Share

Bab 10

Author: Pelmen_minmin
last update Last Updated: 2022-06-09 13:48:47

***

Sebenarnya Yerinsa sangat lelah, pantas saja Margareth mengatakan tidak akan bisa jika harus menghadiri pesta setelah mengantar Yerinsa check up, karena di rumah sakit menghabiskan waktu lama.

Sampai di kamar, Yerinsa bukannya beristirahat malah sibuk melakukan hal lain dan mengabaikan rasa letih setelah sejak siang di luar rumah.

Telah mempertimbangkan dampak dan konsekuensi yang akan timbul jika rencana ini dijalankan, akan Yerinsa terima itu nanti.

Sambil berjalan, mengingat satu persatu hal yang harus dia lakukan setelah ini. Mulut bergumam tanpa suara, dan pikiran berfokus pada pesta malam ini.

"Nona, ini Mauren. Saya mengantar susu untuk Anda."

Pikiran rumit dalam kepala Yerinsa terpecah-belah oleh suara ketukan di pintu, Mauren bicara tanpa berani masuk sebelum diperintah.

Kembali ke pintu, Yerinsa membuka tanpa membiarkan Mauren masuk, hanya menerima gelas susu dari perempuan itu yang memang selalu Yerinsa konsumsi sebelum tidur.

"Anda butuh bantuan sesuatu, Nona?" tanya Mauren melihat riasan Yerinsa belum dihilangkan.

Menenggak minuman putih itu hingga habis setengah gelas, Yerinsa menyerahkan sisanya pada Mauren sambil menggeleng. "Tidak perlu. Ini bawa saja, aku tidak bisa menghabiskannya," katanya dengan isyarat untuk Mauren pergi.

Seperginya pelayan itu, pintu Yerinsa tutup kembali setelah memastikan semua aman. Tidak berniat mengganti pakaian atau mandi, Yerinsa akan langsung bersiap pergi lagi, menyusup keluar.

Rencana Yerinsa adalah menyusul ke pesta tanpa diketahui Abrady dan Margareth, sampai di sana Yerinsa hanya akan menemui Gabriella agar tidak bertemu dengan Luga, mengambil waktunya.

Memasuki kamar mandi, dan keluar dengan membawa gumpalan besar berupa selimut dan seprei. Menuju pintu balkon, Yerinsa sejenak melihat ke bawah.

Sambil memastikan situasi aman, tangan Yerinsa gesit mengikat ujung setiap selimut dan seprei dengan kuat. Tidak butuh terlalu banyak kain karena hanya dari lantai dua ke tanah, dan paling ujung seprei diikat ke pagar balkon.

Ujung kain tidak sampai menyentuh tanah di bawah sana, tapi itu sudah cukup untuk Yerinsa bisa turun lewat jalur menggelantung.

"Berbakat juga gue jadi penyusup," gumam Yerinsa sambil celingak-celinguk.

Yerinsa perlahan memanjat pagar pembatas balkon, berpegangan sangat erat di kain selimut dan turun sedikit demi sedikit sambil memanjatkan doa.

Menit demi menit berlalu dalam ketegangan, jantung Yerinsa berdegup kencang setiap second detik. Setelah menginjak tanah dengan selamat, Yerinsa berlari mengendap-endap ke gerbang samping rumah.

Berhari-hari sudah memperhatikan jalur pelarian, Yerinsa menghafal setiap seluk beluk mansion dengan cepat, menganalisis keberhasilan.

Dan ...

Gotcha!

Yerinsa tiba di titik di mana dia harus memanjat gerbang mansion setinggi kurang lebih dua meter. Itu bukan gerbang utama, tapi gerbang belakang, tempat para pelayan biasa keluar masuk untuk bepergian membeli stok bahan makanan.

Gerbang utama setinggi lebih dari tiga meter, tidak mungkin untuk Yerinsa memanjat, apalagi di bagian atas gerbang berupa besi runcing seperti ujung tombak.

Bahkan gerbang belakang ini pun sudah terkunci setiap pukul delapan malam. Tidak mungkin Yerinsa bisa keluar tanpa memanjat ke atas. Untungnya bagian atas gerbang tidak runcing.

Yerinsa mengusap sedikit tetesan keringat di pelipis dan pipi sebelum mulai memanjat. Jari-jari kecil yang lentik berkuku cantik hasil perawatan itu mencengkeram bagian baja gerbang.

