Share

Bab 12

***

"Ah, maaf," ucap Yerinsa segera, tidak terlalu memperhatikan sumber rasa sakit di tangan, hanya mengelus dahi yang sedikit nyeri.

Mendongak, Yerinsa mengerjab mendapati wajah tampan seorang laki-laki. Berambut hitam disisir ke kanan, dan mengenakan setelan jas biru malam. Tatto terlihat di leher sebelah kiri, serta mengenakan anting di telinga kiri.

Wajah ini seperti pernah Yerinsa lihat, tapi di mana?

Apa dia CEO muda?

Seperti cerita-cerita fiksi yang sering Yerinsa baca di dunia terdahulu, tampan dan menguarkan aura mendominasi, sangat mencerminkan sosok CEO atau Tuan Muda konglomerat.

"Kamu menghalangi jalan," kata laki-laki itu membuka suara setelah hening di antara mereka.

"Ah." Yerinsa langsung tersadar dari keterpesonaan, merunduk beberapa kali lagi dan mengucapkan permintaan maaf.

"Saya minta maaf, saya buru-buru. Sekali lagi maaf," ucap Yerinsa sambil menyingkirkan dari ambang lorong toilet.

Sebelum laki-laki itu membalas, Yerinsa sudah ngacir lebih dulu menuju toilet perempuan yang berseberangan dengan laki-laki, diberi sekat berupa tembok tebal.

Memasuki salah satu bilik dan segera menuntaskan panggilan alam.

Masih di luar, laki-laki itu hanya sekilas melirik ke arah perginya gadis kecil tadi, kemudian menatap lantai di mana sesuatu berkilau memantulkan cahaya lampu.

Berjongkok, tangan kanan dengan cincin platinum di jari telunjuk dan jari manis itu mengambil sesuatu di lantai. Sebuah gelang perak berhias permata sapphire dengan bentuk belah ketupat terlihat.

Benda kecil seukuran karet gelang itu putus karena tersangkut di jam tangannya, lalu terlempar jatuh tanpa disadari pemiliknya yang buru-buru.

"Tuan Muda. Anda sudah ditunggu di ballroom untuk segera menyapa tamu."

Keheningan lorong itu diinterupsi oleh kedatangan seseorang. Bicara pada si laki-laki berjas biru malam dengan menunduk hormat.

Laki-laki yang dipanggil Tuan Muda itu bangkit berdiri. "Aku akan ke sana," balasnya singkat sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana, bersama gelang yang ditemukan.

Sekilas melirik toilet di belakang, sebelum berjalan dengan seringai samar hampir tidak terlihat di bibir.

Sementara itu, di dalam bilik toilet, Yerinsa setengah merenung. Mengingat sosok yang baru ditemui beberapa saat lalu, wajahnya benar-benar terasa tidak asing.

{ Begitu riuh tepuk tangan memenuhi ballroom, pandangan semua tamu mengarah pada satu titik di mana bintang acara malam ini telah tiba.

Gabriella yang berdiri di samping sang ayah tidak luput menatap ke arah itu, seorang laki-laki jangkung memasuki ballroom bersama perlindungan pengawal.

Manik amber yang tajam milik laki-laki salah satu pewaris saham Roosevelt itu mengedar, menyapu seluruh tamu ke sudut-sudut terjauh. Hingga berhenti pada sepasang mata bersoftlens biru milik Gabriella.

Waktu seakan berhenti saat kontak mata itu terjalin, dua insan dipertemukan dalam suasana yang sama, tapi isi hati berbeda.

Gabriella terkagum pada sosok dibalut jas biru malam gemerlap itu, penampilan rapi membawa wibawa tinggi, tapi tatto di leher dan anting di telinga tidak menyembunyikan sisi 'nakal' yang mungkin coba ditekan. }

"Jaket biru malam? Tatto? Anting?" gumam Yerinsa dengan jantung perlahan bertalu-talu.

Itu dia-!

Style laki-laki tadi persis seperti yang dideskripsikan penulis novel.

Secepat kilat Yerinsa menyelesaikan ritual di toilet, keluar dari bilik untuk mencuci tangan tergesa-gesa. Merutuki diri sendiri yang bisa-bisanya lengah melupakan fakta Gabriella dan Luga bisa saja bertemu karna masih di satu tempat yang sama.

