Tok! Tok! Tok!
“Jora, ayo makan,” bujuk Rina yang sudah merasa semakin khawatir akan keadaan putrinya yang memilih berdiam di dalam kamar setelah kemarin sampai di rumah.
Marje menghela napasnya pelan, lantas kembali ikut mengetuk pintu kamar Kejora. “Jora, boleh aku masuk?” izinnya.
Kejora masih saja terduduk dengan berselimut bedcover tebal di tubuhnya. Musim panas sudah berganti dengan musim gugur yang sebentar lagi membawa suhu lebih dingin dan hujan akan terus turun bahkan bisa berganti dengan butiran salju.
Dia menghela napasnya, merasa bersalah sudah mengabaikan orang tuanya yang merasa khawatir dari kemarin. Memang dia mengabaikan perutnya yang meronta kelaparan dan minta diisi. Dengan segenap perasaannya, akhirnya dia mau bergerak.
Menuju pintu dan membukakan pintu untuk kedua orang tuanya.
Cklek!
“Hm?”
Melihat penampilan Kejora yang begitu tak baik membuat Rina terenyu
Siapa yang akan terima jika orang yang dicintainya menghilang tiba-tiba? Tidak ada. Yang ada hanyalah rasa marah dan ingin tahu kenapa dia ditinggalkan? Seperti Andromeda yang merasa dikhianati oleh orang-orang di sekelilingnya, termasuk tangan kanan yang sudah sangat dia percaya.Pria itu mengerang, dengan pengar yang begitu melanda kepalanya akibat dia meneguk minuman beralkohol dengan dosis tinggi dan meminumnya sampai sekarat. Dia tak pernah berpikir akan menjadi segila ini usai di usianya yang muda di London segila ini juga.Pria itu melihat sekelilingnya. Dia bahkan tak tahu tempat pulangnya berubah menjadi apartemen studio. Dan tubuhnya hanya berada di sofa, siapa yangMendadak ingatannya melayang pada kejadian semalam. Dia yang tanpa sadar hampir membuat nyawa pria itu melayang akibat emosinya yang tak terkontrol.Dia mengerang, merasakan sakit di kepalanya dan terasa begitu berat akibat hangover.Tapi kena
Dua tahun kemudian ….“Kamu yakin akan pulang?” Untuk kesekian kalinya, Rina terus bertanya soal Kejora yang akan kembali ke Indonesia, tempat yang memiliki kenangan pahit tentangnya itu.“Ma, please. You asked that yesterday, now you don’t need to ask it again, okey?” Kejora meraih tangan Ibunya, dia dapat melihat bagaimana wanita itu nampak mengkhawatirkannya.“You know what I mean Jora,” desah Rina lantas berbalik.Matanya jelas melihat lembar undangan yang ada di atas meja yang ditujukan kepadanya dan juga Kejora tentu saja. Dia kembali meresahkan keputusan Kejora yang ingin datang ke pesta pertunangan.Kejora kembali men
Kejora sudah turun dari pesawat, di balik kacamata hitam Rayban miliknya yang tergantung di hidungnya, matanya menatap sekelilingnya. Mencari seseorang yang katanya berjanji akan menunggunya dan menjemputnya.“Jora what are you waiting for?” tegur Rina yang melihat Kejora tak kunjung berjalan kembali.“She said will pick me up, I think she is lie now,” dengus wanita itu lantas menarik kembali koper miliknya.Banyak orang yang tengah menunggu penumpang pesawat sampai, mereka juga ikut menjemput dan menunggu. Sedangkan dia? Yang katanya berjanji akan menunggu tak kelihatan sama sekali.“Mungkin dia sibuk, dia memiliki pekerjaan bukan?” sela Marje yang menarik Kejora dan memeluknya erat.
