Share

Bab 3

***

Kurang lebih satu minggu sejak terbangun di tempat asing hari itu, Teresia mengalami masa-masa di ambang antara percaya dan tidak percaya dengan yang dialami sekarang.

Sampai menutup mata di malam kebakaran itu, Teresia yakin pilihannya hanya dua, berhasil hidup karna ditemukan tim penyelamat pemadam kebakaran, atau mati dilalap api bersama reruntuhan bangunan.

Opsi tentang berpindah jiwa tidak termasuk dalam pikiran Teresia, sama sekali. Lalu, sekonyong-konyong kenyataan datang menampar, menegaskan bahwa jiwa Teresia sudah berpindah ke raga seorang gadis di dunia lain.

Vie Yerinsa De Vries, nama itu saja sangat asing bagi Teresia, tapi setelah diingat-ingat lagi kata 'De Vries' lah yang dia kenali. Kemudian, sekali lagi kepala Teresia bagai digebuk palu besar saat mengetahui nama gadis yang mengaku sebagai saudarinya.

Gabriella Erish De Vries, itu adalah nama perempuan yang seminggu ini rutin mengunjungi kamar hanya untuk memberikan makan di saat waktunya tiba, itu juga yang menjadi momok tidak nafsu makan Teresia muncul.

"Yang bener aja, masa gue masuk ke buku novel gila begini, emang dipikir jiwa gue nggak bakal tenang di alam sana, apa, kalo mati?!" Teresia menggerutu sambil berjalan bolak balik.

Hal yang membuat Teresia frustasi seminggu ini adalah kenyataan bahwa dirinya memasuki dunia sebuah novel, selalu berharap dia hanya bermimpi.

"Gue pasti lagi koma nih aslinya, terus ini cuma imajinasi otak gue yang kesasar. Mana ada orang bisa masuk ke novel, udah kayak plot cerita transmigrasi pasaran aja," misuh Teresia berasumsi.

Seminggu setelah siuman, Teresia disibukkan oleh isi pikiran sendiri yang mendadak terasa runyam tanpa titik keluar. Mencoba memikirkan kemungkinan kesimpulan paling masuk akal akan kejadian yang menimpa.

Dia, Teresia Syeilendri, hanya wanita 25 tahun yang seorang pegawai kantor swasta dengan gaji UMP Jakarta, hidup seadanya di apartemen kecil, karena merantau dari kampung, harus membagi gaji antara kebutuhan sendiri dan kebutuhan orang tua.

Medadak berpindah jiwa menjadi Vie Yerinsa De Vries, saudara perempuan Gabriella Erish De Vries. Sedangkan, Gabriella Erish De Vries adalah pemeran utama wanita dalam novel < I'M Yours >.

Usia mereka sama, yaitu sekitar 18 tahun, dan bersekolah di tempat yang sama, hanya kelas berbeda. Satu hal lagi yang menjadi pemicu frustasi Teresia adalah fakta bahwa ...

Yerinsa saudari kembar Gabriella!

Di novel bahkan tidak ada satu paragraf pun mengatakan bahwa Gabriella memiliki saudari kembar, bagaimana Teresia bisa menerima kenyataan ini dengan mudah. Teresia tidak tau apapun tentang karakter ini, selain nama dan statusnya dalam keluarga, itupun baru-baru ini.

Karakter Yerinsa hampir tidak diceritakan dalam novel, kecuali di satu paragraf yang mengatakan sosok ini bertubuh penyakitan, meninggal sebagai awal konflik novel.

Penulis bangsat.

Bisa-bisanya melewatkan kewajiban menerangkan karakter kembaran pemeran utama, walaupun tidak penting, harusnya tetap sedikit saja memberitahu pembaca bahwa Gabriella memiliki kembaran.

Teresia, yang kini sudah menjadi Yerinsa, berhenti mondar-mandir sejenak, melangkah ke arah cermin full body di kamar untuk menatap diri dari atas kepala hingga ujung kaki.

Proporsi tubuh mereka sama, wajah mirip, hanya warna rambut yang cukup mencolok sebagai pembeda, Gabriella berambut pirang, sementara Yerinsa coklat kemerahan, dan manik mata yang sama berwarna biru turunan sang ayah.

Dari kontur wajah juga kecantikan Gabriella lebih menonjol ke arah dewasa, tidak seperti Yerinsa yang justru manis dan ceria. Kulit seputih albino yang identik dengan warga negara itu, tanpa cela sedikitpun.