"Urgh-" lenguh Yerinsa menahan bobot tubuh sendiri, untung menggunakan celana dan tidak memakai high heels, jadi sedikit meringankan beban kerepotan.

Dalam hati menyemangati diri sendiri untuk berjuang sedikit lagi. Demi masa depan indah di ujung mata, Yerinsa menguatkan setiap cengkraman.

***

Yerinsa terengah-engah begitu sudah duduk di kursi penumpang mobil taksi. Untuk sesaat, gadis itu terpejam meredakan napas yang tersendat-sendat lelah. Taksi itu melaju ke alamat tujuan Yerinsa, sudah disebutkan sejak membuka pintu beberapa saat lalu.

Membuka mata perlahan, Yerinsa menatap tangan yang kotor oleh karatan besi di gerbang. Pakaian juga sedikit kotor, terlebih sepatu, lecet di sana sini tergores tembok.

"Pak, apakah ada air? Atau tissue basah?" tanya Yerinsa pada supir taksi.

"Ini, Nona," kata pria di kursi kemudi itu sambil memberikan sebotol air mineral dan kotak tissue.

Yerinsa menerima dua benda itu dan membuka kaca mobil, dan membasuh tangan dengan air di botol. Lalu membasahi tissue untuk digunakan membersihkan kaki, mengusap perlahan menyingkirkan kotoran.

Setelah dirasa bersih, baru Yerinsa mengembalikan botol serta tissue, mengucapkan terima kasih singkat dan berkata akan mengganti uang harga air mineral.

Saat mengecek wajah di cermin dompet, Yerinsa meringis dalam hati menemukan riasan wajah sudah sedikit meluntur. Penataan rambut yang hanya dikepang longgar ke sisi kanan, sedikit berantakan.

Padahal hanya perjuangan keluar dari rumah, tapi dampak pada tubuh ini sudah setara berjuang di medan perang.

"Nona, sudah sampai," kata supir taksi saat mobil perlahan mendekati pintu masuk sebuah hotel yang disambut pegawai hotel itu.

Yerinsa bersiap keluar dari taksi sambil bergegas membuka dompet. Mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar, tepat saat berhenti di depan pintu masuk. Di belakang ada mobil lain yang mengantri, membuat Yerinsa tidak memiliki waktu bersantai, dan segera keluar.

Berlagak layaknya anak pengusaha besar dengan aura elegan mengudara, Yerinsa berjalan ke pintu masuk hotel yang dijaga beberapa pria.

"Selamat malam, Nona. Bisa saya lihat undangan Anda?"

Salah satu pria berpakaian hitam di depan pintu mencegat langkah Yerinsa, menyapa sebelum menengadahkan tangan meminta konfirmasi undangan tamu.

"Ah-? Undangan?" Yerinsa mengerjab bingung.

"Iya, undangan. Anda harus memiliki undangan acara untuk bisa masuk," kata pria berambut klimis itu mengangguk.

Yerinsa membeku, mengumpat dalam hati saat menyadari tidak memikirkan hal ini sebelumnya, undangan pasti ada di tangan ayahnya.

Acara pesta orang kaya sangat merepotkan, padahal di dunia sebelumnya jika ingin ke pesta pernikahan tidak diwajibkan membawa undangan tamu, asal masuk saja dan bisa makan di kondangan.

"Itu ... saya tidak memiliki undangannya, tapi ayah dan kembaran saya ada di dalam," kata Yerinsa kikuk.

"Ayah dan saudari saya salah satu tamu acara ini, saya cuma mau menemui mereka sebentar. Apakah tidak bisa?" tambah Yerinsa membujuk dengan mata memelas.

"Jika tidak ada bukti tamu, tidak bisa masuk," balas pria itu masih kaku seperti kanebo kering.

Yerinsa menggigit bibir gusar, memutar otak mencari cara, akan sangat sia-sia jika dia tidak bisa menemui Gabriella padahal sudah sejauh ini.

"Oh-! Saya akan telpon kembaran saya untuk ke sini. Tunggu sebentar," kata Yerinsa tiba-tiba semangat mendapat ide.

Pria-pria berwajah dingin terlihat sangar itu tidak menanggapi, jadi Yerinsa memilih menepi sebentar sambil merogoh dompet yang dibawa, membiarkan tamu lain masuk lebih dulu.

Mengeluarkan handphone, Yerinsa mencari nomer Gabriella untuk dihubungi. Menempelkan benda pipih itu ke telinga kanan, menunggu panggilan diangkat.

