Daniel memarkir mobilnya di depan rumah Ivy, menunggu dengan sabar. Tak lama kemudian, Molly keluar dari rumah dengan langkah cepat, membawa tas kecil di tangannya."Terima kasih sudah mau mengantar, Daniel," ucap Molly sambil masuk ke dalam mobil.Daniel hanya mengangguk, menyalakan mesin mobil dan mulai melaju di jalanan yang basah oleh gerimis. Di dalam mobil, suasana hening menyelimuti mereka berdua. Hanya suara wiper yang bergerak ritmis dan desiran ban melintasi jalan basah.Molly mencuri pandang ke arah Daniel, memperhatikan wajah pria itu yang fokus menyetir. Ia kemudian membuka percakapan, "Ibu pasti senang bisa melihatku lagi. Sudah lama sejak terakhir kali aku menjenguknya."Daniel tersenyum tipis. "Kau harus sering menjenguknya, Ivy sudah bisa ditinggal sendirian dengan Dean, atau minta Jenna membantu."Molly tersenyum, lalu dengan hati-hati menyentuh lengan Daniel. "Terima kasih, kalian sangat baik padaku. Aku tak perlu memikirkan masalah keuangan lagi."Daniel menoleh se
Gadis itu terus menyentuh wajah suaminya di foto. Ivy tak mungkin salah mengira dengan maksud terselubung Molly. Ivy menggeleng ketakutan, memegang kepalanya. Tidak! Tidak mungkin, sahabatnya sendiri kini mengincar suaminya. Ia berbalik takut, begitu cepat hingga tanpa sengaja menjatuhkan barang pajangan yang digantung di dinding.Prang!Keramik pajangan berbentuk patung bayi hancur berantakan. Molly terkesiap, ia segera melihat keluar dapur, tapi hanya menemukan pecahan keramik. Tak ada seorang pun berada di lorong.Jantung Molly berdetak cepat, apa pelayan melihat tingkahnya? Ia menggigit jari ketakutan. Tidak! Selama bukan Ivy, semua akan baik-baik saja. Molly bergegas kembali ke dalam kamarnya setelah membereskan pecahan keramik.Ivy juga sudah kembali ke dalam kamarnya, napasnya terengah-engah. Daniel berbalik terkejut mendengar suara pintu ditutup terburu-buru. "Ivy, ada apa?" Daniel mengusap kelopak matanya.Ivy menggeleng pelan. "Tidurlah, aku dari dapur tadi, haus.""Sini."
"Apa yang terjadi, kenapa istri saya tidak sadar sampai sekarang?" tanya Daniel khawatir.Sang dokter membetulkan letak kacamatanya. "Nyonya Ivy mengalami syok yang membuatnya koma.""Apa?!" Daniel merasa dunianya runtuh. "Tapi Ivy akan sadar 'kan, Dok?""Semoga saja, semua tanda vitalnya sudah membaik, cobalah berbicara terus dengan Nyonya Ivy setiap hari."Daniel mengembuskan napas keras, tak bisa melakukan apa pun selain mengiyakan dokternya.Setelah dokter tersebut pamit. Daniel menarik kursi ke dekat brankar, memegang lengan Ivy penuh kasih. Kecupan hangatnya mendarat di punggung tangan istrinya."Iv, putra kita membutuhkanmu. Aku ... membutuhkanku. Tolong! Kembalilah padaku."***Ruangan itu putih bersih tanpa batas, terasa hangat dan tenang. Ivy berdiri di tengahnya, mengenakan gaun putih sederhana. Wajahnya pucat, tapi matanya memancarkan kesedihan yang mendalam.Perlahan, dari kejauhan muncul sosok Christian. Dia tampak seperti saat terakhir Ivy melihatnya: tegar namun ada se
Hal terbodoh yang pernah terlintas dalam kepala Ivy adalah mengakhiri semua dengan menghabisi sang sumber masalah.Ya! Melihat Daniel sudah membawa pergi buah hati mereka bersama Molly, Ivy tak menginginkan apa pun lagi. Sebenarnya, jauh di dasar hatinya, Ivy sudah lelah. Ia tak ingin jatuh ke tangan Christian meskipun hanya sekejap saja.Ivy tahu Daniel punya rencana sendiri, hanya saja ... Ivy terlalu muak dengan semua kekacauan, terlebih lagi melibat begitu banyak senjata api yang Christian bawa membuat hatinya takut. Pria itu, tentu saja tak akan segan untuk membunuh Daniel.Dor!Ivy menarik picu pistolnya, menembak tepat ke jantung Christian dari belakang. Semua orang tak menyangka, jika gadis lembut sepertinya akan melakukan tindakan impulsif.Christian menatap ke lubang peluru yang terus mengucurkan darah, bibirnya terbuka, ia mengangkat pandangan ke arah Ivy. Gadis itu masih dengan tangan gemetar hebat memegang pistolnya kuat-kuat."Christ, hari ini ... aku akan menemanimu ke
Langit senja memancarkan cahaya keemasan, menciptakan bayangan panjang di antara pepohonan. Di sebuah area terbuka yang tersembunyi, Daniel dan Ivy berdiri berhadapan. Ivy memegang pistol dengan tangan gemetar, sementara Daniel mengawasinya dengan penuh perhatian."Langkah pertama, selalu anggap senjata itu terisi. Jangan pernah mengarahkannya ke sesuatu yang tidak ingin kamu hancurkan," ucap Daniel tegas.Ivy mengangguk, mencoba menenangkan dirinya."Sekarang, pegang dengan kedua tangan. Jari telunjuk di luar pelatuk sampai kamu siap menembak."Ivy mengikuti instruksinya, menempatkan jari telunjuk di sepanjang bingkai pistol."Bagus. Fokus pada targetmu. Pastikan kamu tahu apa yang ada di belakangnya juga."Ivy mengarahkan pistol ke arah pohon tua di kejauhan. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya."Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya." Tangan Ivy tampak sedikit gemetar karena tegang.Daniel tersenyum menenangkan. "Aku tahu. Tapi kamu kuat, Ivy. Ki
