Share

Obsesi Yang Menyelamatkanku
Obsesi Yang Menyelamatkanku
Author: silent-arl

01.

Author: silent-arl
last update Last Updated: 2025-07-24 13:47:37

Bianca, 25 tahun, seorang Desainer Grafis yang sedang di ambang batas frustrasi, berada di sebuah klub malam yang gegap gempita.

Musik house berdentum memekakkan telinga, lampu strobe memercikkan kilatan warna-warni, dan lautan manusia bergerak dalam euforia yang terasa asing baginya.

Dia menyeruak ke area bar, mencoba memesan cocktail yang bisa menenangkannya.

Namun, bartender di balik konter yang sibuk itu seolah tidak melihatnya, melayani pelanggan lain yang lebih agresif dalam menarik perhatian.

Bianca menghela napas, merasa semakin tenggelam dalam kebisingan dan kekecewaan.

Sudah berminggu-minggu ia tidur hanya empat jam, dan rasanya kepalanya mau meledak memikirkan revisi logo yang tak kunjung disetujui.

Tiba-tiba, sebuah suara bariton yang dalam namun tenang terdengar dari sampingnya, memotong kebisingan di sekitarnya. "Martini, dengan twist lemon. Dan bartender, tolong juga buatkan White Russian untuk nona ini."

Bianca menoleh, sedikit terkejut. Di sebelahnya berdiri seorang pria. Keiran.

Usianya mungkin awal tiga puluhan, dengan aura yang mencolok namun bukan karena ia mencarinya.

Tubuhnya tegap, terbungkus kemeja gelap yang dua kancing teratasnya terbuka santai, memperlihatkan sedikit bagian dadanya yang bidang. Lengan kemejanya digulung rapi hingga siku, menampakkan lengan bawah yang berotot namun tetap proporsional.

Matanya yang gelap, begitu dalam dan intens, menatap lurus ke arahnya, namun ada senyum tipis di sudut bibirnya yang membuatnya tampak santai dan sedikit nakal.

Bartender, entah mengapa, langsung menuruti permintaan Keiran.

Dalam beberapa detik, dua gelas cocktail sudah tersedia di konter.

Keiran mengambil Martini-nya, lalu mendorong gelas White Russian ke arah Bianca.

"Kadang, cara terbaik untuk mendapatkan apa yang kamu mau adalah dengan tidak terlalu keras mencarinya," ucap Keiran, suaranya terdengar jernih di tengah dentuman musik.

Senyum tipisnya melebar sedikit, dan matanya tidak beranjak dari mata Bianca, seolah dia sedang membaca seluruh isi pikiran wanita itu.

Ada kilatan geli di matanya, seperti dia sudah tahu segala sesuatu tentang kelelahan Bianca bahkan sebelum Bianca menyadarinya sendiri.

Bianca merasakan rona panas merambat di pipinya. Ia terpana oleh kehadiran dan kepercayaan diri pria itu. Ia mengambil gelasnya, jemarinya tak sengaja menyentuh jemari Keiran sesaat, dan sentuhan itu mengirimkan sengatan listrik yang tak terduga.

"Terima kasih," gumam Bianca, merasa sedikit kikuk namun sekaligus tertarik. Ia tak tahu harus membalas apa. "Bianca." Ia mengulurkan tangannya, sedikit malu.

Keiran menyambut uluran tangannya, genggaman mereka terasa pas dan hangat. "Keiran," katanya, suaranya rendah dan dalam. "Jadi, Bianca, apa yang membuatmu mencari pelarian di sini malam ini?"

Bianca tertawa hambar. "Pekerjaan. Atau lebih tepatnya, tekanan pekerjaan." Ia menyesap sedikit White Russian-nya. "Aku desainer grafis. Dan kamu?"

Keiran menyesap Martininya, matanya terpaku pada Bianca. "Aku di bidang keamanan," jawabnya, nadanya tenang namun ada sesuatu yang tak terkatakan di sana. "Mungkin itu sebabnya aku punya mata yang terlatih untuk melihat siapa yang sedang butuh 'penjaga'." Senyum tipisnya kembali terukir, penuh makna, dan tatapannya kini semakin dalam, mengunci pandangan Bianca.

*** 

Bianca merasakan getaran aneh saat Keiran mengucapkan kata "penjaga." Bukan rasa takut, melainkan perpaduan rasa penasaran dan tarikan yang kuat. Ia tahu pria di depannya ini berbahaya dalam artian yang paling menarik.

Matanya tak bisa lepas dari tatapan intens Keiran.

"Penjaga?" ulang Bianca, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. Ia tersenyum tipis, menantang. "Sepertinya aku tidak terlihat membutuhkan penjaga malam ini. Justru, aku ingin sedikit lepas kendali."

Keiran hanya terkekeh pelan, suara rendahnya bagai melodi di tengah dentuman musik. Ia meletakkan gelas Martininya di konter, lalu menggeser tubuhnya lebih dekat ke Bianca, jarak di antara mereka semakin menipis.

