LOGINHari pernikahan tiba, Anaya hanya menggunakan setelah biasa saja, sama persis di kehidupan lalu. Tidak ada keluarga yang datang, hanya Mama Anindita yang terus menangis melihat anaknya dari kejauhan.
Anaya melangkah mendekati Mamanya, dia tahu persis apa yang ada dipikiran sang Bunda. "Ma, berhenti menangis. Ini hari bahagiaku," Bujuk Anaya, namun tangisan Mama Anindita semakin keras. "Ma, aku tidak akan menikah dengan Bram!" Lanjut Anaya yang tahu seperti apa ke khawatiran Anindita. "Lalu apa ini jika kamu tidak ingin menikahi Bram? Buat apa kamu mengadakan pesta pernikahan, Anaya!" "Calonnya bukan Bram lagi, Ma!" "Cukup, Nak. Sampai kapan kamu dibutakan dengan cinta. Ini semua salah, harusnya kamu mengerti, Anaya!" Mama Anindita bersuara dengan keras. Tidak lama datang rombongan Bram, mereka semua tampak memperhatikan gedung ini yang tampak sederhana. Lalu tiba-tiba, wajah Bram menjadi tidak puas. "Kau bahkan tidak mendekor pernikahanmu seindah yang aku harapkan," Ujar Bram sambil terus menelusuri apapun yang ada di ruangan. "Tidak apa, asal tamu yang datang adalah rekan kerja perusahaanku!" Lanjutnya menambahkan sambil tersenyum manis melihat semua peninggi perusahaan keluarga Anaya datang. Anaya sudah lelah dengan semua sandiwara ini, mengapa Bram sama sekali tidak mempercayai ucapannya. Dia pun bangkit sambil menghalangi Bram yang berniat menaiki panggung yang khusus untuknya dan Ridho. "Kau mau kemana?" Tanya Anaya dengan kedua tangan terlipat. Bram langsung mendorongnya hingga Anaya mundur beberapa langkah. "Aku ingin memperkenalkan diriku sebagai penerus perusahaan yang dikelolah keluargamu," Ucap Bram dengan berani. "Huff, kau bahkan tidak berhak melakukannya. Apa kau pikir diriku benar-benar akan menikah denganmu? Sebentar lagi penghulu akan datang bersama dengan calon suamiku!" Tegas Anaya sambil menampar Bram dengan keras, muak melihat tingkah Bram yang semakin berani padanya. "Aduh, Anaya. Kau masih gengsi sekali. Sekarang Bram akan menjadi suami mu, sebaiknya kamu berikan kami uang yang sudah kamu janjikan!" Ujar Pak Arsyad sambil menarik tangan Anaya dengan keras. Anaya bahkan tidak bisa bergerak sama sekali, pergelangan tangannya di cengkram dengan keras. Di kehidupan sebelumnya, meski Anaya diperlakukan seperti ini oleh keluarga Bram, Anaya masih menerima semua itu bahkan sampai menjadikan mereka seolah ratu dan raja yang wajib Anaya puja. Tetapi kini, Anaya tidak akan melakukannya. Itu semua adalah kebodohannya dimasa lalu. PLAK... Tamparan yang membuat semua orang membeku, selama ini Anaya bahkan tidak berani menyentuh orang tua Bram. Semua orang langsung kaget dan terdiam beberapa menit. "Kalian sepertinya harus membaca nama mempelai pria di depan pintu, supaya kalian tahu siapa yang berhak ada disini!" Tunjuk Anaya dengan mata bersinar. Kali ini, dirinya bertekad untuk tegas terhadap siapapun yang berani merendahkannya. "Kenapa aku harus melakukannya, sudah jelas namaku ada disana, BRAM!" Ujar Bram dengan bangga, bahkan dirinya semakin sombong. Karena Anaya terus saja mengatakan jika itu bukan Bram, salah seorang tamu memilih mengeceknya. Dan dia terkejut melihat nama yang asing tertulis disana. "Ini serius?" Teriaknya tak percaya. Dia pikir Anaya hanya membual karena bertengkar hebat dengan Bram, rupanya semua yang dikatakan Anaya sama sekali benar. Dia pun berlari masuk sambil menghampiri keluarga Bram yang tampak menunggu jawaban darinya. "Itu atas