Share

Bab 12

Author: Pelmen_minmin
last update Huling Na-update: 2022-06-12 10:30:45

***

"Ah, maaf," ucap Yerinsa segera, tidak terlalu memperhatikan sumber rasa sakit di tangan, hanya mengelus dahi yang sedikit nyeri.

Mendongak, Yerinsa mengerjab mendapati wajah tampan seorang laki-laki. Berambut hitam disisir ke kanan, dan mengenakan setelan jas biru malam. Tatto terlihat di leher sebelah kiri, serta mengenakan anting di telinga kiri.

Wajah ini seperti pernah Yerinsa lihat, tapi di mana?

Apa dia CEO muda?

Seperti cerita-cerita fiksi yang sering Yerinsa baca di dunia terdahulu, tampan dan menguarkan aura mendominasi, sangat mencerminkan sosok CEO atau Tuan Muda konglomerat.

"Kamu menghalangi jalan," kata laki-laki itu membuka suara setelah hening di antara mereka.

"Ah." Yerinsa langsung tersadar dari keterpesonaan, merunduk beberapa kali lagi dan mengucapkan permintaan maaf.

"Saya minta maaf, saya buru-buru. Sekali lagi maaf," ucap Yerinsa sambil menyingkirkan dari ambang lorong toilet.

Sebelum laki-laki itu membalas, Yerinsa sudah ngacir lebih dulu menuju toilet perempuan yang berseberangan dengan laki-laki, diberi sekat berupa tembok tebal.

Memasuki salah satu bilik dan segera menuntaskan panggilan alam.

Masih di luar, laki-laki itu hanya sekilas melirik ke arah perginya gadis kecil tadi, kemudian menatap lantai di mana sesuatu berkilau memantulkan cahaya lampu.

Berjongkok, tangan kanan dengan cincin platinum di jari telunjuk dan jari manis itu mengambil sesuatu di lantai. Sebuah gelang perak berhias permata sapphire dengan bentuk belah ketupat terlihat.

Benda kecil seukuran karet gelang itu putus karena tersangkut di jam tangannya, lalu terlempar jatuh tanpa disadari pemiliknya yang buru-buru.

"Tuan Muda. Anda sudah ditunggu di ballroom untuk segera menyapa tamu."

Keheningan lorong itu diinterupsi oleh kedatangan seseorang. Bicara pada si laki-laki berjas biru malam dengan menunduk hormat.

Laki-laki yang dipanggil Tuan Muda itu bangkit berdiri. "Aku akan ke sana," balasnya singkat sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana, bersama gelang yang ditemukan.

Sekilas melirik toilet di belakang, sebelum berjalan dengan seringai samar hampir tidak terlihat di bibir.

Sementara itu, di dalam bilik toilet, Yerinsa setengah merenung. Mengingat sosok yang baru ditemui beberapa saat lalu, wajahnya benar-benar terasa tidak asing.

{ Begitu riuh tepuk tangan memenuhi ballroom, pandangan semua tamu mengarah pada satu titik di mana bintang acara malam ini telah tiba.

Gabriella yang berdiri di samping sang ayah tidak luput menatap ke arah itu, seorang laki-laki jangkung memasuki ballroom bersama perlindungan pengawal.

Manik amber yang tajam milik laki-laki salah satu pewaris saham Roosevelt itu mengedar, menyapu seluruh tamu ke sudut-sudut terjauh. Hingga berhenti pada sepasang mata bersoftlens biru milik Gabriella.

Waktu seakan berhenti saat kontak mata itu terjalin, dua insan dipertemukan dalam suasana yang sama, tapi isi hati berbeda.

Gabriella terkagum pada sosok dibalut jas biru malam gemerlap itu, penampilan rapi membawa wibawa tinggi, tapi tatto di leher dan anting di telinga tidak menyembunyikan sisi 'nakal' yang mungkin coba ditekan. }

"Jaket biru malam? Tatto? Anting?" gumam Yerinsa dengan jantung perlahan bertalu-talu.

Itu dia-!

Style laki-laki tadi persis seperti yang dideskripsikan penulis novel.

