Share

3. Samar-samar

Author: Raisya_J
last update Huling Na-update: 2024-12-13 23:10:24

Lelaki yang sekarang berdiri di depan Renata adalah Bram, ia membawa segelas teh hangat untuk wanita tersebut.

“Sebaiknya kau minum dulu, baru kau memarahiku.” Bram memberikan segelas teh hangat itu kepada Renata.

Renata memalingkan wajahnya ke arah lain, karena ia merasa kesal setelah mengetahui ternyata Bram tidak pergi dari rumahnya.

"Bukankah aku bilang kau harus pergi dari rumahku, tetapi kenapa kau tidak kunjung pergi dan malah masih di sini?“ tanya Renata dengan ketus. 

Bram mengusap wajahnya dengan kasar, ia tidak menyangka kalau wanita di depannya ini masih memiliki tenaga untuk marah-marah. Padahal baru saja tersadar akibat terjatuh dari tangga.

“Minum saja dulu.” Bram memberikan teh itu dengan kasar di tangan Renata.

Renata mau tidak mau menerima pemberian dari Bram itu. Karena kalau ia tidak menyambut, maka isinya akan tumpah ke tubuhnya. Namun, ia tidak langsung meminum pemberian lelaki tersebut, lantaran merasa curiga.

“Aku tidak menaruh apapun di dalam minuman itu, jadi kau bisa meminumnya dengan tenang," tutur Bram, ia melihat tatapan penuh cerita dari Renata.

Renata ragu, tetapi ia sekarang merasa sangat haus lantaran baru saja tersadar dari pingsan. Sehingga ia pun memilih untuk meminumnya secara perlahan. Memang saat meminumnya Renata merasa lebih baik.

"Terima kasih karena kau telah menolongku. Tapi suamiku di mana?” Renata melirik ke arah sekitar, ia tidak mendapati Gio di mana pun.

“ Aku sudah memindahkannya ke dalam kamar kalian dengan aman, “ jawab Bram dengan tersenyum tipis.

“Apa Gio bangun?” Mata Renata melotot, karena ia terkejut.

Pikiran Renata sekarang adalah Gio sudah terbangun, karena Bram tidak mungkin tahu letak kamar yang mereka tempati. Sehingga mulai berpikir kalau suaminya itulah yang mengarahkan ke mana harus menuju.

“Dia tidak bangun sama sekali, sampai membuatku heran padahal sudah terjatuh dari tangga,” ucap Bram dengan santai.

Mendengar hal itu membuat Renata menjadi mengira kalau Bram asal menaruh suaminya di kamar lain. Sehingga ia bergegas beranjak dari duduknya dan menaruh gelas yang masih berisi setengah itu ke atas meja.

"Kau mau ke mana?” Bram menautkan alisnya menatap heran ke arah Renata.

“Itu bukan urusanmu! “ jawab Renata dengan ketus.

“Aku sudah memastikan kalau aku menaruh suamimu itu ke dalam kamar kalian. Jadi kau bisa istirahat dulu sebelum masuk ke dalam kamar, karena pasti kau merasa pusing lantaran baru saja tersadar dari pingsan.” Bram menahan tangan Renata supaya tidak pergi.

“Bagaimana bisa kau yakin kalau kau menaruhnya di tempat yang benar? Sedangkan kau sendiri saja tidak tahu di mana kamar kami berada!” Renata menepis tangan Bram dengan kasar.

Karena Renata khawatir kalau Bram menaruh Gio sembarangan, seperti menaruh suaminya itu di kamar kosong yang berdebu. Bukannya membantu malah akan membuat sang suami menjadi kesal akibat harus terbangun di kamar seperti itu.

“Aku sangat yakin itu adalah kamar kalian, karena aku melihat buku-buku yang berada di lemari kecil di sampingnya ranjang,” tutur Bram.

Mendengar perkataan dari Bram membuat Renata menjadi terhenti.

“Ternyata kau masih tidak berubah ya, dari dulu kau masih suka sekali menaruh buku di samping ranjang karena sebelum tidur kau selalu membaca, “ ucap Bram dengan tertawa kecil.