Aroma kayu yang lembut, bercampur samar dengan wangi alkohol dan mungkin asap rokok yang tertinggal di bajunya, menyelubuti Bianca.

Sekilas, Bianca menangkap tatapan tertarik dari beberapa pasang mata di sekitar mereka, namun itu cepat sirna saat Keiran menoleh sedikit, seolah tanpa sengaja.

"Oh, aku bisa melihatnya," bisik Keiran, suaranya kini begitu dekat hingga Bianca bisa merasakan napas hangatnya di telinga. "Gadis baik yang ingin merasakan sedikit kebebasan. Aku sering bertemu tipe sepertimu." Ada nada menggoda dalam kalimatnya, namun juga pemahaman yang membuat Bianca merasa telanjang. "Tapi, kadang, justru saat kita ingin lepas kendali, di situlah kita paling membutuhkan seseorang untuk memastikan kita tidak benar-benar jatuh."

Jemari Keiran bergerak perlahan, sangat perlahan, dari konter bar ke punggung tangan Bianca, lalu mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya.

Sentuhan itu ringan, namun memancarkan panas yang membakar.

Bianca merasakan merinding di lengannya. Sensasi itu begitu kuat, begitu tiba-tiba, sehingga ia hampir menjatuhkan gelasnya.

Sekejap terlintas di benaknya, “Ini gila. Aku baru mengenalnya. Tapi... kenapa rasanya aku tidak ingin dia berhenti”

"Aku bisa membantumu melepas penat, Bianca," lanjut Keiran, suaranya kini lebih serak, "dengan cara yang jauh lebih... memuaskan dari sekadar sebotol vodka." Matanya terpaku pada bibir Bianca, dan Bianca secara naluriah menjilat bibirnya sendiri, menanggapi godaan yang tak terucap.

Deburan musik di sekeliling mereka seolah sirna. Dunia menyempit hanya pada Keiran dan sentuhan jemarinya yang menghantarkan gelombang sensasi.

Keinginan yang terpendam, yang selama ini ia tekan di balik rutinitas pekerjaan, kini meledak di permukaan. Ia merasakan hasrat yang membara.

"Apa yang kamu maksud?" tanya Bianca, suaranya nyaris berbisik. Ia tahu persis apa yang dimaksud Keiran, dan bagian gelap dalam dirinya menginginkan itu lebih dari apa pun.

Keiran tersenyum, senyum penuh kuasa yang membuat lutut Bianca lemas. "Hanya diriku dan dirimu, Bianca. Jauh dari keramaian ini." Matanya menyapu keramaian klub sejenak, seolah merasa terganggu oleh orang lain yang tak penting. "Di mana kita bisa benar-benar merasakan... lepas kendali." Ia menekankan dua kata terakhir itu, nadanya erotis dan penuh janji.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   62.

    Mendengar pertanyaan Ibunya, Keiran menundukkan kepala. Pukulan dan kemarahan Ayahnya, ditambah kondisi Bianca, telah menguras semua energi dan strateginya. Ia, yang biasanya selalu punya rencana, kini merasa kosong.Keiran menghela napas panjang. "Aku... tidak tahu," jawab Keiran, suaranya serak. Ini adalah pengakuan kelemahan yang sangat jarang keluar dari mulutnya. "Kepalaku kosong, maka dari itu aku kesini." Keiran menutup matanya dengan telapak tangan, tidak ingin ada yang melihatnya begitu hancur.Melihat putranya yang benar-benar terpukul, Ibu Keiran menghela napas. Ia menoleh ke arah seorang asisten rumah tangga yang baru muncul, seorang wanita paruh baya yang tampak begitu menghormati Ibu Kieran. "Tolong bawa Nona Bianca ke kamarnya," perintahnya dengan lembut.Pintu rumah ada yang mengetuk. Ibu Keiran membuka pintu. Dua perawat datang. Dengan membawa tas besar berisi alat medis yang Bianca perlukan. “Kami dihubungi Dokter Lim, dan Tuan Kieran.&rd

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   61.

    Keiran tahu ia harus membuat langkah yang tidak bisa diprediksi siapapun. Semua ini demi keamanan Bianca. Rumah sakit, dengan segala keamanannya, masih terasa terlalu terbuka. Penthouse-nya sendiri, yang sudah Clara tandai, juga tidak bisa menjadi pilihan lagi. Ia butuh tempat yang benar-benar aman, tempat yang tidak akan pernah terpikirkan oleh orang-orang yang mengintainya.Tangan Keiran memijat dagunya. Hanya ada satu tempat.Keiran melangkah, mencari dokter itu yang sedang duduk di ruangannya.“Aku butuh sesuatu, aku berencana membawa Bianca ke tempat itu.” wajah dan nada bicara Kieran begitu tegang.Dokter itu menatap Kieran dengan serius. Seolah mencari pilihan lain. Sayangnya, Dokter Lim harus sependapat dengan Kieran, bahwa tempat “itu” adalah tempat teraman bagi Bianca sekarang.“Pastikan tidak ada yang tahu Bianca sudah dipindah.” Kieran mencondongkan tubuhnya agar suaranya terdengar jelas oleh Dokter L

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   60.

