Share

Bab 9

Author: Pelmen_minmin
last update Huling Na-update: 2022-06-09 13:45:59

***

Berjam-jam berlalu dihabiskan Yerinsa dan Margareth mengantri, hingga mendapat giliran mereka. Sambil mengobrol dengan Margareth, Dokter Damberrain juga memeriksa Yerinsa yang berbaring di ranjang periksa.

Sekitar pukul lima sore lebih, baru mereka mendapat hasil pemeriksaan medis Yerinsa. Beberapa saran dan obat kembali diberikan dokter pada Margareth, juga sederet wanti-wanti untuk Yerinsa menjaga pola hidup sehat.

Sekarang, baru Yerinsa mengetahui penyakit apa yang diderita tubuh ini sejak dulu, penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tapi bisa diringankan sementara dengan jenis obat tertentu.

Penyakit lupus dengan jenis, Systemic lupus erthematosus (SLE). Penyakit ini biasa menyerang berbagai jaringan seperti, sendi, kulit, otak, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah, jika sedang kumat.

Pantas saja di atas meja rias di kamar Yerinsa begitu banyak botol produk tabir surya, ternyata tidak hanya untuk wajah dan leher, tapi juga untuk seluruh badan yang kemungkinan terpapar sinar matahari.

"Kita berhenti di restoran depan dulu, ya," kata Margareth saat mereka sudah keluar dari ruangan dokter Damberrain.

"Iya," angguk Yerinsa patuh, padahal dalam hati ingin cepat pulang.

Memasuki mobil di parkiran basement yang masih ditunggu supir, mereka perlahan meninggalkan rumah sakit tanpa kendala lagi seperti saat datang tadi.

Di tengah perjalanan, Margareth mengobrak-abrik isi tas jinjing dan mengeluarkan botol sunscreen berwarna kuning-putih.

"Kamu pasti lupa membawa tabir surya," kata Margareth sambil menarik satu tangan Yerinsa agar terulur.

Yerinsa mengerjab, sebelumnya tidak tau bahwa mengidap penyakit autoimun, jadi sama sekali tidak mempersiapkan apapun saat pergi. "Ibu tau?" tanyanya polos.

"Tentu saja. Ibu yang selalu mengingatkanmu untuk rutin menggunakan tabir surya jika ke sekolah atau saat di sekolah. Setiap bepergian, Ibu juga membawa untuk berjaga-jaga jika kamu lupa." Margareth menjelaskan dengan lirikan sekilas sambil mengeluarkan isi botol tabir surya.

"Saat melihat kamu membawa tas kecil itu, Ibu sudah menebak kamu tidak membawanya," tambah Margareth sambil mengaplikasikan krim pelindung kulit dari sinar UV itu ke tangan Yerinsa, setelah menggulung lengan baju.

Yerinsa tertegun, di kehidupan sebelumnya, dia tidak pernah mendapat perhatian sekecil ini. Dia anak sulung yang harus selalu terlihat tegar dan kuat, menghadapi cobaan di keluarga, dia tidak bisa mengeluh.

Bahkan memerhatikan jam makan saja tidak ada. Orangtuanya sibuk mengurus adik-adiknya, jarang membagi waktu untuk Teresia. Di usia remaja Teresia sudah harus bekerja sambil sekolah, membiayai sekolah sendiri, bahkan hingga lulus kuliah.

Bekerja. Bekerja. Dan bekerja. Itulah rutinitas Teresia, hingga lupa bagaimana bergaul dengan rekan seusia, dan tidak pernah merasa disayangi. Jadi, saat menjadi Yerinsa yang begitu dilimpahi perhatian dan kasih sayang, dia sangat canggung.

"Terima kasih, Bu," ucap Yerinsa tanpa sadar terharu.

Margareth melirik dengan satu alis terangkat, lalu tersenyum geli. "Ada apa dengan anak Ibu ini? Kenapa tiba-tiba berterima kasih?" tanyanya penuh selidik.

Melepas tangan Yerinsa, dan beralih mengaplikasikan krim ke leher gadis itu yang terbuka.

Yerinsa menggeleng. "Tidak ada, aku hanya ingin mengucapkan itu," katanya mengelak untuk menatap mata Margareth.

