Share

Bab 13

***

Pukul setengah dua belas Gabriella mendapat pesan dari Abrady yang mempertanyakan di mana posisinya berada. Pria 40 tahun itu juga mengatakan mereka akan segera pulang sebentar lagi, tapi ada yang harus dilakukan terlebih dulu di ballroom.

Dengan pesan itu, Yerinsa artinya sudah tidak bisa lagi menahan Gabriella di sini. Dia juga harus pergi dari hotel ini sebelum ayah dan kakaknya pulang ke rumah.

"Aku akan mengulur sedikit waktu agar kamu bisa kembali tanpa bersamaan dengan kami. Hati-hati," kata Gabriella sebelum mereka berpisah di persimpangan lorong hotel.

Yerinsa mengangguk, mengacungkan jempol dan tersenyum lebar. Berpisah arah karena dia akan ke pintu keluar hotel, sedangkan Gabriella kembali ke ballroom tempat pesta masih berlangsung.

Gabriella celingak-celinguk mencari keberadaan Abrady yang katanya masih di dalam pesta ini. Kemudian tersenyum saat menemukan sang ayah tengah mengobrol dengan beberapa pria.

"Ayah," panggil Gabriella mendekat pada kumpulan pria pembisnis itu.

Abrady menoleh, tersenyum menyambut putri sulungnya itu, secara singkat memperkenalkan pada para rekan yang baru ditemui, lalu pamit undur diri ke meja hidangan.

"Ke mana saja kamu?" tanya Abrady sambil mengambil segelas red wine untuk disesap.

"Ke toilet. Di sini menyesakkan jadi aku berkeliling taman hotel, sangat indah, Ayah," jawab Gabriella sangat lancar hingga tidak terdeteksi kebohongan, alasan yang sudah dia persiapkan sejak berjalan tadi.

"Dasar, padahal banyak kolega Ayah yang ingin melihatmu," dengkus Abrady pelan.

Gabriella tersenyum meminta maaf setelah menyesap red wine di gelas sendiri.

"Oh iya, apa kamu sudah melihat pewaris saham Roosevelt yang mewakili pesta malam ini?" tanya Abrady kemudian pada topik lain.

"Di sini tidak. Tapi di luar tadi sudah, kebetulan kami berpapasan di lorong," kata Gabriella tidak berbohong kali ini.

"Ayah akan memperkenalkanmu secara resmi sekarang, ayo."

Tanpa menunggu persetujuan, Abrady mengisyaratkan Gabriella untuk mengikuti ke arah di mana dia terakhir kali melihat Luga berbincang dengan tamu lain.

Gabriella membuka mulut ingin protes, tapi batal dan berakhir mengikuti saja dalam diam. Berkenalan resmi sepertinya tidak masalah, toh, tadi Gabriella dan Luga tidak sempat saling bicara panjang saat di lorong.

Mengingat seberapa panik Yerinsa tadi, Gabriella tidak mengerti kenapa adiknya seaneh itu. Sejak siuman dari insiden kecelakaan, Gabriella merasa Yerinsa sedikit asing, beberapa hari terlihat menjauh.

Tapi setelah beberapa hari berlalu lebih lama, Yerinsa kembali seperti biasa, bahkan lebih manis dari sebelum-sebelumnya.

"Ternyata dia sudah pergi," kata Abrady memecahkan lamunan Gabriella.

"Sudah pergi? Bahkan acaranya belum selesai," tanya Gabriella mengernyit dahi.

Abrady menggeleng, baru saja bertanya pada tamu sekitar, dan mengetahui bahwa Luga sudah pergi dari acara.

"Mungkin ada acara lain, pasti sibuk sekali menjadi putra pengusaha besar," kata Abrady pelan sambil mengedarkan pandangan ke sepenjuru ruangan.

Gabriella mengangguk setuju, ikut memperhatikan sekitar.

"Kalau begitu tidak ada lagi yang harus kita lakukan, pulang sekarang?" Abrady mengajak setelah melihat suasana mulai hambar, seperti awal mereka datang.

"Ah, sebentar lagi, Ayah. Aku masih ingin makan kue di sini," balas Gabriella mengulur waktu dengan senyum manis tidak bisa ditolak.

"Baiklah, hanya sebentar," angguk Abrady setuju.

***

Luga diikuti empat orang bodyguard berjalan keluar dari hotel, berdiri di teras depan sementara menunggu supir datang membawakan mobil.

Rentetan mobil tamu lain keluar masuk melewati pandangan Luga, hingga mata amber itu menemukan sosok remaja berlari melewatinya dari pintu keluar tanpa toleh kanan-kiri, kedua tangan sibuk menggulung rambut ke atas.

Alis naik sepersekian mili melihat betapa tidak elegannya gadis itu, Luga masih ingat sekali sosok itu adalah yang menabraknya di toilet beberapa jam lalu. Dan, pakaian itu sangat Luga ingat juga dikenakan gadis yang dilihatnya di rumah sakit tadi siang.

"Mari, Tuan Muda."

Pandangan Luga dari si remaja yang berlari ke luar halaman depan hotel tertutupi oleh kedatangan sebuah mobil hitam. Dua bodyguard di belakang Luga maju untuk membukakan pintu penumpang di kursi belakang.

Luga masuk ke dalam sendiri, karena pengawal di mobil berbeda, mengikuti di belakang. Mobil itu perlahan maju meninggalkan depan hotel, ke gerbang utama.

Belum jauh meninggalkan gerbang hotel, Luga kembali melihat remaja yang tadi, berdiri membungkuk di pinggir jalan, sedang melepas alas kaki. Lalu terlihat berlari cepat setelah celingak-celinguk menatap jalanan.

"Kelinci kecil," bisik Luga dengan senyum sengit.

Bersandar di kursi, Luga mengeluarkan sebingkai gelang perak, menatap benda berkilau putih itu lamat-lamat, lalu memasukkan lagi ke saku jas tanpa berniat mengembalikan.

Sementara itu, Yerinsa berhenti berlari saat sudah menemukan taksi. Sengaja melepas alas kaki untuk mempermudah proses lari, kakinya menjadi lebih ringan dalam menapak aspal.

Tidak menyadari bahwa sesuatu yang penting telah hilang darinya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status