Secepat kilat Yerinsa menyelesaikan ritual di toilet, keluar dari bilik untuk mencuci tangan tergesa-gesa. Merutuki diri sendiri yang bisa-bisanya lengah melupakan fakta Gabriella dan Luga bisa saja bertemu karna masih di satu tempat yang sama.

Luga baru saja keluar dari toilet, sedangkan Gabriella kemungkinan masih menunggu Yerinsa di tempat tadi.

Yerinsa menyelipkan helai rambut yang berantakan di pipi ke belakang telinga, sambil berlari keluar dari toilet.

"Jangan bertemu. Jangan sampai bertemu. Please, Tuhan, Dewa, atau apapun pencipta dunia ini, tolong jangan biarkan mereka bertemu," rapal Yerinsa di tengah aksi berlari di lorong hotel itu.

"Gile, Teresia yang biasa nggak taat agama tiba-tiba baca doa sekhusyuk ini demi menyelamatkan dunia." Yerinsa menggerutu tambahan dengan bahasa di luar Belanda.

Terkadang, Yerinsa bisa keceplosan masih menggunakan bahasa di dunia sebelumnya.

Di persimpangan lorong, Yerinsa celingukan, tetap tidak melihat siapapun selain staf hotel yang bekerja.

Suara langkah kaki Yerinsa memelan seiring waktu saat semakin dekat dengan tempat Gabriella dia tinggalkan. Tungkai terasa melemah saat melihat di lorong sana Gabriella berdiri berhadapan dengan sosok laki-laki yang bertabrakan dengan Yerinsa di depan toilet tadi.

"Aku ... gagal," lirih Yerinsa lemah.

Pertemuan pertama Luga dan Gabriella yang harusnya hanya saling tatap di ballroom acara pesta, entah kenapa bisa jungkir-balik jadi bertemu di lorong seperti ini.

Apakah plot novel tidak bisa dirubah?

Yerinsa sudah berusaha agar Gabriella tidak berada di ballroom, tapi dua karakter itu tetap saja dipertemukan.

Di sana, Luga dan Gabriella saling berhadapan di jarak satu meter, tak lama Gabriella terlihat merunduk pertanda kesopanan pada seseorang yang berkedudukan lebih tinggi darinya.

Dan Luga berlalu setelah mengatakan sesuatu yang tidak bisa didengar Yerinsa karena jarak mereka masih jauh. Diikuti dua bodyguard, Luga pergi meninggalkan tempat Gabriella.

Tangan Yerinsa mengepal, langkah yang sempat terhenti dengan pandangan kosong ke depan, segera berlanjut kembali lebih cepat.

"Gabby," panggil Yerinsa begitu sosok Luga hilang di ujung belokan lorong.

Gabriella menoleh, mendapati Yerinsa berlari dan langsung menggenggam tangannya.

"Ada apa? Apa ada yang mengganggumu di toilet?" tanya Gabriella cemas, melihat butir-butir keringat mengalir dari dahi dan pelipis Yerinsa.

Yerinsa menggeleng, meremas tangan Gabriella yang digenggam. "Apa yang kamu bicarakan dengan orang tadi? Kamu tau siapa dia? Bagaimana perasaanmu saat melihatnya?" tanyanya lebih beruntun dengan panik.

"Yerin, tenanglah, ada apa denganmu?" Gabriella mengernyit dahi melihat kepanikan remaja itu tidak beralasan.

"Jawab saja!" bentak Yerinsa cemas.

Gabriella tersentak. "Dia ... dia adalah perwakilan pemilik acara malam ini, Tuan Luga. Kami tidak bicara apapun, dia hanya bertanya apa yang kulakukan di sini sendirian. Dan ... perasaanku ... tidak merasakan apapun, selain kagum, dia tampan," jelasnya terbata karena setengah bingung.

Yerinsa menghembuskan napas kasar, menyeka rambut yang lepek di pipi berkeringat. Mencoba menormalkan ekspresi wajah kembali karena Gabriella akan mencecar banyak hal nanti.

"Oke. Aku hanya takut dia menggodamu, dan dia tidak tampan. Ingat, kamu sudah memiliki calon tunangan yang tampan dan mapan," kata Yerinsa cemberut, berlagak seperti adik yang cemburu.

