Share

Bab 13

Author: Pelmen_minmin
last update Last Updated: 2022-06-14 10:37:36

***

Pukul setengah dua belas Gabriella mendapat pesan dari Abrady yang mempertanyakan di mana posisinya berada. Pria 40 tahun itu juga mengatakan mereka akan segera pulang sebentar lagi, tapi ada yang harus dilakukan terlebih dulu di ballroom.

Dengan pesan itu, Yerinsa artinya sudah tidak bisa lagi menahan Gabriella di sini. Dia juga harus pergi dari hotel ini sebelum ayah dan kakaknya pulang ke rumah.

"Aku akan mengulur sedikit waktu agar kamu bisa kembali tanpa bersamaan dengan kami. Hati-hati," kata Gabriella sebelum mereka berpisah di persimpangan lorong hotel.

Yerinsa mengangguk, mengacungkan jempol dan tersenyum lebar. Berpisah arah karena dia akan ke pintu keluar hotel, sedangkan Gabriella kembali ke ballroom tempat pesta masih berlangsung.

Gabriella celingak-celinguk mencari keberadaan Abrady yang katanya masih di dalam pesta ini. Kemudian tersenyum saat menemukan sang ayah tengah mengobrol dengan beberapa pria.

"Ayah," panggil Gabriella mendekat pada kumpulan pria pembisnis itu.

Abrady menoleh, tersenyum menyambut putri sulungnya itu, secara singkat memperkenalkan pada para rekan yang baru ditemui, lalu pamit undur diri ke meja hidangan.

"Ke mana saja kamu?" tanya Abrady sambil mengambil segelas red wine untuk disesap.

"Ke toilet. Di sini menyesakkan jadi aku berkeliling taman hotel, sangat indah, Ayah," jawab Gabriella sangat lancar hingga tidak terdeteksi kebohongan, alasan yang sudah dia persiapkan sejak berjalan tadi.

"Dasar, padahal banyak kolega Ayah yang ingin melihatmu," dengkus Abrady pelan.

Gabriella tersenyum meminta maaf setelah menyesap red wine di gelas sendiri.

"Oh iya, apa kamu sudah melihat pewaris saham Roosevelt yang mewakili pesta malam ini?" tanya Abrady kemudian pada topik lain.

"Di sini tidak. Tapi di luar tadi sudah, kebetulan kami berpapasan di lorong," kata Gabriella tidak berbohong kali ini.

"Ayah akan memperkenalkanmu secara resmi sekarang, ayo."

Tanpa menunggu persetujuan, Abrady mengisyaratkan Gabriella untuk mengikuti ke arah di mana dia terakhir kali melihat Luga berbincang dengan tamu lain.

Gabriella membuka mulut ingin protes, tapi batal dan berakhir mengikuti saja dalam diam. Berkenalan resmi sepertinya tidak masalah, toh, tadi Gabriella dan Luga tidak sempat saling bicara panjang saat di lorong.

Mengingat seberapa panik Yerinsa tadi, Gabriella tidak mengerti kenapa adiknya seaneh itu. Sejak siuman dari insiden kecelakaan, Gabriella merasa Yerinsa sedikit asing, beberapa hari terlihat menjauh.

Tapi setelah beberapa hari berlalu lebih lama, Yerinsa kembali seperti biasa, bahkan lebih manis dari sebelum-sebelumnya.

"Ternyata dia sudah pergi," kata Abrady memecahkan lamunan Gabriella.

"Sudah pergi? Bahkan acaranya belum selesai," tanya Gabriella mengernyit dahi.

Abrady menggeleng, baru saja bertanya pada tamu sekitar, dan mengetahui bahwa Luga sudah pergi dari acara.

"Mungkin ada acara lain, pasti sibuk sekali menjadi putra pengusaha besar," kata Abrady pelan sambil mengedarkan pandangan ke sepenjuru ruangan.

Gabriella mengangguk setuju, ikut memperhatikan sekitar.

"Kalau begitu tidak ada lagi yang harus kita lakukan, pulang sekarang?" Abrady mengajak setelah melihat suasana mulai hambar, seperti awal mereka datang.

"Ah, sebentar lagi, Ayah. Aku masih ingin makan kue di sini," balas Gabriella mengulur waktu dengan senyum manis tidak bisa ditolak.

"Baiklah, hanya sebentar," angguk Abrady setuju.

***

Luga diikuti empat orang bodyguard berjalan keluar dari hotel, berdiri di teras depan sementara menunggu supir datang membawakan mobil.

Rentetan mobil tamu lain keluar masuk melewati pandangan Luga, hingga mata amber itu menemukan sosok remaja berlari melewatinya dari pintu keluar tanpa toleh kanan-kiri, kedua tangan sibuk menggulung rambut ke atas.