"Halo? Yerin, ada apa?"

Setelah beberapa saat, panggilan diterima, suara Gabriella menyapa gendang telinga Yerinsa, membuat terasa sejuk.

"Gabby, apa kamu bersama Ayah-? Maksudku ... apa Ayah sedang di dekatmu?" tanya Yerinsa hati-hati.

"Tidak. Ayah sedang mengobrol dengan rekan bisnisnya, posisiku cukup jauh. Ada apa?" jawab Gabriella diakhiri bertanya heran.

"Um ... bisakah kamu keluar sebentar, aku di pintu masuk- ... tapi jangan beritahu Ayah. Please," pinta Yerinsa sempat ragu sebelum bicara dalam satu tarikan napas cepat.

"Apa?! Apa maksudmu kamu di luar? Bagaimana bisa? Apa yang kamu lakukan, Yerin?" Gabriella langsung mencecar serentetan pertanyaan panik.

"Tenanglah. Akan kujelaskan, tapi pertama-tama sekarang tolong temui aku dulu tanpa memberitahu Ayah. Oke?" bujuk Yerinsa lebih tenang.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi sang protagonis   Bab 103

    ***"Vie, tenanglah," bisik Luga kesulitan menahan lonjakan tenaga gadis itu."Sakit! Sakiitt! Sakiitt!" Yerinsa tidak menahan jeritan untuk mengeluarkan segala keluhan yang hanya bisa diwakili satu jenis kata itu saja.Memeluk erat gadis yang menggeliat seperti cacing kepanasan, Luga tidak mengatakan apapun selain membantu menekan kepala itu ke dadanya, juga membiarkan kemeja kusut direnggut Yerinsa.Bercak kemerahan timbul di kemeja, Luga mendesis rendah merasakan luka jahitan pasti terbuka kembali karena tersikut lengan Yerinsa, membuat kain kasa ikut bernoda darah."Gerald!" teriak Luga ke arah pintu masuk.Hanya butuh satu detik untuk seorang pria masuk terburu-buru. "Saya, Tuan Muda," sahutnya."Bantu aku," kata Luga sambil mengeluarkan sebuah botol kecil dan suntikan dari saku celana.Pria bernama Gerald mendekati tempat tidur, membantu memindah isi cairan dari botol ke dalam suntikan, lalu menyerahkan kembali pada Luga, membiarkan sang tuan muda menyuntik sendiri.Tubuh Yerins

  • Obsesi sang protagonis   Bab 102

    ***Abrady menegang di posisi memangku Yerinsa, merasakan moncong dingin revolver menyentuh tepat di pelipis sama seperti sebelumnya dialami Luga. Selain itu, tanpa diduga sederet pria kekar bersenjata yang sebelumnya mengancam Luga, kini malah berpaling mengancam Abrady.Pertemuan mengharukan yang diimpikan akan berakhir indah nyatanya tidak semulus yang dibayangkan. Rencana diam-diam memang sudah disusun sebelum keberangkatan, membayar sejumlah penembak jitu sebagai pelindung dan bisa digunakan mengancam.Namun, siapa menyangka Luga tau satu langkah di depan Abrady."Kupikir manusia, ternyata memang serangga yang tidak memiliki akal," desis Luga dengan sorot mata kelewat dingin."Apa yang sudah kamu lakukan pada orang-orangku?" tanya Abrady geram.Seringai Luga tersungging lebar. "Sejak kapan mereka orang-orangmu?" tanyanya mengejek."AYAH!" teriak Gabriella saat situasi dua pria itu mendadak terbalik.Margareth menangis melihat sang suami berada di bawah target ancaman Luga sekaran

  • Obsesi sang protagonis   Bab 101

    ***"Luga!" pekik Yerinsa kencang melihat Luga ambruk di tanah dengan memegang satu kaki.Tubuh Yerinsa gemetar, menatap sang ayah yang baru saja memberikan perintah menembak. Bagaimana bisa ayahnya memerintahkan hal sekejam itu dilakukan pada Luga, bahkan tanpa pembicaraan apapun di antara mereka."Yerin, jangan ke mana-mana! Tetap di sini!" Margareth menyusul berteriak saat Yerinsa benar-benar akan turun dari kursinya."Lepaskan aku, Bu. Ayah melukai Luga," pinta Yerinsa tanpa sadar mata sudah berkaca-kaca."Dia pantas mendapatkannya, Yerin. Bahkan harusnya lebih dari itu," sentak Gabriella, menarik kasar Yerinsa agar kembali duduk.Yerinsa menoleh tercengang. "Apa maksudmu dia pantas mendapatkan itu? Kamu mendukung Ayah melakukan kejahatan?" tanyanya tidak percaya."Sayang, percayalah pada Ayahmu, dia ingin kita semua kembali, seperti dulu lagi, mengertilah," ujar Margareth lembut mengusap pipi basah Yerinsa."Tapi, tidak perlu dengan hal keterlaluan seperti ini, Bu. Jangan melukai