"Cantik banget sih, parah, gue kalo kemaren-kemaren punya muka kayak gini udah si bakal ngelamar jadi model iklan," gumam Teresia mengagumi sosok yang terpantul di cermin.

Padahal sebelum tidur malam itu, Teresia hanya bercanda ingin menyumpahi penulis novel agar merasakan penderitaan Gabriella, tapi malah dia terkena karma doa sendiri, jadi karakter tidak terlihat.

Yerinsa adalah karakter yang mungkin tidak akan pernah disadari pembaca, lebih menjengkelkan dibanding menjadi antagonis atau pemeran utama, yang jelas pengaturan karakternya.

"Ini anak gimana ceritanya pas di novel?" monolog Teresia masih pada udara kosong, sekali lagi memikirkan plot novel yang lumayan berat.

{ Gabriella menatap nanar lantai rumah, sudah habis semua orang yang dicintainya, saudaranya, ayah dan ibunya.

"Ayah, Ibu, Yerin, aku sakit. Semuanya hancur," lirih gadis itu perlahan merosot ke lantai.

Lintasan ingatan membuat fatamorgana di mata Gabriella, memunculkan visualisasi dirinya yang lebih muda dari sekarang, tampak bercanda dengan adik perempuan.

Setelah kematian sang adik, disusul pembatalan pertunangan karna calon Gabriella mengalami kecelakaan, kemudian kematian ayahnya, terakhir ibunya.

Gabriella benar-benar sendiri sekarang. }

Penulis hanya mengatakan adik perempuan, bukan saudari kembar, itu bisa membuat kesalahpahaman besar untuk pembaca seperti Teresia.

"... itu sebelum Gabriel dibawa Luga," gumam Teresia, jari jempol dan telunjuk mengapit dagu, pose berpikir kritis.

Setting di awal pembukaan novel adalah pesta pembukaan salah satu anak cabang perusahaan keluarga Luga, si pemeran utama pria, di sebuah hotel bintang lima. Keluarga Gabriella diundang menjadi salah satu tamu walaupun tidak pernah menjalin kerjasama langsung.

Malam acara itulah cinta pandangan pertama Luga bersemi pada Gabriella, awal dari semua penderitaan Gabriella di novel.

Walaupun keluarga De Vries tidak sebesar dan sekaya keluarga Luga, Roosevelt, tapi mereka cukup tersohor di kalangan dunia bisnis dan media. Oleh karena itu, saat konflik kematian beruntun datang di keluarga, Gabriella menjadi pihak yang mendapat banyak sorotan dan tekanan berbagai arah, pro dan kontra.

"Kapan pesta itu?" tanya Teresia mendadak menegakkan postur tubuh yang hampir rileks.

Berpaling dari cermin, remaja itu melangkah cepat ke arah pintu kamar, bahkan untuk kamar Yerinsa saja ukurannya sekitar 7x10 meter.

Membuka pintu kamar tergesa-gesa, Teresia- ... tidak, tapi Yerinsa, celingak-celinguk di ambang pintu kamar. suasana hening menyapa di sepanjang lorong rumah, bahkan tidak terlihat pelayan.

Saat ini Gabriella mungkin masih di sekolah, Yerinsa di rumah karena mengambil cuti sakit selama sebulan. Lalu Ayah mereka mungkin sedang di kantor sekarang, tapi Ibu ...

Ya, Ibu pasti ada di rumah karena tidak memiliki pekerjaan ke luar. Teresia tau Ibu Gabriella dan Yerinsa adalah ibu rumah tangga dan wanita sosialita, tidak mengurus kantor. Dengan langkah hampir berlari, Yerinsa menyusuri lorong rumah dengan dinding bercat coklat itu.

Interior rumah mewah itu sangat cantik dan berliku-liku, rumit layaknya bangunan Belanda tapi model modern, walaupun asing, tapi kaki Yerinsa seperti sudah hafal dengan jalur setiap belokan lorong.

"Di mana Ibu?" tanya Yerinsa mendesak saat berpapasan dengan seorang pelayan yang baru saja menaiki tangga lantai dua, membawa alat bebersih lantai.

"Eh? Nyonya? Nyonya di ruang santai," jawab pelayan itu terkejut dengan kehadiran Yerinsa tiba-tiba.

"Oke, terima kasih," ucap Yerinsa sambil berlalu turun tangga dengan cepat, hampir seperti berlari.

Pelayan itu menoleh ingin memperingatkan agar sang nona tidak berlari tergesa-gesa di tangga. "Nona, tolong jangan berlari, lantainya mungkin masih-"

"Akh!"

"NONA YERIN-!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status