Alis naik sepersekian mili melihat betapa tidak elegannya gadis itu, Luga masih ingat sekali sosok itu adalah yang menabraknya di toilet beberapa jam lalu. Dan, pakaian itu sangat Luga ingat juga dikenakan gadis yang dilihatnya di rumah sakit tadi siang.

"Mari, Tuan Muda."

Pandangan Luga dari si remaja yang berlari ke luar halaman depan hotel tertutupi oleh kedatangan sebuah mobil hitam. Dua bodyguard di belakang Luga maju untuk membukakan pintu penumpang di kursi belakang.

Luga masuk ke dalam sendiri, karena pengawal di mobil berbeda, mengikuti di belakang. Mobil itu perlahan maju meninggalkan depan hotel, ke gerbang utama.

Belum jauh meninggalkan gerbang hotel, Luga kembali melihat remaja yang tadi, berdiri membungkuk di pinggir jalan, sedang melepas alas kaki. Lalu terlihat berlari cepat setelah celingak-celinguk menatap jalanan.

"Kelinci kecil," bisik Luga dengan senyum sengit.

Bersandar di kursi, Luga mengeluarkan sebingkai gelang perak, menatap benda berkilau putih itu lamat-lamat, lalu memasukkan lagi ke saku jas tanpa berniat mengembalikan.

Sementara itu, Yerinsa berhenti berlari saat sudah menemukan taksi. Sengaja melepas alas kaki untuk mempermudah proses lari, kakinya menjadi lebih ringan dalam menapak aspal.

Tidak menyadari bahwa sesuatu yang penting telah hilang darinya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi sang protagonis   Bab 103

    ***"Vie, tenanglah," bisik Luga kesulitan menahan lonjakan tenaga gadis itu."Sakit! Sakiitt! Sakiitt!" Yerinsa tidak menahan jeritan untuk mengeluarkan segala keluhan yang hanya bisa diwakili satu jenis kata itu saja.Memeluk erat gadis yang menggeliat seperti cacing kepanasan, Luga tidak mengatakan apapun selain membantu menekan kepala itu ke dadanya, juga membiarkan kemeja kusut direnggut Yerinsa.Bercak kemerahan timbul di kemeja, Luga mendesis rendah merasakan luka jahitan pasti terbuka kembali karena tersikut lengan Yerinsa, membuat kain kasa ikut bernoda darah."Gerald!" teriak Luga ke arah pintu masuk.Hanya butuh satu detik untuk seorang pria masuk terburu-buru. "Saya, Tuan Muda," sahutnya."Bantu aku," kata Luga sambil mengeluarkan sebuah botol kecil dan suntikan dari saku celana.Pria bernama Gerald mendekati tempat tidur, membantu memindah isi cairan dari botol ke dalam suntikan, lalu menyerahkan kembali pada Luga, membiarkan sang tuan muda menyuntik sendiri.Tubuh Yerins

  • Obsesi sang protagonis   Bab 102

    ***Abrady menegang di posisi memangku Yerinsa, merasakan moncong dingin revolver menyentuh tepat di pelipis sama seperti sebelumnya dialami Luga. Selain itu, tanpa diduga sederet pria kekar bersenjata yang sebelumnya mengancam Luga, kini malah berpaling mengancam Abrady.Pertemuan mengharukan yang diimpikan akan berakhir indah nyatanya tidak semulus yang dibayangkan. Rencana diam-diam memang sudah disusun sebelum keberangkatan, membayar sejumlah penembak jitu sebagai pelindung dan bisa digunakan mengancam.Namun, siapa menyangka Luga tau satu langkah di depan Abrady."Kupikir manusia, ternyata memang serangga yang tidak memiliki akal," desis Luga dengan sorot mata kelewat dingin."Apa yang sudah kamu lakukan pada orang-orangku?" tanya Abrady geram.Seringai Luga tersungging lebar. "Sejak kapan mereka orang-orangmu?" tanyanya mengejek."AYAH!" teriak Gabriella saat situasi dua pria itu mendadak terbalik.Margareth menangis melihat sang suami berada di bawah target ancaman Luga sekaran