“Kamu mau membeli gaun yang mana?” Suara sang Tante menyela kegiatan Kejora yang tengah kebingungan memilih.Kejora menoleh pada Inara, Tantenya. Dia menggeleng lesu. Dia tak terlalu memusingkan soal baju, tapi keluarga dari pihak ibunya yang terus mengajaknya pergi setelah pertemuan keluarga dan menyambut kedatangan mereka.“Tidak usah Tan, sepertinya gaunku masih baik-baik saja kok,” tolak Kejora dengan halus.Namun Ina menggeleng tegas. “Kamu harus memilihnya Jora, Wijaya adalah kesombonga. Tante enggak yakin mereka akan tersenyum melihat kedatanganmu dan Mamamu.”Kejora terdiam, dia tak paham kenapa semua itu begitu sensitif soal derajat keluarga, dia kembali pusing memikirkan gaun yang mana. Bukan soal harga, dia juga terbiasa dengan harga ribuan euro saat Marje memberikannya hadiah. Hanya saja, bukan tentang harga.Marje datang bersama Rina yang menyusul masuk ke dalam butik. Rina dan Ina suda
“Sudah siap?” Tangan Mike terulur pada Kejora yang keluar dari kamarnya.Wanita itu semakin cantik saat ini, berjalan dengan gaun indah yang dikenakannya. Tak lupa rambutnya tersanggul dengan anak-anak rambut yang dibiarkan menjuntai menghiasi sisi wajahnya.Wanita itu menatap Mike malu-malu, pria yang menjadi kekasihnya ini selalu tampan, apa lagi dengan jas yang dikenakannya. Menjadi warna yang serasi dengan gaun yang dikenakannya.“Dia cantik bukan Mike?” Rina memancing jawaban Mike.Tentu saja Mike tertawa dan mengangguk setuju pada Ibu dari kekasihnya. “Tentu saja, hanya orang buta yang tak bisa melihat kecantikannya, Tante.”“Kau sedang mengejekku ya?” Kejora merasa malu, dia selalu saja dipuji oleh Mike jika mereka bertemu seperti saat ini.Bersyukur wajahnya dipakaikan make up yang tak bisa melihat rona pipinya selain rona pipi buatan dari perkakas make up miliknya.
Bagaimana bisa seorang wanita bisa dengan tega membunuh calon anaknya sendiri? Memikirkannya saja membuat Andromeda merasa pusing, dia benar-benar tak bisa mencari alasan yang tepat jika memikirkan bagaimana Kejora yang lembut bisa melakukan itu.Perasaan bencinya pun kini semakin mengembang sempurna.***Flashback onPria itu sudah berkali-kali menyakiti dirinya sendiri dan berharap kalau dia akan bisa melupakan Kejora dengan cara dia memilih mati. Sayangnya Malaikat maut tak berpihak padanya dan malah membuatnya harus terbangun di rumah sakit untuk kesekian kalinya. Dia merasa hidupnya sudah tak bisa dikatakan normal untuk dijalani.Bahkan sayatan-sayatan di tangannya menjadi sebuah keabadian bagaimana dirinya menjemput maut.Namun, karena menjemput maut juga lah dia malah didatangi oleh Ibunya. Wanita itu nampak khawatir saat mendengar kabar Andromeda yang terbilang tak begitu baik dan mengenaskan. Dengan
“Apa kamu ingin bertemu Kejora?” tanya Rina dengan lembut.Andromeda yang masih berbaring di perut Ibunya pun mengangkat pandangannya, memandangi Rina dengan rasa tak percaya.“Apa dia akan datang?”Kali ini Andromeda semakin stabil, usai Rina membujuknya sembuh dengan alasan Kejora akan menemuinya jika dia tak lagi menyakiti dirinya sendiri.“Ya, dia akan datang. Mama jamin itu.” Rina sudah memberikan satu kartu jaminan di ucapannya saat ini.Kali ini Andromeda tersenyum, membayangkan dia akan kembali melihat Kejora.“Tapi … bisakah kamu menerima kenyataan dan kondisi kalian? Kalian hanya bisa menjadi kakak beradik. Kejora sudah banyak menderita saat pergi. Kamu tak akan bisa mencintainya sebagai wanita.”Andromeda diam, kali ini pikirannya seolah menerima.“Kenapa Kejora menderita?”“Karena … dia sama denganmu.”A
Wanita itu untuk kedua kalinya menginjakkan kaki di negara kelahiran Ibunya. Indonesia. Turun di bandara Internasional semakin jelas perbedaan suhu di tubuhnya. Sangat berbanding jauh. Terasa hangat dan menggerahkan seperti saat dirinya masih tinggal di sini.“Kamu benar-benar baik-baik saja?”Sudah kesekian kalinya Marje bertanya begitu. Kejora menganggukkan kepalanya, tak lagi merasa harus takut akan hatinya yang goyah.“Aku sudah memutuskannya Dad. Jadi kumohon cukup dukung aku dan tak perlu bertanya soal itu terus menerus.”Marje terkekeh mendengarnya, dia mengusak lembut rambut panjang Kejora. “Maafkan aku, hanya saja aku terlalu khawatir.” Marje mengeluarkan segala uneg-uneg yang dirasakannya.Kejora menggelengkan kepalanya saja. Mereka akan tinggal di hotel untuk sementara waktu agar bisa beristirahat dari jet lag yang dirasakan usai perjalanan sangat jauh.Kejora hanya b