Kedua tangan besar penuh kehangatan itu merengkuhnya erat, tak mengizinkan bumi meremukkan tubuhnya. Ivy jatuh ke dalam pelukan Daniel. Pria itu menopang tubuhnya kuat, menurunkannya ke bawah. Mata mereka bertemu, tanpa kata, saling berkomunikasi dengan air mata."Kita harus pergi!" Daniel merengkuh bahu Ivy, menarik Ivy ke dalam mobilnya.Keduanya segera berangkat meninggalkan Mansion Forrester. Sebenarnya Daniel bisa saja merebut kembali tempat tinggalnya, tapi dia tak ingin melibatkan Ivy. Ini urusan antar pria. Dia akan menghadapi Christian tanpa belas kasihan. Daniel tak ingin Ivy melihat sisi gelapnya."Kita ke mana?" tanya Ivy, matanya menatap ke belakang. Keributan masih terjadi di mansion. Para pelayan berlari kocar-kacir mencari bantuan."Ke apartemenku." "Ok, cepatlah." Kedua tangan Ivy bertaut panik.Daniel meraih jemari istrinya, menautkan tangan mereka. "Maaf, aku terlambat menjemputmu."Ivy menatap tangan mereka. "Kukira kau sudah ...." Ia menggeleng kuat. "Christian
Ivy merasa dunianya runtuh, tak hanya hatinya yang sakit, tapi juga tubuhnya. Ia bangun dari tempat tidur, merasa remuk redam. Pakaian masih berserakan di lantai.Ia mengusap wajahnya dengan kemarahan menggelegak di dalam dada. Kenapa? Kenapa dia selalu berakhir menjadi budak sex seseorang? Ivy merasa muak dengan hidup tanpa kebahagiaan.Ivy berdiri susah payah, merasakan lelah dan sedikit perasaan tak nyaman di antara kakinya sewaktu dia mulai berjalan. Gesekan antar kulit di pahanya membuat rasa sakit itu semakin kuat. Perasaan sesuatu baru saja keluar dari bawah tubuhnya membuat Ivy menggigit bibir malu. Tetes-tetes basah cairan putih menodai lantai, Ivy terus berjalan menuju pintu kamar mandi.Ia lalu menghidupkan shower dan mulai mandi. Jari lentik Ivy bergerak ke area pribadinya, ia berjongkok, berusaha mengeluarkan sisa cairan cinta semalam. Tangannya sedikit gemetar karena ketakutan mulai membuatnya berpikir negatif. Bagaimana jika dia sampai hamil anak Christian? Apa yang h
Langit kelabu menggantung di atas Lembaga Pemasyarakatan saat Daniel melangkah masuk, ditemani oleh pengacara berpengalaman, Mr. Leon Hart. Langkah mereka mantap, menyusuri lorong-lorong dingin yang dipenuhi gema langkah kaki.Di ruang kunjungan yang sunyi, Amy duduk dengan tangan terlipat di atas meja logam. Wajahnya pucat, mata sembap menatap kosong ke depan. Ketika pintu terbuka dan Daniel masuk, matanya membelalak, campuran antara harapan dan ketakutan.Daniel menarik kursi dan duduk. "Amy ... aku di sini."Amy dengan suara gemetar berkata, "Daniel? Kenapa kamu datang? Ini ... ini berbahaya." Matanya bergerak cepat, panik. "Dia membunuh ayahmu, dia akan membunuhmu juga."Daniel menatapnya penuh tekad. "Aku tak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian. Ini Mr. Hart, pengacara terbaik yang bisa kutemukan."Mr. Hart mengangguk sopan. "Senang bertemu denganmu, Mrs. Forrester. Kami di sini untuk membuktikan bahwa kamu tidak bersalah."Amy meneteskan air mata. "Tapi mereka punya buk
Langit pagi di hutan masih tampak kelabu, diselimuti kabut tipis yang menggantung rendah. Dari celah sempit di dinding batu, Daniel mendorong tanah basah dengan tangan telanjang, kuku-kukunya kotor dan berdarah. Napasnya terengah, tapi tekadnya tak goyah.Ia telah bersembunyi selama semalam di ceruk sempit itu, nyaris tak bergerak, hanya ditemani suara angin dan gemeretak ranting. Kini, dengan sisa tenaga, ia menggali jalan keluar. Tanah runtuh perlahan, membentuk lubang cukup besar untuk tubuhnya menyelinap keluar.Begitu berhasil keluar, Daniel terhuyung, lututnya lemas. Namun, suara mesin dari kejauhan membangkitkan semangatnya. Ia berlari meski kakinya gemetar, menuju jalanan berkerikil yang membelah hutan.Sebuah mobil tua melaju pelan, lampu depannya menembus kabut. Daniel melambaikan tangan dengan sisa tenaga, tubuhnya nyaris roboh di tengah jalan.Mobil itu berhenti mendadak. Seorang pria paruh baya keluar, wajahnya terkejut melihat kondisi Daniel.Pengemudi bertanya, "Astaga!