“Itu sudah menjadi masa lalu, jadi jangan kau ungkit lagi! Lebih baik kau lupakan saja semua yang telah berlalu di antara kita,” ucap Renata dengan tegas.

“Bagimu itu adalah masa lalu yang harus dilupakan, tapi bagiku itu adalah masa-masa indah saat kita bersama. Aku tidak ingin melupakan semua kenangan indah kita itu. “ Bram menunjukkan raut wajahnya sedih.

“Sebaiknya kau keluar saja, karena sekarang sudah dini hari.” Renata mengarahkan Bram ke arah pintu keluar.

Bram hanya mengikuti Renata dari belakang dengan raut wajah sendu. Ia kali ini tidak mengatakan apapun sampai tak terasa mereka sudah sampai di depan pintu.

“Terima kasih karena telah membantuku dan kuharap kita tidak akan bertemu lagi.” Renata tersenyum sambil menutup pintu rumahnya dengan rapat.

Tak lupa Renata menguncinya dari dalam, lantas ia pun terduduk di balik pintu itu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

“Tolong jangan menghancurkan rumah tanggaku,” gumam Renata pelan.

Sementara Bram yang berada di luar, ia terus memandangi ke arah pintu rumah milik Renata itu dengan tatapan datar. Ia bahkan tidak berkedip satu kali pun selama beberapa menit.

Renata mengintip dari kaca, ia ingin memastikan kalau kali ini Bram benar-benar pergi dari rumah dirinya dan sang suami.

“Kenapa dia hanya memandang ke arah pintu saja?” gumam Renata pelan.

Tatkala mata Renata terus memperhatikan ke arah Bram, ia melihat lelaki itu tersenyum menyeringai dan menggumamkan sesuatu. Sehingga membuat dahinya menjadi mengerut. Tak lama lelaki tersebut pergi menjauh dari sana, baru ia bisa menghela nafas lega.

"Apa-apaan dia? “ tanya Renata seorang diri.

Renata memilih untuk memastikan semua pintu terkunci dengan rapat sebelum masuk ke dalam kamar. Ia sangat khawatir kalau tiba-tiba ada seseorang yang masuk entah itu Bram atau pun orang lain. Apalagi sekarang suaminya dalam keadaan tidak sadarkan diri.

“Bisa-bisanya dia tidak bangun padahal jatuh dari tangga.” Renata menatap lelaki yang sekarang sedang tertidur pulas di ranjang kamar mereka.

Renata menguap beberapa kali, ia merasa sangat mengantuk dan lelah karena mengurus Gio yang mabuk sungguh menguras tenaga. Tubuhnya pun terasa sangat sakit, sehingga ia memilih untuk berbaring di samping sang suami dengan perlahan

“Ren, bisa-bisanya kau terlambat bangun seperti ini! “ pekik Gio dengan penuh amarah.

Gio menarik selimut yang dipakai oleh Renata dengan kasar. Alhasil membuat wanita tersebut menjadi terkejut dan langsung terduduk di ranjang. Renata sekarang melihat sang suami terlihat marah kepada dirinya.

“Kenapa kau bisa-bisanya terlambat bangun, Renata? Bahkan pakaian kerjaku kau belum setrika dan makanan pun tidak ada di meja! “ Gio memasang dasinya dengan raut wajah penuh amarah.

Renata langsung beranjak dari ranjang untuk mendekati sang suami yang sekarang terlihat sangat kesusahan sekali mengenakan dasi. 

“Tadi malam aku tidak bisa tidur karena kau datang dengan keadaan mabuk. Jadi jangan salahkan aku untuk itu.” Renata menarik dasi Gio dengan kasar, lantaran ia terbawa amarah.

“Kau terlalu kuat menarik dasinya, apa kau ingin membuat aku celaka?” Gio menepis tangan Renata dengan kasar, wajahnya terlihat sangat frustasi.

“Bagaimana aku tidak marah kalau kau sendiri membuatku seperti ini? Padahal aku sudah susah payah membawamu naik ke lantai dua, supaya kau bisa beristirahat dengan nyaman, Tapi saat kau terbangun malah memarahiku seperti ini.” Mata Renata berkaca-kaca, ia hampir menumpahkan air matanya mendengar perkataan Gio.