Wanita dengan rambut disasak bagian atas hingga membuat sedikit menyembul itu tersenyum. Kasih sayang yang dia berikan pada Yerinsa dan Gabriella tidak berbeda, tidak timpang sebelah, jadi sangat jarang si kembar ini saling iri.

Gabriella terlahir sehat dengan tubuh kuat, tidak kekurangan apapun, sedangkan Yerinsa menderita penyakit autoimun sejak balita. Meski kembar, imunitas Yerinsa seperti disedot Gabriella dari dalam kandungan.

"Berterima kasihlah nanti saat kamu sudah menjadi orang besar yang sukses," kata Margareth serius, lalu mengoleskan tabir surya ke seluruh kaki Yerinsa yang terekspose.

"... tentu saja aku akan sukses," balas Yerinsa setelah sempat diam beberapa saat.

Untuk bagian wajah Yerinsa mengusap sunscreen dengan kedua tangan sendiri, membuat wajah yang sudah putih itu menjadi glowing dan cerah merona.

"Nyonya, sudah sampai." Pemberitahuan supir di kursi depan menginterupsi kegiatan ibu-anak itu.

"Oh, sudah sampai," balas Margareth, melihat sekitar baru menyadari mereka di parkiran restoran cepat saji.

Menutup botol tabir surya setelah sekujur tubuh Yerinsa dilapisi krim pelindung itu, lalu beranjak ke luar mobil.

***

Setelah menghabiskan waktu banyak di rumah sakit dan makan di restoran, sekitar pukul tujuh malam baru Yerinsa dan Margareth tiba di rumah.

"Apa Gabby sudah kembali?" tanya Margareth pada pelayan yang menyambut mereka.

"Ibu."

Panggilan dari arah tangga mengalihkan perhatian Margareth dan menginterupsi jawaban yang akan keluar dari pelayan.

Tiga orang itu kompak menoleh ke asal suara, melihat Gabriella turun di tangga bersama Abrady.

"Oh, kalian akan pergi sekarang?" tanya Margareth dengan senyum manis.

Anggukan Abrady menjawab.

"Gabby, cantik sekali," puji Yerinsa begitu dua sosok itu sudah berdiri di hadapan mereka yang masih di ambang pintu.

Menatap penuh pujian pada sosok perempuan yang mengenakan gaun hitam berkerah sabrina. Set perhiasan permata ruby berkilau mempercantik penampilan, dari anting, kalung, dan gelang kecil tapi elegan.

Rambut pirang gadis itu disanggul dengan kepangan seperti bridesmaid, bagian belakang kepala mengenakan jepitan Korea, berwarna merah. Anak rambut membingkai pelipis hingga pipi yang wajahnya dirias bak Barbie hidup.

Tidak heran Luga terpincut pada pandangan pertama, Gabriella sangat cantik.

Walaupun sampai saat ini Yerinsa belum melihat seperti apa bentukan wajah dan penampilan Luga, tapi selera laki-laki itu memang tepat.

"Mata kamu seperti mau lepas, Yerin," cibir Gabriella sambil mendorong dahi Yerinsa dengan telunjuk agar menjauh dari jarak sekarang yang kurang dari tiga puluh senti.

"Ayah, apa aku tidak boleh ikut?" tanya Yerinsa malah beralih menatap sang ayah dengan memelas.

"Tidak."

Bukan hanya Abrady yang menjawab, tapi juga Margareth dengan tegas menolak. Menarik Yerinsa hingga batal menggelayuti pria berjas hitam di samping Gabriella.

"Yerin, tetaplah di rumah, agar cepat sembuh," kata Gabriella dengan senyum manis, mencubit pipi sang kembaran.

"Aku sudah sembuh," balas Yerinsa mantap dengan tangan terkepal.

"Tidak, Yerin. Sudah, Ayah dan Gabby harus pergi sekarang," tolak Abrady tegas.

Yerinsa mencebik tidak bisa lagi membujuk, akhirnya hanya mengantar kepergian dua orang itu, lengannya digaet Margareth yang melambai dengan senyum manis.

Setelah mobil yang dinaiki Abrady dan Gabriella hilang di balik gerbang utama, Margareth menoleh pada Yerinsa kembali. "Nah, Yerin Ibu yang cantik, sekarang pergi ke kamarmu dan istirahat," suruhnya sambil mengusap rambut sang anak.