nama Ridho!" Jelasnya membuat semua orang yang ada di dalam gedung saling berpandangan satu sama lain. "Siapa? Ridho? Ridho siapa, Anaya? Kamu selama ini berselingkuh di belakangku?!" Ujar Bram yang panik. Anaya langsung melirik dua penjaga yang sudah dia siapkan sebelumnya karena tahu akan ada masalah di tempat ini. Penjaga itu langsung menyeret tubuh Bram dan memaksanya keluar, tetapi Bram masih tak percaya dan meronta-ronta. "Ha, aku tidak percaya ada lelaki lain yang kamu sukai, Anaya. Apa kamu melakukan semua ini hanya karena cemburu denganku?" Tanya Bram sekali lagi. Di saat bersamaan, keluarga besar Anaya muncul. Nenek beserta saudara Mama Anindita akhirnya datang. Mereka berjalan beriringan dengan banyaknya pengawal yang menjaga mereka. Sekilas menatap Bram ada disana, lalu memberi kode pada pengawalnya. Saat itu, keluarga Bram akhirnya di seret keluar oleh pengawal neneknya. Dan di luar pintu, Bram pun mulai kecewa ketika melihat nama Ridho yang terpana disana. "Ridho? Apa si tukang kurir itu?" Tanya Bram dengan heran. Jelas dirinya meremehkan Anaya dari kemarin. Fanny pun muncul sambil memegang kedua tangan Bram, berniat menenangkan emosi Bram. "Kak Bram, mungkin Anaya terlanjur marah padamu karena selalu membelaku. Aku tidak tahu kak Anaya akan semarah ini..." Ujar Fanny dengan wajah polos namun menyimpang senyum licik dibalik. Ini memang yang dia inginkan, karena yakin Bram satu-satunya orang yang bisa membuatnya bahagia nanti. "Kau harus bertindak, Bram. Uang seratus juta kita melayang begitu saja. Lalu, perusahaan keluarga Anaya yang selama ini kita incar jatuh ke tangan orang lain!" Ungkap Pak Arsyad dengan kesal. "Kesempatan kita untuk kaya hilang, Bram. Kamu seharusnya terus berpura-pura baik di depan Anaya dari kemarin agar dia tidak mengganti calon suaminya!" Tambah Ibu Larissa dengan wajah memerah. Di luar gedung suasana tampak tegang, sementara di dalam gedung hal sama juga terjadi. Anaya tahu, ini adalah konflik yang selama ini dia nantikan. Karena di kehidupan sebelum, setelah Mama Anindita meninggal, topeng keluarga besar Bundanya terbongkar satu per satu membuat Anaya hilang arah dan menderita seorang diri, termasuk neneknya. "Dulu, aku datang pada Nenek meminta tolong untuk memberikan tempat tinggal beberapa hari saja karena aku jelas ingin bercerai dengan Bram. Namun, dia malah memaksa diriku bertahan di dalam pernikahan yang toxic itu. Bahkan saat aku di KD*RT tepat di depan matanya, dia tidak mempermasalahkannya seolah itu sudah menjadi pilihanku sejak dulu karena memaksa menikahi Bram awalnya," Ucap Anaya di dalam hati sambil menatap wajah Neneknya yang begitu dingin. "Ma, akhirnya kamu datang. Aku pikir kalian semua tidak akan datang. Bagaimana pun, Anaya adalah cucu di keluarga besar..." Pembicaraan Mama Anindita langsung terhenti ketika sepupu Anaya, Elis maju menghampiri Anaya dengan memandang rendah pakaian pengantin Anaya. "Terlalu polos, terlalu baik, itu tidak bagus. Selalu dimanfaatkan oleh orang lain." Katanya setengah menyindir. Anaya tidak terlalu terkejut karena dia tahu Neneknya selama ini lebih menyayangi Sepupunya di bandingkan dirinya sendiri. Bahkan sebelum sepupunya berusia 18 tahun, dia sudah mendapatkan saham di perusahaan Neneknya di bandingkan Anaya. "Elis, hari ini hari bahagia, Anaya. Kamu tidak boleh bicara seperti itu," Bela Mama Anindita, namun Nenek Anaya malah maju menatap lekat wajah Anaya dengan tajam. "Aku datang