Langit senja memancarkan cahaya keemasan, menciptakan bayangan panjang di antara pepohonan. Di sebuah area terbuka yang tersembunyi, Daniel dan Ivy berdiri berhadapan. Ivy memegang pistol dengan tangan gemetar, sementara Daniel mengawasinya dengan penuh perhatian."Langkah pertama, selalu anggap senjata itu terisi. Jangan pernah mengarahkannya ke sesuatu yang tidak ingin kamu hancurkan," ucap Daniel tegas.Ivy mengangguk, mencoba menenangkan dirinya."Sekarang, pegang dengan kedua tangan. Jari telunjuk di luar pelatuk sampai kamu siap menembak."Ivy mengikuti instruksinya, menempatkan jari telunjuk di sepanjang bingkai pistol."Bagus. Fokus pada targetmu. Pastikan kamu tahu apa yang ada di belakangnya juga."Ivy mengarahkan pistol ke arah pohon tua di kejauhan. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya."Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya." Tangan Ivy tampak sedikit gemetar karena tegang.Daniel tersenyum menenangkan. "Aku tahu. Tapi kamu kuat, Ivy. Ki
Kedua tangan besar penuh kehangatan itu merengkuhnya erat, tak mengizinkan bumi meremukkan tubuhnya. Ivy jatuh ke dalam pelukan Daniel. Pria itu menopang tubuhnya kuat, menurunkannya ke bawah. Mata mereka bertemu, tanpa kata, saling berkomunikasi dengan air mata."Kita harus pergi!" Daniel merengkuh bahu Ivy, menarik Ivy ke dalam mobilnya.Keduanya segera berangkat meninggalkan Mansion Forrester. Sebenarnya Daniel bisa saja merebut kembali tempat tinggalnya, tapi dia tak ingin melibatkan Ivy. Ini urusan antar pria. Dia akan menghadapi Christian tanpa belas kasihan. Daniel tak ingin Ivy melihat sisi gelapnya."Kita ke mana?" tanya Ivy, matanya menatap ke belakang. Keributan masih terjadi di mansion. Para pelayan berlari kocar-kacir mencari bantuan."Ke apartemenku." "Ok, cepatlah." Kedua tangan Ivy bertaut panik.Daniel meraih jemari istrinya, menautkan tangan mereka. "Maaf, aku terlambat menjemputmu."Ivy menatap tangan mereka. "Kukira kau sudah ...." Ia menggeleng kuat. "Christian
Ivy merasa dunianya runtuh, tak hanya hatinya yang sakit, tapi juga tubuhnya. Ia bangun dari tempat tidur, merasa remuk redam. Pakaian masih berserakan di lantai.Ia mengusap wajahnya dengan kemarahan menggelegak di dalam dada. Kenapa? Kenapa dia selalu berakhir menjadi budak sex seseorang? Ivy merasa muak dengan hidup tanpa kebahagiaan.Ivy berdiri susah payah, merasakan lelah dan sedikit perasaan tak nyaman di antara kakinya sewaktu dia mulai berjalan. Gesekan antar kulit di pahanya membuat rasa sakit itu semakin kuat. Perasaan sesuatu baru saja keluar dari bawah tubuhnya membuat Ivy menggigit bibir malu. Tetes-tetes basah cairan putih menodai lantai, Ivy terus berjalan menuju pintu kamar mandi.Ia lalu menghidupkan shower dan mulai mandi. Jari lentik Ivy bergerak ke area pribadinya, ia berjongkok, berusaha mengeluarkan sisa cairan cinta semalam. Tangannya sedikit gemetar karena ketakutan mulai membuatnya berpikir negatif. Bagaimana jika dia sampai hamil anak Christian? Apa yang h
Langit kelabu menggantung di atas Lembaga Pemasyarakatan saat Daniel melangkah masuk, ditemani oleh pengacara berpengalaman, Mr. Leon Hart. Langkah mereka mantap, menyusuri lorong-lorong dingin yang dipenuhi gema langkah kaki.Di ruang kunjungan yang sunyi, Amy duduk dengan tangan terlipat di atas meja logam. Wajahnya pucat, mata sembap menatap kosong ke depan. Ketika pintu terbuka dan Daniel masuk, matanya membelalak, campuran antara harapan dan ketakutan.Daniel menarik kursi dan duduk. "Amy ... aku di sini."Amy dengan suara gemetar berkata, "Daniel? Kenapa kamu datang? Ini ... ini berbahaya." Matanya bergerak cepat, panik. "Dia membunuh ayahmu, dia akan membunuhmu juga."Daniel menatapnya penuh tekad. "Aku tak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian. Ini Mr. Hart, pengacara terbaik yang bisa kutemukan."Mr. Hart mengangguk sopan. "Senang bertemu denganmu, Mrs. Forrester. Kami di sini untuk membuktikan bahwa kamu tidak bersalah."Amy meneteskan air mata. "Tapi mereka punya buk
Langit pagi di hutan masih tampak kelabu, diselimuti kabut tipis yang menggantung rendah. Dari celah sempit di dinding batu, Daniel mendorong tanah basah dengan tangan telanjang, kuku-kukunya kotor dan berdarah. Napasnya terengah, tapi tekadnya tak goyah.Ia telah bersembunyi selama semalam di ceruk sempit itu, nyaris tak bergerak, hanya ditemani suara angin dan gemeretak ranting. Kini, dengan sisa tenaga, ia menggali jalan keluar. Tanah runtuh perlahan, membentuk lubang cukup besar untuk tubuhnya menyelinap keluar.Begitu berhasil keluar, Daniel terhuyung, lututnya lemas. Namun, suara mesin dari kejauhan membangkitkan semangatnya. Ia berlari meski kakinya gemetar, menuju jalanan berkerikil yang membelah hutan.Sebuah mobil tua melaju pelan, lampu depannya menembus kabut. Daniel melambaikan tangan dengan sisa tenaga, tubuhnya nyaris roboh di tengah jalan.Mobil itu berhenti mendadak. Seorang pria paruh baya keluar, wajahnya terkejut melihat kondisi Daniel.Pengemudi bertanya, "Astaga!
