihat keberadaan Gio.

“Sayang?” teriak Renata mencari keberadaan sang suami.

Renata menatap ke arah jam di dinding, ternyata sekarang hari belumlah terang. Sehingga dirinya yakin, kalau pingsan tadi hanya satu jam saja.

“Kau baru saja bangun?” Seorang lelaki mendekat dengan membawa segelas teh hangat di tangannya.

“Kenapa kau masih ada di sini?” Wajahnya Renata menjadi pucat pasi dengan tangan mengepal kuat memandangi lelaki yang sekarang berdiri di depannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Sepupu Suami   41. Keputusan

    Renata bergeming, ia tak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Gio. Sejujurnya ingin tak percaya, bisa saja kalau suaminya itu hanya ingin melemparkan kesalahan kepada lelaki tidak bersalah seperti Bram. Hanya saja samar-samar terlihat jelas di wajah Bram kalau perkataan Gio itu adalah sebuah kenyataan.“Tentu saja aku tidak ada bukti, tapi Rosetta tahu sendiri kalau kau sendiri lah yang memperkenalkan kami berdua.” Gio menarik tangan wanita itu dengan kuat, berharap Rosetta akan membuka mulut.Hanya saja Rosetta memandang ke arah Bram, kemudian menunduk. Melihat hal itu membuat Renata menjadi menatap Bram dengan lekat.Di mata Renata sekarang sorot mata dingin Bram menjadi sangat mengerikan, membuat tubuhnya bergidik ngeri. Sudah dapat dipastikan kalau lelaki itu bersalah.“Walaupun begitu, tapi kau tetap saja salah menuruti perkataannya. Benar bukan?” Renata melipat tangannya di dada, senyum sinis terukir di bibir.Renata memalingkan wajahnya, berusaha memilih perkataan tepat unt

  • Obsesi Sepupu Suami   40. Kebenaran

    Wajah Gio yang semula panik menjadi memerah ia menatap tajam ke arah Rosetta. Tangannya menarik wanita itu dengan kuat, membuat Rosetta menangis kesakitan.Semua pasang mata menatap ke arah kedua orang itu, membuat Renata menjadi menghela nafas gusar. Ia pun memijat pelipis supaya menghilangkan nyeri di kepala.“Apa kau bisa berhenti sekarang? Banyak orang yang melihat kita!” tegur Renata dengan dingin.Gio melepaskan cengkraman tangannya dari Rosetta, tetapi matanya terus menatap tajam ke arah selingkuhannya tersebut.“Apapun itu, lebih baik katakan di rumah saja.” Renata melirik kesana-kemari, mengisyaratkan kalau di sekitar terlalu ramai.“Memang lebih bagus di rumah saja,” ucap Gio menimpali.Saat Renata berbalik badan, Gio ingin memegang tangan sang istri. Namun, tentu saja kalah cepat dengan Bram yang sedari tadi berada di samping Renata.“Ayo, Renata!” Bram mengarahkan tangan Renata untuk merangkul dirinya.Renata tak menolak, langsung menuruti lelaki itu. Sehingga membuat Bram

  • Obsesi Sepupu Suami   39. Gelisah

    Gio terdiam membeli mendengar perkataan dari Renata. Ia melirik kedua wanita itu sekilas secara bergantian, memikirkan keputusan apa yang akan diambil.“Kau tidak mau?” Renata menautkan kedua alisnya, sorot matanya penuh selidik.Rosetta langsung mendekati Gio dengan mata berkaca-kaca. “Jangan tinggalkan aku, Gio! Aku sedang mengandung anakmu, apakah kau akan tega meninggalkan kami?” Ia mengelus perutnya yang masih rata.Renata terkekeh kecil, “Kau yakin itu anak Gio?” tanyanya dengan nada mengejek.Wajah Rosetta memerah, “Kenapa kau berkata seperti itu? Tentu… saja ini anak Gio,” jawabnya gugup, ia beberapa kali meneguk ludahnya secara kasar.Renata yang sedari tadi memperhatikan gerak”gerik dari Rosetta merasa kalau wanita itu sedang menutupi sesuatu. Sehingga ia semakin menatap untuk mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya wanita tersebut pikirkan.Namun, semakin ditatap Rosetta malah terlihat semakin gugup.“Tapi aku ingin melihat surat hasil pemeriksaanmu, jadi mana surat itu?”