"Ah," gumam Gabriella pelan, lalu terkekeh pelan sambil mengusak rambut sang adik.

"Kamu membuatku hampir jantungan," kata Gabriella jujur, memang sangat cemas saat melihat kepanikan Yerinsa tadi.

Yerinsa tersenyum menenangkan, lalu merosot duduk perlahan di kursi. "Kamu yang membuatku hampir jantungan," bisiknya lirih tidak ingin didengar Gabriella.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Obsesi sang protagonis   Bab 103

    ***"Vie, tenanglah," bisik Luga kesulitan menahan lonjakan tenaga gadis itu."Sakit! Sakiitt! Sakiitt!" Yerinsa tidak menahan jeritan untuk mengeluarkan segala keluhan yang hanya bisa diwakili satu jenis kata itu saja.Memeluk erat gadis yang menggeliat seperti cacing kepanasan, Luga tidak mengatakan apapun selain membantu menekan kepala itu ke dadanya, juga membiarkan kemeja kusut direnggut Yerinsa.Bercak kemerahan timbul di kemeja, Luga mendesis rendah merasakan luka jahitan pasti terbuka kembali karena tersikut lengan Yerinsa, membuat kain kasa ikut bernoda darah."Gerald!" teriak Luga ke arah pintu masuk.Hanya butuh satu detik untuk seorang pria masuk terburu-buru. "Saya, Tuan Muda," sahutnya."Bantu aku," kata Luga sambil mengeluarkan sebuah botol kecil dan suntikan dari saku celana.Pria bernama Gerald mendekati tempat tidur, membantu memindah isi cairan dari botol ke dalam suntikan, lalu menyerahkan kembali pada Luga, membiarkan sang tuan muda menyuntik sendiri.Tubuh Yerins

  • Obsesi sang protagonis   Bab 102

    ***Abrady menegang di posisi memangku Yerinsa, merasakan moncong dingin revolver menyentuh tepat di pelipis sama seperti sebelumnya dialami Luga. Selain itu, tanpa diduga sederet pria kekar bersenjata yang sebelumnya mengancam Luga, kini malah berpaling mengancam Abrady.Pertemuan mengharukan yang diimpikan akan berakhir indah nyatanya tidak semulus yang dibayangkan. Rencana diam-diam memang sudah disusun sebelum keberangkatan, membayar sejumlah penembak jitu sebagai pelindung dan bisa digunakan mengancam.Namun, siapa menyangka Luga tau satu langkah di depan Abrady."Kupikir manusia, ternyata memang serangga yang tidak memiliki akal," desis Luga dengan sorot mata kelewat dingin."Apa yang sudah kamu lakukan pada orang-orangku?" tanya Abrady geram.Seringai Luga tersungging lebar. "Sejak kapan mereka orang-orangmu?" tanyanya mengejek."AYAH!" teriak Gabriella saat situasi dua pria itu mendadak terbalik.Margareth menangis melihat sang suami berada di bawah target ancaman Luga sekaran

  • Obsesi sang protagonis   Bab 101

    ***"Luga!" pekik Yerinsa kencang melihat Luga ambruk di tanah dengan memegang satu kaki.Tubuh Yerinsa gemetar, menatap sang ayah yang baru saja memberikan perintah menembak. Bagaimana bisa ayahnya memerintahkan hal sekejam itu dilakukan pada Luga, bahkan tanpa pembicaraan apapun di antara mereka."Yerin, jangan ke mana-mana! Tetap di sini!" Margareth menyusul berteriak saat Yerinsa benar-benar akan turun dari kursinya."Lepaskan aku, Bu. Ayah melukai Luga," pinta Yerinsa tanpa sadar mata sudah berkaca-kaca."Dia pantas mendapatkannya, Yerin. Bahkan harusnya lebih dari itu," sentak Gabriella, menarik kasar Yerinsa agar kembali duduk.Yerinsa menoleh tercengang. "Apa maksudmu dia pantas mendapatkan itu? Kamu mendukung Ayah melakukan kejahatan?" tanyanya tidak percaya."Sayang, percayalah pada Ayahmu, dia ingin kita semua kembali, seperti dulu lagi, mengertilah," ujar Margareth lembut mengusap pipi basah Yerinsa."Tapi, tidak perlu dengan hal keterlaluan seperti ini, Bu. Jangan melukai