Tak pernah terpikirkan dalam benak Ivy sebelumnya, kalau dia akan berakhir di tangan Christian. Baginya, Christian berbeda dari pria yang selama ini mendekati Ivy. Pria itu selalu sopan. Siapa yang menyangka, justru Christian menyembunyikan watak aslinya dengan sangat baik. Mengkhianati bosnya, menjebak Nicolas, dan sekarang memerangkap Ivy dalam nafsu butanya. Semua pakaian Ivy sudah berserakan di lantai. Christian menindihnya dengan buas, memasuki Ivy tanpa pemanasan sama sekali. Ivy hanya bisa menutup matanya, menggigit bibir sampai berdarah. Berusaha menahan kesakitan. Semua akan berakhir, dia terus mengulang satu kalimat yang sama.Namun nyatanya, air mata terus bergulir membasahi wajah cantik wanita itu. "Jangan menangis. Aku akan memberikan semua padamu, Iv. Kau hanya perlu berperan sebagai seorang istri. Seperti kau melayani Daniel."Tidak akan sama bagi Ivy, hatinya mencintai Daniel, tapi tidak dengan Christian. Ia tak pernah jatuh hati pada pria ini."Iv. Cinta akan tum
Ivy sedang menikmati kesendiriannya di ruang tamu, ketika tiba-tiba suara mobil memasuki halaman mansion. Dengan cepat, dia melangkah menuju pintu depan, berharap melihat suami yang ditunggu-tunggu akhirnya pulang.Namun, ketika pintu terbuka, bukan wajah Daniel yang dilihat, melainkan Christian. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan senyum yang agak canggung. "Christian? Kamu ... bagaimana kamu bisa ada di sini?" tanya Ivy dengan nada terkejut dan bingung. Wajahnya yang semula cerah seketika berubah pucat. Matanya melebar, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Maaf, Ivy, aku tahu ini mengejutkan," ujar Christian, melangkah masuk sambil melihat sekeliling. "Ada hal penting yang perlu kita bicarakan tentang suamimu."Ivy merasa jantungnya berdetak lebih kencang, tangannya gemetar. "Apa maksudmu, Christ? Dia baik-baik saja, 'kan?" tanya Ivy, suaranya terdengar lirih dan khawatir. Christian menghela napas, matanya menunjukkan keberatannya untuk menyampaikan kabar yang dibawanya
Peluru melesat mengenai kepala anak buah Christian, tepat di tengah kening. Pria itu jatuh ke lantai dengan percikan darah mengenai Christian."Serang!" teriak Daniel.Sayangnya, tak ada yang bergerak. Semua anak buahnya malah berkecak pinggang, menatapnya dengan ekspresi penuh cemooh."Apa yang kalian lakukan?!"Christian tertawa kecil. "Dia kira, dia masih bosnya."Semua senjata terarah pada Daniel, tanpa terkecuali. "Kalian semua!" Daniel menggertakkan gigi, tak menyangka jika Christian berhasil mempengaruhi semua anak buahnya."Satu jentikan jari dariku saja, kau akan mati Daniel." Christian mengangkat tangan ke atas.Jantung Daniel berdetak kencang, matanya awas melihat sekeliling, jika dia menembak Christian pun tak ada kesempatan karena peluru dari anak buah pria itu akan menembus tubuhnya. Daniel hanya ingin pulang ke pangkuan Ivy. Dia tak ingin mati sebelum bertemu langsung dengan putranya."Akan kuberikan semuanya, beri aku kesempatan bertemu putraku sebelum kau membunuhku.
"Tidak! Tidak! Berapa kali harus kukatakan, bukan aku pelakunya!" teriak Amy marah di ruang interogasi."Lalu kenapa Mrs. Forrester harus berangkat hari ini? Jelas tiket baru dibeli hari ini." Sang penyidik melampirkan kertas berisi informasi pembelian tiketnya. Pengacara Amy berusaha menjelaskan dengan singkat, bahwa ini sebenarnya bukan mendadak, tapi Amy lupa membeli tiket. Alibi yang sungguh buruk. Amy mengusap wajahnya lelah. Siapa yang membunuh suaminya?"Ini juga ditemukan di kamarmu." Tumpukan berkas ditaruh di meja, menampilkan aset atas nama Amy. "Nyonya, kau mengincar harta suamimu bukan?""Tidak!" Astaga, jangan katakan kalau dia sudah ditipu oleh Christian. Apa Christian yang telah membunuh Mr. Forrester? Kenapa? Bukankah hubungan mereka terlihat baik. "Oh tidak! Tidak! Kalian!" Amy berdiri tiba-tiba, menarik tangan salah satu petugas. "Cepat! Kalian harus menyelamatkan Daniel Forrester!""Tenanglah Nyonya. Kami sudah memeriksa Daniel Forrester, dia baik-baik saja. Alibi