  • Obsesi Sepupu Suami   38. Tidak ada rasa bersalah

    Isakan tangis Rosetta memenuhi seisi kamar, memantul di dinding seperti gema yang tak kunjung padam. Namun, Renata tak bergeming. Ia menatap kosong ke depan, seolah suara itu hanyalah bisikan angin yang tak mampu menembus kekacauan dalam kepalanya.Pikiran Renata sibuk merangkai kepingan kenyataan yang baru saja menghancurkan seluruh dinding pertahanannya.“Apa kau tidak bisa diam?” suara Gio mendesis tajam, tangannya memijat pangkal hidung, nafasnya berat. “Sedari tadi kau terus saja menangis... membuat kepalaku semakin sakit!”Renata memalingkan wajahnya perlahan. Tatapannya tajam, seperti pisau dingin yang menusuk satu per satu orang di ruangan itu.“Bisakah kalian keluar dari kamarku?” ucap Renata, dingin dan datar.Bram hanya mengangguk pelan, lalu dengan tenang mengenakan kembali bajunya. Namun, sorot matanya mengandung ragu. Seolah ada sesuatu dalam dirinya yang enggan meninggalkan Renata sendirian. Namun,Renata tak memberinya pilihan.“Apa kalian tidak dengar? Kalian semua kel

  • Obsesi Sepupu Suami   37. Kabar buruk

    Belum sempat Renata melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Ia mendengar suara pukulan yang sangat kuat dari arah belakang. Lagi-lagi Gio menghajar Bram, tetapi kali ini Bram melawan serangan dari suaminya.“Kalian hentikan sekarang juga!” teriak Renata sambil berlari mendekat.Saat Renata ingin mendekat, ia merasa sangat takut sekali kena pukulan salah sasaran dari salah satu lelaki itu. Sehingga menjadi urung, lantas hanya berusaha melerai dengan mencoba membujuk secara halus. Namun, usaha itu gagal.“Kalian berdua tolong hentikan sekarang juga!” Renata menggeram marah, ia merasa kesal tidak bisa menghentikan kedua lelaki itu.Bram dan Gio menjadi memandang ke arah Renata, wajah wanita itu sekarang sangatlah mengerikan sehingga membuat mereka berdua menjadi berhenti.“Kau tahu sendirian kalau dia yang mulai duluan, aku hanya tidak ingin babak belur karena ulahnya. Wajarkan kalau melawan?” Bram menunjuk Gio dengan geram.Wajah Gio memerah, ia mengepalkan tangannya. “Apa yang maksudmu

  • Obsesi Sepupu Suami   36. Penyesalan

    Renata tersentak, jantungnya berdetak keras ketika suara Gio yang menggelegar memecah udara pagi yang dingin.Gio berteriak marah, "Apa yang kalian lakukan sekarang?"Tubuh Renata seketika menegang. Ia melirik ke sisi ranjang—Bram masih di sana, duduk santai, satu tangan menyisir rambut acak-acakan, seolah teriakan itu tak berarti apa-apa.‘Astaga... aku tak terbangun tadi malam?’ pikir Renata panik, kedua matanya membelalak, nafasnya tercekat.Wajah Gio memerah, rahangnya mengatup erat. Tangan mengepal, tubuhnya sedikit bergetar—amarahnya jelas menari di balik kulit yang menegang."Apa lagi? Seperti yang kau lihat," kata Bram tenang, menoleh perlahan dengan senyum sinis di sudut bibirnya.Tatapan mata Bram menusuk, tajam dan penuh ejekan. Renata menahan napas. Komentar itu seperti bensin yang menyambar nyala api di dada Gio.Bukannya diam saja, Bram justru memperkeruh suasana.Namun... hati Renata tetap dingin. Ingatan tentang video semalam—tubuh Gio bersama perempuan lain—menghapus

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status