    Belum pernah ada yang bicara seperti itu pada Keiran. Ia telah begitu lama terbiasa memegang kendali, memikul semua tanggung jawab sendirian. Pundaknya terbiasa berat.Namun kini, ia dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua hal harus ia urus sendiri. Rupanya ada seseorang yang begitu bisa ia andalkan. Padahal Bianca tidak lebih besar daripada dirinya, bahkan lebih muda. Tapi, gadis itu berhassil memberikan pengertian tentang hidup dengan cara yang tak terduga.Tubuh Keiran seolah berhenti bekerja, ia tidak bisa menjawab ucapan Bianca.Memang benar, ia tidak bisa mengembalikan waktu, tidak bisa mencegah pukulan Robi, tidak bisa mengendalikan takdir. Semua rencana, semua kekuatannya, terasa tak berarti di hadapan kenyataan ini. Ia hanya bisa memeluk Bianca, merasakan kehangatan tubuhnya, dan mendengarkan napasnya.Bianca merasakan ketegangan di tubuh Keiran, memahami pergolakan batin pria itu. Ia sendiri pernah merasakan hal yang sama. Bianca mengerti, m

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   59.

    Beberapa jam kemudian, Keiran kembali ke apartemennya untuk mengambil beberapa berkas penting sebelum kembali ke rumah sakit. Ia mendorong pitnu dan melihat Clara sedang menunggunya di ruang tamu. Wanita itu duduk anggun, dengan senyum manis yang dipaksakan."Keiran," sapa Clara, nadanya manja. "Aku mengkhawatirkanmu. Kudengar ada masalah besar."Keiran melirik sekilas dengan tatapan dingin. "Pergi," perintahnya.Clara tidak gentar. Ia bangkit, mendekati Keiran, memegang sebuah gelas kecil berisi cairan berwarna gelap. "Aku hanya ingin membantumu," katanya, matanya memancarkan kepura-puraan. "Kau pasti lelah. Minumlah ini. Ini bisa menenangkan syarafmu. Resep rahasia, sangat efektif."Ia mengulurkan gelas itu ke Keiran. Senyumnya memang terlihat manis , tapi matanya begitu licik.Keiran menatapnya semakin dalam. “Berani-beraninya kau masuk ke tempatku, Clara.” Pria itu, mendorong tubuh Clara dengan satu jarinya. Ia tahu Clara tidak pern

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   58.

    Setelah penantian yang melelahkan dan menguras emosi. Kondisi Bianca naik turun, kadang sangat stabil kadang juga mengkhawatirkan.Namun ketika mata Bianca perlahan terbuka. Kegelapan dan rasa pening masih menyelimuti, perlahan ia merasakan cahaya samar dan suara alat-alat medis.Bianca melihat sekeliling, bingung. Aroma antiseptik khas rumah sakit langsung memberikan tanda di mana ia berada. Ia mencoba menggerakkan lengannya, tapi terasa kaku dan nyeri.“Bianca.” Suara serak Keiran terdengar begitu menenangkannya.Kieran menekan tombol memanggil dokter dan perawat dengan cepat.Saat pandangan Bianca mulai fokus, ia melihat sosok yang familiar duduk di samping ranjangnya. Pria itu terlihat lelah, dengan bayangan gelap di bawah matanya, rambutnya sedikit berantakan. Tetapi, tatapannya lekat padanya, dipenuhi kelegaan dan sesuatu yang jelas sulit Bianca jelaskan.Bianca menatapnya, dan untuk pertama kalinya, ia begitu lega. Sosok K

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   57.

    Sementara itu di markas. Semua jaringan Keiran bergerak cepat melacak Robi.Namun, pria itu pintar menghindari. Informasi terakhir yang didapat Fael adalah Robi berhasil melarikan diri ke luar negeri.Fael menatap ponselnya dengan ragu, lalu menekan nomor Kieran.Tak butuh lama sampai Kieran mengangkatnya “Berikan laporan, Fael.”"Dia sudah di luar perbatasan, Keiran," lapor Fael, suaranya tegas langsung kesumbernya. "Melarikan diri menggunakan jalur ilegal."Keiran menggeram, kepalanya menoleh ke arah jendela. Robi telah lolos, untuk saat ini.“Lanjutkan.”"Ada sesuatu yang aneh, Keiran," lanjut Fael, nadanya ragu. "Saat melacak jejaknya, kami menemukan sesuatu. Robi tidak hanya melarikan diri dengan membawa aset-asetnya, tapi juga... dia membawa serta identitas Bianca."Mata Keiran melebar. "Identitas Bianca? Maksudmu apa?""Kami menemukan salinan data pribadi Bianca," jelas Fael. "Kartu identitas, paspor, bahkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status