Gio menjadi terdiam, ia lantas mengusap wajahnya dengan kasar. “Maafkan aku, sayang. Karena pagi ini aku bangun terlambat, padahal ada meeting sehingga membuat aku menjadi merasa frustasi.” Ia memeluk sang istri dengan erat.

Renata membalas pelukan Gio. “Ya kali ini aku maafkan.“ Ia menikmati setiap pelukan yang terasa hangat dari sang suami.

“Tapi samar-samar aku mengingat kalau aku sempat tersadar. Saat aku berusaha bangkit, ada seseorang memukul kepalaku dengan kuat.” Gio memegangi kepalanya yang terasa sakit dengan raut wajah penuh kebingungan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Obsesi Sepupu Suami   40. Kebenaran

    Wajah Gio yang semula panik menjadi memerah ia menatap tajam ke arah Rosetta. Tangannya menarik wanita itu dengan kuat, membuat Rosetta menangis kesakitan.Semua pasang mata menatap ke arah kedua orang itu, membuat Renata menjadi menghela nafas gusar. Ia pun memijat pelipis supaya menghilangkan nyeri di kepala.“Apa kau bisa berhenti sekarang? Banyak orang yang melihat kita!” tegur Renata dengan dingin.Gio melepaskan cengkraman tangannya dari Rosetta, tetapi matanya terus menatap tajam ke arah selingkuhannya tersebut.“Apapun itu, lebih baik katakan di rumah saja.” Renata melirik kesana-kemari, mengisyaratkan kalau di sekitar terlalu ramai.“Memang lebih bagus di rumah saja,” ucap Gio menimpali.Saat Renata berbalik badan, Gio ingin memegang tangan sang istri. Namun, tentu saja kalah cepat dengan Bram yang sedari tadi berada di samping Renata.“Ayo, Renata!” Bram mengarahkan tangan Renata untuk merangkul dirinya.Renata tak menolak, langsung menuruti lelaki itu. Sehingga membuat Bram

  • Obsesi Sepupu Suami   39. Gelisah

    Gio terdiam membeli mendengar perkataan dari Renata. Ia melirik kedua wanita itu sekilas secara bergantian, memikirkan keputusan apa yang akan diambil.“Kau tidak mau?” Renata menautkan kedua alisnya, sorot matanya penuh selidik.Rosetta langsung mendekati Gio dengan mata berkaca-kaca. “Jangan tinggalkan aku, Gio! Aku sedang mengandung anakmu, apakah kau akan tega meninggalkan kami?” Ia mengelus perutnya yang masih rata.Renata terkekeh kecil, “Kau yakin itu anak Gio?” tanyanya dengan nada mengejek.Wajah Rosetta memerah, “Kenapa kau berkata seperti itu? Tentu… saja ini anak Gio,” jawabnya gugup, ia beberapa kali meneguk ludahnya secara kasar.Renata yang sedari tadi memperhatikan gerak”gerik dari Rosetta merasa kalau wanita itu sedang menutupi sesuatu. Sehingga ia semakin menatap untuk mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya wanita tersebut pikirkan.Namun, semakin ditatap Rosetta malah terlihat semakin gugup.“Tapi aku ingin melihat surat hasil pemeriksaanmu, jadi mana surat itu?”

  • Obsesi Sepupu Suami   38. Tidak ada rasa bersalah

    Isakan tangis Rosetta memenuhi seisi kamar, memantul di dinding seperti gema yang tak kunjung padam. Namun, Renata tak bergeming. Ia menatap kosong ke depan, seolah suara itu hanyalah bisikan angin yang tak mampu menembus kekacauan dalam kepalanya.Pikiran Renata sibuk merangkai kepingan kenyataan yang baru saja menghancurkan seluruh dinding pertahanannya.“Apa kau tidak bisa diam?” suara Gio mendesis tajam, tangannya memijat pangkal hidung, nafasnya berat. “Sedari tadi kau terus saja menangis... membuat kepalaku semakin sakit!”Renata memalingkan wajahnya perlahan. Tatapannya tajam, seperti pisau dingin yang menusuk satu per satu orang di ruangan itu.“Bisakah kalian keluar dari kamarku?” ucap Renata, dingin dan datar.Bram hanya mengangguk pelan, lalu dengan tenang mengenakan kembali bajunya. Namun, sorot matanya mengandung ragu. Seolah ada sesuatu dalam dirinya yang enggan meninggalkan Renata sendirian. Namun,Renata tak memberinya pilihan.“Apa kalian tidak dengar? Kalian semua kel