Ekspresi masam di wajah Yerinsa berangsur hilang saat Margareth membawa masuk rumah kembali.

"Iya, Bu. Aku akan langsung tidur saja, ya?" angguknya.

"Tidak ada yang melarangmu istirahat, Sayang. Itu bagus, sampai kondisimu benar-benar pulih, jangan banyak melakukan sesuatu hal walaupun hanya di rumah," balas Margareth sambil menepuk-nepuk pelan sisi kepala Yerinsa.

Gadis enam belas tahun itu tersenyum, tentu saja tidur adalah alasan Yerinsa saja agar tidak mendapat gangguan di kamar nanti.

Menaiki tangga hampir seperti berlari, tidak bisa menahan senyum antusias di ujung bibir saat sudah berpisah arah dari Margareth di lorong ke kamar masing-masing.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Obsesi sang protagonis   Bab 103

    ***"Vie, tenanglah," bisik Luga kesulitan menahan lonjakan tenaga gadis itu."Sakit! Sakiitt! Sakiitt!" Yerinsa tidak menahan jeritan untuk mengeluarkan segala keluhan yang hanya bisa diwakili satu jenis kata itu saja.Memeluk erat gadis yang menggeliat seperti cacing kepanasan, Luga tidak mengatakan apapun selain membantu menekan kepala itu ke dadanya, juga membiarkan kemeja kusut direnggut Yerinsa.Bercak kemerahan timbul di kemeja, Luga mendesis rendah merasakan luka jahitan pasti terbuka kembali karena tersikut lengan Yerinsa, membuat kain kasa ikut bernoda darah."Gerald!" teriak Luga ke arah pintu masuk.Hanya butuh satu detik untuk seorang pria masuk terburu-buru. "Saya, Tuan Muda," sahutnya."Bantu aku," kata Luga sambil mengeluarkan sebuah botol kecil dan suntikan dari saku celana.Pria bernama Gerald mendekati tempat tidur, membantu memindah isi cairan dari botol ke dalam suntikan, lalu menyerahkan kembali pada Luga, membiarkan sang tuan muda menyuntik sendiri.Tubuh Yerins

  • Obsesi sang protagonis   Bab 102

    ***Abrady menegang di posisi memangku Yerinsa, merasakan moncong dingin revolver menyentuh tepat di pelipis sama seperti sebelumnya dialami Luga. Selain itu, tanpa diduga sederet pria kekar bersenjata yang sebelumnya mengancam Luga, kini malah berpaling mengancam Abrady.Pertemuan mengharukan yang diimpikan akan berakhir indah nyatanya tidak semulus yang dibayangkan. Rencana diam-diam memang sudah disusun sebelum keberangkatan, membayar sejumlah penembak jitu sebagai pelindung dan bisa digunakan mengancam.Namun, siapa menyangka Luga tau satu langkah di depan Abrady."Kupikir manusia, ternyata memang serangga yang tidak memiliki akal," desis Luga dengan sorot mata kelewat dingin."Apa yang sudah kamu lakukan pada orang-orangku?" tanya Abrady geram.Seringai Luga tersungging lebar. "Sejak kapan mereka orang-orangmu?" tanyanya mengejek."AYAH!" teriak Gabriella saat situasi dua pria itu mendadak terbalik.Margareth menangis melihat sang suami berada di bawah target ancaman Luga sekaran

  • Obsesi sang protagonis   Bab 101

    ***"Luga!" pekik Yerinsa kencang melihat Luga ambruk di tanah dengan memegang satu kaki.Tubuh Yerinsa gemetar, menatap sang ayah yang baru saja memberikan perintah menembak. Bagaimana bisa ayahnya memerintahkan hal sekejam itu dilakukan pada Luga, bahkan tanpa pembicaraan apapun di antara mereka."Yerin, jangan ke mana-mana! Tetap di sini!" Margareth menyusul berteriak saat Yerinsa benar-benar akan turun dari kursinya."Lepaskan aku, Bu. Ayah melukai Luga," pinta Yerinsa tanpa sadar mata sudah berkaca-kaca."Dia pantas mendapatkannya, Yerin. Bahkan harusnya lebih dari itu," sentak Gabriella, menarik kasar Yerinsa agar kembali duduk.Yerinsa menoleh tercengang. "Apa maksudmu dia pantas mendapatkan itu? Kamu mendukung Ayah melakukan kejahatan?" tanyanya tidak percaya."Sayang, percayalah pada Ayahmu, dia ingin kita semua kembali, seperti dulu lagi, mengertilah," ujar Margareth lembut mengusap pipi basah Yerinsa."Tapi, tidak perlu dengan hal keterlaluan seperti ini, Bu. Jangan melukai