  • Obsesi sang protagonis   Bab 100

    ***Kerinduan yang terpendam selama berbulan-bulan membuncah di mata biru itu, segera pandangan Yerinsa buram akibat berkaca-kaca. Bahagia menggelegak dari lubuk hati begitu melihat sosok Gabriella, Margareth, lalu disusul Arbady turun dari helikopter dibantu beberapa orang berpakaian hitam tebal seperti jaket boomber.Mereka benar-benar di sini, melihatnya, bertatapan dengannya penuh rindu, dalam jarak yang hanya terpaut lebih dari sepuluh meter.Satu langkah pertama Yerinsa ambil saat helikopter dimatikan dan udara sekitar menjadi tenang, lupa bahwa tadi berlari bersama Luga hingga tautan tangan itu terlepas untuk menyongsong menyambut keluarga tercinta.Luga menatap tangan sendiri yang menggantung di udara, kehangatan kecil dari tangan lembut menghilang perlahan. Menatap punggung sempit bak peri yang berlari menuju gerbang kehidupan alam bebas, tangan Luga mendadak terkepal."Ibu," lirih Yerinsa dengan setetes linangan air mata jatuh di pipi, menatap sang ibu yang juga mendekat."A

  • Obsesi sang protagonis   Bab 99

    ***Yerinsa mengangguk sambil menerima jabat tangan itu, bangkit berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Aroma musk yang familiar di hidung Yerinsa sekarang tercium dari tubuh Luga bersama campuran wangi mint dari sabun mandi."Ayo turun sekarang," ajak Yerinsa saat tangan sudah digenggam erat.Baru saja akan melangkah lebih dulu memimpin jalan ke arah pintu keluar, niatnya tidak bisa terlaksana karena kaki Luga masih terpaku kuat di lantai, tidak bergeser saat ditarik."Ada apa?" tanya Yerinsa heran, menoleh menatap Luga yang masih diam."Morning kiss, kamu belum memberikannya," kata Luga dengan dahi berkerut samar."A- ... Oh," gumam Yerinsa gugup, masih ada dua pelayan selain mereka di kamar ini, jadi mendadak canggung oleh kalimat Luga yang diucapkan tanpa malu.Luga melirik Chang Mei dan Ruan Ruan yang menjadi sumber kegugupan Yerinsa. Dengan gerakan bola mata saja sudah cukup membuat mereka mengerti dan merundukkan tubuh."K-Kalau begitu kami permisi, Nona, Tuan." Chang Mei berka

  • Obsesi sang protagonis   Bab 98

    ***Hari yang dinanti Yerinsa selama dua hari belakangan, tidak, lebih tepatnya tujuh bulan ini, akhirnya tiba. Bangun pagi dengan semangat empat-lima bahkan sebelum Chang Mei dan Ruan Ruan membangunkan.Saat dua pelayan itu memasuki kamar, Yerinsa sudah berendam di air hangat dalam bathup. Bersenandung kecil sambil memainkan busa sabun yang menggunung di permukaan air hingga wangi semerbak memenuhi kamar mandi.Jadi, setelah Yerinsa keluar kamar mandi, Lolita dress hitam beserta seluruh aksesoris dari atas kepala hingga ujung kaki sudah disiapkan Ruan Ruan, sementara Chang Mei menunggui di depan pintu ruang ganti."Anda sangat senang, Nona," komentar Chang Mei sambil membantu mengeringkan sisa bulir air di wajah dan leher Yerinsa."Tentu, hari ini akhirnya aku dijemput keluargaku," balas Yerinsa lebih bersemangat dari hari biasanya.Dua pelayan yang membantu Yerinsa mengenakan pakaian itu saling tatap sejenak, ada sepintas keresahan di sorot mata mereka sebelum menatap Yerinsa dengan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status