karena dia adalah cucuku, tetapi jika Anaya menikah dengan seorang lelaki yang tidak jelas asal usulnya, bukan lelaki pilihanku maka aku tidak akan memberinya saham seperti Elis. Anaya juga lebih sering membantah apa yang aku katakan!" Penjelasan Nenek Anaya cukup membuat Mama Anindita sampai memegang jantungnya. Sakit hati melanda karena Ibunya satu-satu harapannya terus saja tidak menganggap Anaya sebagai cucu. Semakin Mama Anindita memikirkan kesalahannya dimasa lalu, jantungnya berdebar semakin cepat membuat dirinya sulit bernafas. Anaya langsung memegang Mama Anindita dengan cepat, wajahnya panik takut Ibunya mengalami serangan jantung dadakan. "Mama tidak boleh mati sekarang, aku pasti dibuat hidup susah oleh Nenek!" Bisik Anaya dengan berlinang air mata. "A- Apa?" Mama Anindita melirik perlahan ke arah Anaya, menatap sendu manik mata Anaya yang terus menggelengkan kepalanya. Rupanya di kehidupan sebelumnya...."Anaya keluar kamu!" Ketukan dan teriakan dari luar rumah membuat ketenangan Anaya seketika terganggu. Terlebih hari ini Anaya sedang sendiri di rumah, menikmati waktu luangnya. Lagi-lagi Bram kembali datang dan mencari masalah. Bukan hanya itu, Fenny tampak senang melihat Bram memasang wajah marah."Kak Bram, aku jadi takut. Bagaimana jika Anaya tidak mau mengembalikannya?" Ucap Fenny dengan ekspresi yang berubah drastis. Tampak kesedihan yang begitu mendalam dari balik wajahnya.Anaya sejujurnya malah membuat keributan, tetapi jika dirinya tidak muncul ketenangannya akan terus diganggu. Dia pun bermaksud mengusir Bram bersama Fenny, tetapi ketika membuka pintu...Plak...Anaya kaget sampai kedua matanya melotot. Tidak menyangka akan mendapat tamparan keras secepat ini.PLAK.. PLAK..Dua tamparan khas mendarat di pipi Bram, wajah Anaya kini memerah. Bahkan Fenny sampai membuka mulut ketika melihat Anaya dengan berani menampar Bram."Anaya... Kau?!" Seketika emosi Bram memuncak, ber
Setelah pernikahan Anaya selesai, Ridho terus menatap Anaya seolah tak percaya dirinya telah menikahi Anaya, wanita yang selama ini dia idamkan sekaligus mantan pacarnya."Sampai kapan kau terus menatapku?" Ucap Anaya yang mulai menahan malu terus di tatap dari dekat oleh suaminya."Aku hanya tidak percaya, apa ini mimpi?" Ucap Ridho sambil menepuk pipi Anaya dengan lembut.Mereka berdua pun saling menatap satu sama lain, Anaya sekilas melihat manik mata yang selama ini dia rindukan. Manik mata Ridho yang selalu perhatian padanya meski Anaya cuek dan acuh tak acuh karena sibuk memikirkan Bram."Tapi Anaya, sejak kapan kamu mulai menyukaiku?" Tanya Ridho yang penasaran sambil memegang erat tangan Anaya seolah tak ingin melepasnya."Sejak kamu menghilang!""Apa? Kapan aku menghilang?" Ridho tampak bingung, Namun Anaya hanya tersenyum melihat tingkahnya.Sebenarnya di kehidupan sebelumnya, setelah acara pernikahan sederhana Anaya dan Bram selesai, sejak saat itu Ridho menghilang dari hid
Hari pernikahan tiba, Anaya hanya menggunakan setelah biasa saja, sama persis di kehidupan lalu. Tidak ada keluarga yang datang, hanya Mama Anindita yang terus menangis melihat anaknya dari kejauhan. Anaya melangkah mendekati Mamanya, dia tahu persis apa yang ada dipikiran sang Bunda. "Ma, berhenti menangis. Ini hari bahagiaku," Bujuk Anaya, namun tangisan Mama Anindita semakin keras. "Ma, aku tidak akan menikah dengan Bram!" Lanjut Anaya yang tahu seperti apa ke khawatiran Anindita. "Lalu apa ini jika kamu tidak ingin menikahi Bram? Buat apa kamu mengadakan pesta pernikahan, Anaya!" "Calonnya bukan Bram lagi, Ma!" "Cukup, Nak. Sampai kapan kamu dibutakan dengan cinta. Ini semua salah, harusnya kamu mengerti, Anaya!" Mama Anindita bersuara dengan keras.Tidak lama datang rombongan Bram, mereka semua tampak memperhatikan gedung ini yang tampak sederhana. Lalu tiba-tiba, wajah Bram menjadi tidak puas."Kau bahkan tidak mendekor pernikahanmu seindah yang aku harapkan," Ujar Bram s