  • Obsesi sang protagonis   Bab 100

    ***Kerinduan yang terpendam selama berbulan-bulan membuncah di mata biru itu, segera pandangan Yerinsa buram akibat berkaca-kaca. Bahagia menggelegak dari lubuk hati begitu melihat sosok Gabriella, Margareth, lalu disusul Arbady turun dari helikopter dibantu beberapa orang berpakaian hitam tebal seperti jaket boomber.Mereka benar-benar di sini, melihatnya, bertatapan dengannya penuh rindu, dalam jarak yang hanya terpaut lebih dari sepuluh meter.Satu langkah pertama Yerinsa ambil saat helikopter dimatikan dan udara sekitar menjadi tenang, lupa bahwa tadi berlari bersama Luga hingga tautan tangan itu terlepas untuk menyongsong menyambut keluarga tercinta.Luga menatap tangan sendiri yang menggantung di udara, kehangatan kecil dari tangan lembut menghilang perlahan. Menatap punggung sempit bak peri yang berlari menuju gerbang kehidupan alam bebas, tangan Luga mendadak terkepal."Ibu," lirih Yerinsa dengan setetes linangan air mata jatuh di pipi, menatap sang ibu yang juga mendekat."A

  • Obsesi sang protagonis   Bab 99

    ***Yerinsa mengangguk sambil menerima jabat tangan itu, bangkit berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Aroma musk yang familiar di hidung Yerinsa sekarang tercium dari tubuh Luga bersama campuran wangi mint dari sabun mandi."Ayo turun sekarang," ajak Yerinsa saat tangan sudah digenggam erat.Baru saja akan melangkah lebih dulu memimpin jalan ke arah pintu keluar, niatnya tidak bisa terlaksana karena kaki Luga masih terpaku kuat di lantai, tidak bergeser saat ditarik."Ada apa?" tanya Yerinsa heran, menoleh menatap Luga yang masih diam."Morning kiss, kamu belum memberikannya," kata Luga dengan dahi berkerut samar."A- ... Oh," gumam Yerinsa gugup, masih ada dua pelayan selain mereka di kamar ini, jadi mendadak canggung oleh kalimat Luga yang diucapkan tanpa malu.Luga melirik Chang Mei dan Ruan Ruan yang menjadi sumber kegugupan Yerinsa. Dengan gerakan bola mata saja sudah cukup membuat mereka mengerti dan merundukkan tubuh."K-Kalau begitu kami permisi, Nona, Tuan." Chang Mei berka

  • Obsesi sang protagonis   Bab 98

    ***Hari yang dinanti Yerinsa selama dua hari belakangan, tidak, lebih tepatnya tujuh bulan ini, akhirnya tiba. Bangun pagi dengan semangat empat-lima bahkan sebelum Chang Mei dan Ruan Ruan membangunkan.Saat dua pelayan itu memasuki kamar, Yerinsa sudah berendam di air hangat dalam bathup. Bersenandung kecil sambil memainkan busa sabun yang menggunung di permukaan air hingga wangi semerbak memenuhi kamar mandi.Jadi, setelah Yerinsa keluar kamar mandi, Lolita dress hitam beserta seluruh aksesoris dari atas kepala hingga ujung kaki sudah disiapkan Ruan Ruan, sementara Chang Mei menunggui di depan pintu ruang ganti."Anda sangat senang, Nona," komentar Chang Mei sambil membantu mengeringkan sisa bulir air di wajah dan leher Yerinsa."Tentu, hari ini akhirnya aku dijemput keluargaku," balas Yerinsa lebih bersemangat dari hari biasanya.Dua pelayan yang membantu Yerinsa mengenakan pakaian itu saling tatap sejenak, ada sepintas keresahan di sorot mata mereka sebelum menatap Yerinsa dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status