  • Obsesi Sepupu Suami   37. Kabar buruk

    Belum sempat Renata melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Ia mendengar suara pukulan yang sangat kuat dari arah belakang. Lagi-lagi Gio menghajar Bram, tetapi kali ini Bram melawan serangan dari suaminya.“Kalian hentikan sekarang juga!” teriak Renata sambil berlari mendekat.Saat Renata ingin mendekat, ia merasa sangat takut sekali kena pukulan salah sasaran dari salah satu lelaki itu. Sehingga menjadi urung, lantas hanya berusaha melerai dengan mencoba membujuk secara halus. Namun, usaha itu gagal.“Kalian berdua tolong hentikan sekarang juga!” Renata menggeram marah, ia merasa kesal tidak bisa menghentikan kedua lelaki itu.Bram dan Gio menjadi memandang ke arah Renata, wajah wanita itu sekarang sangatlah mengerikan sehingga membuat mereka berdua menjadi berhenti.“Kau tahu sendirian kalau dia yang mulai duluan, aku hanya tidak ingin babak belur karena ulahnya. Wajarkan kalau melawan?” Bram menunjuk Gio dengan geram.Wajah Gio memerah, ia mengepalkan tangannya. “Apa yang maksudmu

  • Obsesi Sepupu Suami   36. Penyesalan

    Renata tersentak, jantungnya berdetak keras ketika suara Gio yang menggelegar memecah udara pagi yang dingin.Gio berteriak marah, "Apa yang kalian lakukan sekarang?"Tubuh Renata seketika menegang. Ia melirik ke sisi ranjang—Bram masih di sana, duduk santai, satu tangan menyisir rambut acak-acakan, seolah teriakan itu tak berarti apa-apa.‘Astaga... aku tak terbangun tadi malam?’ pikir Renata panik, kedua matanya membelalak, nafasnya tercekat.Wajah Gio memerah, rahangnya mengatup erat. Tangan mengepal, tubuhnya sedikit bergetar—amarahnya jelas menari di balik kulit yang menegang."Apa lagi? Seperti yang kau lihat," kata Bram tenang, menoleh perlahan dengan senyum sinis di sudut bibirnya.Tatapan mata Bram menusuk, tajam dan penuh ejekan. Renata menahan napas. Komentar itu seperti bensin yang menyambar nyala api di dada Gio.Bukannya diam saja, Bram justru memperkeruh suasana.Namun... hati Renata tetap dingin. Ingatan tentang video semalam—tubuh Gio bersama perempuan lain—menghapus

  • Obsesi Sepupu Suami   35. Malam yang panas

    Tanpa mengatakan apapun lagi Renata langsung mengecup bibir Bram. Ia semakin larut menenggelamkan dirinya ke dalam lautan paling dalam, tak ada terbesit di dalam dirinya untuk naik ke atas, fokusnya hanya ingin melupakan rasa sakit yang semakin menjadi dengan membalas sesuai apa yang diberikan.Tak disangka oleh Renata, Bram malah mendorong dirinya untuk menjauh. Lelaki itu menyeka mulut dengan kasar.“Kenapa? Bukannya kau juga menginginkan hal ini?” Renata menatap penuh selidik, tak menyangka kalau Bram akan menolak dirinya.“Aku tidak ingin melakukan hal yang dapat kau sesali nanti.” Bram memalingkan wajahnya yang memerah, ia berusaha menahan diri untuk tidak melakukan hal lebih.Renata tersenyum kecut mendengar perkataan dari Bram. "Kau tidak usah memikirkan hal itu karena aku tidak akan menyesalinya.” Renata menarik kerah Bram kembali, ia tidak tahu kalau sekarang lelaki yang berada di depannya bukanlah seorang lelaki biasa melainkan seekor binatang buas. Binatang buas yang sudah

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status