Bram kini membawa teman-temannya ke rumah Anaya, disini dirinya akan membuat rencana besar. Beberapa orang sangat antusias menantikan adegan seru karena Bram masih nekad menemui Anaya meski sudah di tolak sebelumnya.Namun, tampak seseorang yang begitu gelisah, manik matanya terus melirik ke arah Bram, memutar malas seolah dirinya tidak senang. Bahkan ekspresi dan raut wajahnya menampilkan semua kegelisahan itu. Dia pun maju melangkah menghampiri Bram, dari lubuk hati terdalamnya muncul rasa iri yang begitu besar terhadap Anaya. Semakin dipikir, semakin marah dirinya."Kau tampak senang?" Tanya Fenny langsung, mulai tak tahan. "Kau tidak lihat begitu penurutnya Anaya padaku. Aku jamin setelah menikah nanti, Anaya akan terus seperti itu." Ujar Bram dengan penuh percaya diri. Benar-benar meremahkan Anaya."Apasih yang kau sukai dari wanita itu?" Guman Fenny yang tidak bisa melawan, hanya terdiam sambil melipat kedua tangannya tepat di depan dada menunggu munculnya sosok Anaya, sosok
"Aku sudah mengurus semuanya, tolong berikan uang senilai 100 juta padaku!" Perintah Pak Arsyad dengan suara mengancam. "Atas dasar apa aku memberikannya, Pak?" Tanya balik Mama Anindita dengan wajah kesal. Dia paling benci di manfaatkan seperti ini oleh orang miskin. Meskipun dirinya sering membantu, tetapi dipaksa untuk membantu membuat dirinya tidak terima. "Anak ibu yang memaksa kami menikahkan anak kami padanya. Anda tahu sendiri, kami belum siap dan belum punya tabungan. Tetapi, dia berjanji akan membayar lunas semua biaya pernikahan bahkan menjanjikan uang 100 juta padaku!" Bu Larissa menyela, menjelaskan detailnya. Mama Anindita syok parah mendengarnya, mulutnya sampai terbuka membentuk oval. "Anaya!" Teriaknya dengan keras. Saat itu Anaya sudah tiba, dia panik melihat Mama nya yang emosi. Anaya tahu, di kehidupan sebelumnya Mama nya syok parah sampai terkena serangan jantung. Karena itu Anaya dibenci semua orang di keluarganya hingga terpaksa mempertahankan pernikah
Bibir Anaya memuntahkan dar-ah, tubuhnya menjadi lemas. Namun yang paling menyedihkan adalah dirinya ditusuk oleh suaminya sendiri. "Aku sudah ingatkan kamu tidak menyentuh Fenny. Meski dia hanya selingkuhan, tetapi aku jauh lebih mencintainya!" Bentak Bram sambil terus menusuk tubuh Anaya semakin dalam. "Akhhh..." "Aku sudah lama ingin melenyapkanmu, hanya saja diriku kasihan karena kamu sedang mengandung. Tetapi kali ini kamu sudah kelewatan batas!" Teriak Bram, suaranya semakin menggema. Saat itu, tangan Anaya terkepal keras. Hatinya semakin menjerit kesakitan, suaminya benar-benar tega membunuh dirinya dan calon anaknya hanya karena Anaya mengusir Fenny dari rumah. Padahal rumah ini milik Anaya seutuhnya, rumah yang diberikan langsung oleh orang tuanya. "Mas, sepuluh tahun kita menikah dan baru kali ini diriku hamil, tetapi kamu malah..." Dengan suara lemah, Anaya berusaha menyampaikan keluh kesannya. Tetapi tatapan Bram sama sekali tidak iba, bahkan manik matanya se