  • Obsesi sang protagonis   Bab 100

    ***Kerinduan yang terpendam selama berbulan-bulan membuncah di mata biru itu, segera pandangan Yerinsa buram akibat berkaca-kaca. Bahagia menggelegak dari lubuk hati begitu melihat sosok Gabriella, Margareth, lalu disusul Arbady turun dari helikopter dibantu beberapa orang berpakaian hitam tebal seperti jaket boomber.Mereka benar-benar di sini, melihatnya, bertatapan dengannya penuh rindu, dalam jarak yang hanya terpaut lebih dari sepuluh meter.Satu langkah pertama Yerinsa ambil saat helikopter dimatikan dan udara sekitar menjadi tenang, lupa bahwa tadi berlari bersama Luga hingga tautan tangan itu terlepas untuk menyongsong menyambut keluarga tercinta.Luga menatap tangan sendiri yang menggantung di udara, kehangatan kecil dari tangan lembut menghilang perlahan. Menatap punggung sempit bak peri yang berlari menuju gerbang kehidupan alam bebas, tangan Luga mendadak terkepal."Ibu," lirih Yerinsa dengan setetes linangan air mata jatuh di pipi, menatap sang ibu yang juga mendekat."A

  • Obsesi sang protagonis   Bab 99

    ***Yerinsa mengangguk sambil menerima jabat tangan itu, bangkit berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Aroma musk yang familiar di hidung Yerinsa sekarang tercium dari tubuh Luga bersama campuran wangi mint dari sabun mandi."Ayo turun sekarang," ajak Yerinsa saat tangan sudah digenggam erat.Baru saja akan melangkah lebih dulu memimpin jalan ke arah pintu keluar, niatnya tidak bisa terlaksana karena kaki Luga masih terpaku kuat di lantai, tidak bergeser saat ditarik."Ada apa?" tanya Yerinsa heran, menoleh menatap Luga yang masih diam."Morning kiss, kamu belum memberikannya," kata Luga dengan dahi berkerut samar."A- ... Oh," gumam Yerinsa gugup, masih ada dua pelayan selain mereka di kamar ini, jadi mendadak canggung oleh kalimat Luga yang diucapkan tanpa malu.Luga melirik Chang Mei dan Ruan Ruan yang menjadi sumber kegugupan Yerinsa. Dengan gerakan bola mata saja sudah cukup membuat mereka mengerti dan merundukkan tubuh."K-Kalau begitu kami permisi, Nona, Tuan." Chang Mei berka

  • Obsesi sang protagonis   Bab 98

    ***Hari yang dinanti Yerinsa selama dua hari belakangan, tidak, lebih tepatnya tujuh bulan ini, akhirnya tiba. Bangun pagi dengan semangat empat-lima bahkan sebelum Chang Mei dan Ruan Ruan membangunkan.Saat dua pelayan itu memasuki kamar, Yerinsa sudah berendam di air hangat dalam bathup. Bersenandung kecil sambil memainkan busa sabun yang menggunung di permukaan air hingga wangi semerbak memenuhi kamar mandi.Jadi, setelah Yerinsa keluar kamar mandi, Lolita dress hitam beserta seluruh aksesoris dari atas kepala hingga ujung kaki sudah disiapkan Ruan Ruan, sementara Chang Mei menunggui di depan pintu ruang ganti."Anda sangat senang, Nona," komentar Chang Mei sambil membantu mengeringkan sisa bulir air di wajah dan leher Yerinsa."Tentu, hari ini akhirnya aku dijemput keluargaku," balas Yerinsa lebih bersemangat dari hari biasanya.Dua pelayan yang membantu Yerinsa mengenakan pakaian itu saling tatap sejenak, ada sepintas keresahan di sorot mata mereka sebelum menatap Yerinsa dengan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status