Luga baru saja keluar dari toilet, sedangkan Gabriella kemungkinan masih menunggu Yerinsa di tempat tadi.

Yerinsa menyelipkan helai rambut yang berantakan di pipi ke belakang telinga, sambil berlari keluar dari toilet.

"Jangan bertemu. Jangan sampai bertemu. Please, Tuhan, Dewa, atau apapun pencipta dunia ini, tolong jangan biarkan mereka bertemu," rapal Yerinsa di tengah aksi berlari di lorong hotel itu.

"Gile, Teresia yang biasa nggak taat agama tiba-tiba baca doa sekhusyuk ini demi menyelamatkan dunia." Yerinsa menggerutu tambahan dengan bahasa di luar Belanda.

Terkadang, Yerinsa bisa keceplosan masih menggunakan bahasa di dunia sebelumnya.

Di persimpangan lorong, Yerinsa celingukan, tetap tidak melihat siapapun selain staf hotel yang bekerja.

Suara langkah kaki Yerinsa memelan seiring waktu saat semakin dekat dengan tempat Gabriella dia tinggalkan. Tungkai terasa melemah saat melihat di lorong sana Gabriella berdiri berhadapan dengan sosok laki-laki yang bertabrakan dengan Yerinsa di depan toilet tadi.

"Aku ... gagal," lirih Yerinsa lemah.

Pertemuan pertama Luga dan Gabriella yang harusnya hanya saling tatap di ballroom acara pesta, entah kenapa bisa jungkir-balik jadi bertemu di lorong seperti ini.

Apakah plot novel tidak bisa dirubah?

Yerinsa sudah berusaha agar Gabriella tidak berada di ballroom, tapi dua karakter itu tetap saja dipertemukan.

Di sana, Luga dan Gabriella saling berhadapan di jarak satu meter, tak lama Gabriella terlihat merunduk pertanda kesopanan pada seseorang yang berkedudukan lebih tinggi darinya.

Dan Luga berlalu setelah mengatakan sesuatu yang tidak bisa didengar Yerinsa karena jarak mereka masih jauh. Diikuti dua bodyguard, Luga pergi meninggalkan tempat Gabriella.

Tangan Yerinsa mengepal, langkah yang sempat terhenti dengan pandangan kosong ke depan, segera berlanjut kembali lebih cepat.

"Gabby," panggil Yerinsa begitu sosok Luga hilang di ujung belokan lorong.

Gabriella menoleh, mendapati Yerinsa berlari dan langsung menggenggam tangannya.

"Ada apa? Apa ada yang mengganggumu di toilet?" tanya Gabriella cemas, melihat butir-butir keringat mengalir dari dahi dan pelipis Yerinsa.

Yerinsa menggeleng, meremas tangan Gabriella yang digenggam. "Apa yang kamu bicarakan dengan orang tadi? Kamu tau siapa dia? Bagaimana perasaanmu saat melihatnya?" tanyanya lebih beruntun dengan panik.

"Yerin, tenanglah, ada apa denganmu?" Gabriella mengernyit dahi melihat kepanikan remaja itu tidak beralasan.

"Jawab saja!" bentak Yerinsa cemas.

Gabriella tersentak. "Dia ... dia adalah perwakilan pemilik acara malam ini, Tuan Luga. Kami tidak bicara apapun, dia hanya bertanya apa yang kulakukan di sini sendirian. Dan ... perasaanku ... tidak merasakan apapun, selain kagum, dia tampan," jelasnya terbata karena setengah bingung.

Yerinsa menghembuskan napas kasar, menyeka rambut yang lepek di pipi berkeringat. Mencoba menormalkan ekspresi wajah kembali karena Gabriella akan mencecar banyak hal nanti.

"Oke. Aku hanya takut dia menggodamu, dan dia tidak tampan. Ingat, kamu sudah memiliki calon tunangan yang tampan dan mapan," kata Yerinsa cemberut, berlagak seperti adik yang cemburu.

"Ah," gumam Gabriella pelan, lalu terkekeh pelan sambil mengusak rambut sang adik.

"Kamu membuatku hampir jantungan," kata Gabriella jujur, memang sangat cemas saat melihat kepanikan Yerinsa tadi.

Yerinsa tersenyum menenangkan, lalu merosot duduk perlahan di kursi. "Kamu yang membuatku hampir jantungan," bisiknya lirih tidak ingin didengar Gabriella.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status