  • Obsesi sang protagonis   Bab 101

    ***"Luga!" pekik Yerinsa kencang melihat Luga ambruk di tanah dengan memegang satu kaki.Tubuh Yerinsa gemetar, menatap sang ayah yang baru saja memberikan perintah menembak. Bagaimana bisa ayahnya memerintahkan hal sekejam itu dilakukan pada Luga, bahkan tanpa pembicaraan apapun di antara mereka."Yerin, jangan ke mana-mana! Tetap di sini!" Margareth menyusul berteriak saat Yerinsa benar-benar akan turun dari kursinya."Lepaskan aku, Bu. Ayah melukai Luga," pinta Yerinsa tanpa sadar mata sudah berkaca-kaca."Dia pantas mendapatkannya, Yerin. Bahkan harusnya lebih dari itu," sentak Gabriella, menarik kasar Yerinsa agar kembali duduk.Yerinsa menoleh tercengang. "Apa maksudmu dia pantas mendapatkan itu? Kamu mendukung Ayah melakukan kejahatan?" tanyanya tidak percaya."Sayang, percayalah pada Ayahmu, dia ingin kita semua kembali, seperti dulu lagi, mengertilah," ujar Margareth lembut mengusap pipi basah Yerinsa."Tapi, tidak perlu dengan hal keterlaluan seperti ini, Bu. Jangan melukai

  • Obsesi sang protagonis   Bab 100

    ***Kerinduan yang terpendam selama berbulan-bulan membuncah di mata biru itu, segera pandangan Yerinsa buram akibat berkaca-kaca. Bahagia menggelegak dari lubuk hati begitu melihat sosok Gabriella, Margareth, lalu disusul Arbady turun dari helikopter dibantu beberapa orang berpakaian hitam tebal seperti jaket boomber.Mereka benar-benar di sini, melihatnya, bertatapan dengannya penuh rindu, dalam jarak yang hanya terpaut lebih dari sepuluh meter.Satu langkah pertama Yerinsa ambil saat helikopter dimatikan dan udara sekitar menjadi tenang, lupa bahwa tadi berlari bersama Luga hingga tautan tangan itu terlepas untuk menyongsong menyambut keluarga tercinta.Luga menatap tangan sendiri yang menggantung di udara, kehangatan kecil dari tangan lembut menghilang perlahan. Menatap punggung sempit bak peri yang berlari menuju gerbang kehidupan alam bebas, tangan Luga mendadak terkepal."Ibu," lirih Yerinsa dengan setetes linangan air mata jatuh di pipi, menatap sang ibu yang juga mendekat."A

  • Obsesi sang protagonis   Bab 99

    ***Yerinsa mengangguk sambil menerima jabat tangan itu, bangkit berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Aroma musk yang familiar di hidung Yerinsa sekarang tercium dari tubuh Luga bersama campuran wangi mint dari sabun mandi."Ayo turun sekarang," ajak Yerinsa saat tangan sudah digenggam erat.Baru saja akan melangkah lebih dulu memimpin jalan ke arah pintu keluar, niatnya tidak bisa terlaksana karena kaki Luga masih terpaku kuat di lantai, tidak bergeser saat ditarik."Ada apa?" tanya Yerinsa heran, menoleh menatap Luga yang masih diam."Morning kiss, kamu belum memberikannya," kata Luga dengan dahi berkerut samar."A- ... Oh," gumam Yerinsa gugup, masih ada dua pelayan selain mereka di kamar ini, jadi mendadak canggung oleh kalimat Luga yang diucapkan tanpa malu.Luga melirik Chang Mei dan Ruan Ruan yang menjadi sumber kegugupan Yerinsa. Dengan gerakan bola mata saja sudah cukup membuat mereka mengerti dan merundukkan tubuh."K-Kalau begitu kami permisi, Nona, Tuan." Chang Mei berka

  • Obsesi sang protagonis   Bab 98

    ***Hari yang dinanti Yerinsa selama dua hari belakangan, tidak, lebih tepatnya tujuh bulan ini, akhirnya tiba. Bangun pagi dengan semangat empat-lima bahkan sebelum Chang Mei dan Ruan Ruan membangunkan.Saat dua pelayan itu memasuki kamar, Yerinsa sudah berendam di air hangat dalam bathup. Bersenandung kecil sambil memainkan busa sabun yang menggunung di permukaan air hingga wangi semerbak memenuhi kamar mandi.Jadi, setelah Yerinsa keluar kamar mandi, Lolita dress hitam beserta seluruh aksesoris dari atas kepala hingga ujung kaki sudah disiapkan Ruan Ruan, sementara Chang Mei menunggui di depan pintu ruang ganti."Anda sangat senang, Nona," komentar Chang Mei sambil membantu mengeringkan sisa bulir air di wajah dan leher Yerinsa."Tentu, hari ini akhirnya aku dijemput keluargaku," balas Yerinsa lebih bersemangat dari hari biasanya.Dua pelayan yang membantu Yerinsa mengenakan pakaian itu saling tatap sejenak, ada sepintas keresahan di sorot mata mereka sebelum menatap Yerinsa dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status